DIOLUHTAN-suluhtani. Salah satu alternatif untuk mengatasi kekurangan pakan ternak adalah dengan menggunakan bahan pakan lokal. Umbi-umbian merupakan sumber energi makanan didaerah yang masih berkembang. Umumnya umbi-umbian mengandung energi tinggi, akan tetapi kandungan proteinnya rendah. Walaupun demikian produktivitas protein dan nergi umbi-umbian per hektarnya dibandingkan dengan butir-butiran lebih tinggi, kecuali untuk produktivitas protein dari umbi kayu. Komposisi umbi-umbian dan limbah/hasil ikutan industrinya seprti dibawah ini:
1. Ubi Kayu (Manihot utilisima pohl / Manihot esculenta crantz / Manihot alpi / Manihot dulcis / Manihot palmate)
Merupakan tanaman pertanian yang paling penting didaerah tropis. Indonesia, Nigeria, Zaire, Thailand dan India adalah negara-negara penghasil ubi kayu yang penting. Di Indonesia ubi kayu merupakan makanan pokok dalam urutan ketiga setelah nasi dan jagung. Kandungan protein ubi kayu sangat rendah dibandingkan dengan jagung. Apabila ubi kayu digunakan sebagai sumber energy dalam ransum, harus diimbangi dengan sumber protein yang lebih tinggi. Kadar kalsium dan phosfor cukup, akan tetapi karena kandungan asam oksalat yang tinggi (0.1-0.31%) sehingga akan mempengaruhi penyerapan Ca dan Zn.
Komposisi Kimia Ubi dan Ikutannya
Suatu faktor pembatas dalam penggunaan ubi kayu adalah racun asam sianida (HCN) yang terdapat dalam bentuk glikosida sianogenik. Dua macam glikosida sianogenik dalam ubi kayu yaitu lanamarine (±95% dari bentuk glikosida sianogenik) dan bentuk lotaustarin. Pada proses detoksifikasi asam sianida dalam tubuh ternak diperlukan sulfur yang dapat dari asam amino tersebut akan meningkat. Sulfur untuk detoksifikasi ini dapat juga berasal dari sulfur inorganik.
Penggunaan ubi kayu dalam ransum berdasarkan beberapa peneliti untuk unggas 5-10%, babi 40-70% dan rumiansia 40-90%.
2. Onggok
Onggok merupakan limbah pabrik tapioka dan gula. Angka konversi ubi kayu menjadi onggok berkisar antara 60-65%. Sebagai sumber energi, onggok lebih rendah dibandingkan dengan jagung dan ubi kayu akan tetapi lebih tinggi dari pada dedak. Walaupun komposisi tepung ubi kayu lebih tinggi daripada gaplek akan tetapi kadar HCN tepung ubi kayu lebih tinggi daripada onggok. Penggunaan onggok dalam ransum unggas paling tinggi 5% dari ransum, untuk babi 25-30% dan untuk ruminansia 40% dari ransum.
Onggok, Limbah Tapioka
3. Daun Ubi Kayu
Produksi ubi kayu segar 10-40 ton/ha/tahun. Dari tanaman ubi kayu, 10-40% terdiri dari daun. Sebanyak 75% dari protein daun adalah murni dan mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi. Asam amino daun ubi kayu ternyata hampir sama dengan bungkil kedelai walaupun jumlahnya berbeda. Daun ubi kayu defisien asam amino esensial yang mengandung sulfur yaitu methionin dan sistin.
Kelemahan lain adalah adanya racun HCN dan kandungan serat kasar yang tinggi. Kandungan HCN pada daun muda berkisar antara 427-542 mg/kg, sedangkan pada daun tua kandungannya labih rendah yaitu berkisar antara 343-379 mg/kg.
4. Ubi Jalar
Varietasnya sangat banyak, menyebabkan perbedaan rasa, ukuran, bentuk, warna dan nilai gizi. Produksi ubi jalar antara 2.5 – 15 ton segar/ha/tahun. Ubi jalar merupakan sumber energi dan untuk ubi jalar yang berwarna kuning mengandung provitamin A dan karotenoid yang cukup. Asa amino pembatas ubi jalar adalah luecine. Seperti umumnya umbi-umbian yang mempunyai kandungan protein yang rendah, pemberian ubi jalar perlu diimbangi pemberian kandungan protein yang tinggi. Apabila digunakan lebih dari 90% pengganti jagung dalam ransum unggas sering terjadi luka-luka pada usus unggas yang dapat diikuti dengan kematian, Pada ransum ruminansia umumnya digunakan pengganti jagung sebanyak 50%.
5. Jerami Ubi Jalar
Produksi jerami dalam bentuk segar berkisar antara 10-12.5% ton/ha/tahun. Berdasarkan penelitian Kempton dan Leng pemberian jerami ubi jalar sebagai pengganti pucuk tebu pada ransum sapi perah dapat meningkatkan konsumsi ransum dan produksi susu. Akan tetapi percabaan Nuraeni mendapatkan hasil penggantian rumput lapangan dengan jerami ubi jalar lebih dari 1/3 bagian dapat menyebabkan kadar lemak susu menurun.
Re-suluh/Editor: Yusran A. Yahya NS
Sumber Kutipan: Buku Pengetahuan Bahan Makanan Ternak,
Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB