DIOLUHTAN-suluhtani. Tebu merupakan tanaman perkebunan semusim yang mempunyai sifat tersendiri karena didalam batangnya terdapat zat gula. Tebu berkembang biak di daerah beriklim udara sedang sampai panas. Tanaman tebu pada perkebunan rakyat di Kecamatan Patimpeng, Kabupaten Bone Sulawesi Selatan sudah memasuki masa panen, para petani tebu yang tergabung dalam kelompok tani sibuk mengatur jadwal panen. Pengaturan panen dimaksudkan agar tebu dapat dipungut secara efisien dan dapat diolah dalam keadaan optimum. Melalui pengaturan panen, penyediaan tebu dipabrik akan dapat berkesinambungan dan dalam jumlah yang sesuai dengan kapasitas pabrik sehingga pengolahan menjadi efisien.
Koordinator Penyuluh Pertanian (Korluh) BPP Patimpeng, Andi Elya Azis saat memperlihatkan Tebu hasil panen
Menurut Andi Elya Azis, SPt, Koordinator Penyuluh Pertanian (Korluh BPP Patimpeng), pelaksanaan panen dilakukan pada bulan Agustus-Oktober dimana pada musim kering kondisi tebu dalam keadaan optimum dengan tingkat rendemen mencapai maksimal. “Penggiliran panen tebu mempertimbangkan tingkat kemasakan tebu dan kemudahan transportasi dari areal tebu ke pabrik. Kegiatan pemanenan meliputi estimasi produksi tebu, analisis tingkat kemasakan dan tebang, muat dan angkut” ujar Elya
Suasana Panen Tebu di Kecamatan Patimpeng, Kab. Bone-Sulsel
Lebih lanjut, penyuluh polivalen ini secara singkat menguraikan mengenai panen dan pasca panen tebu ini. Pertama, cara panen : a) pangkal tebu dipotong dengan arit jika tanaman akan ditumbuhkan kembali. Batang dipotong dengan menyisakan 3 buku dari pangkal batang; b) mencabut batang tebu sampai ke akarnya jika kebun akan dibongkar ratoon. Potong akar batang dan 3 buku dari permukaan pangkal batang; (c) pucuk dipisahkan (diberi pada ternak sapi); (d) batang tebu diikat menjadi satu (30-50 batang/ikatan) untuk dibawa ke pabrik untuk segera digiling. Panen dilakukan satu kali di akhir musim tanam.
Kedua, pasca panen : (a) pengumpulan hasil panen dilakukan dengan cara diikat untuk dibawa ke pengolahan; (b) sortir dan penggolongan syarat batang tebu siap giling supaya rendeman baik; (c) tidak mengandung pucuk tebu; (d) bersih dari pelepah daun kering; (e) berumur maksimum 36 jam setelah tebang. “Kemudian hasil panen tersebut diangkut dengan menggunakan truk yang ada baknya (truk box), hal tersebut berkaitan dengan hasil tebangan Cane Harvester berbentuk potongan dengan panjang 20-30 cm. Pada saat pembongkaran muatan, tebu dengan tebangan Chopped Cane harus diprioritaskan, tebu langsung ditampung di meja tebu (feeding table)” jelas Elya.
Elya pun menjelaskan sebagai bahan baku utama dalam industri gula, maka saat penggilingan dalam hal ini dilakukan di Pabrik Gula Camming Bone, kondisi tebu harus dalam berada dalam kadar gula tertingginya. Gula oleh tanaman tebu akan disimpan di dalam batangnya, dan kadar gula dalam batang tebu ini ternyata tidak bisa terus stabil, malah lebih sering kadar gula dari tanaman tebu untuk mengalami penurunan. Sehingga untuk mengurangi kerugian dari pihak pabrik gula dan petani tebu itu sendiri, maka pabrik gula akan melakukan penggilingan, saat petani melakukan panen dimana kadar gula di dalam tebu sedang berada dalam posisi tertingginya. “Biasanya kadar gula di dalam tebu akan meningkat pada saat memasuki musim kemarau, dan nanti pada saat memasuki musim penghujan kadar air di dalam tebu yang akan meningkat, sehingga secara otomatis akan membuat kadar gulanya menjadi turun” ujarnya.
Elya Azis bersama pemilik kebun tebu yang sedang masa panen
Hal tersebut senada dengan Ketua Kelompok Tani “Masago Jaya”, Andi Baso. Dia menceritakan bahwa sebenarnya jika kandungan air di dalam tebu sangat tinggi (misalnya saat terkena hujan sebelum digiling), maka yang terjadi adalah waktu, tenaga, dan pastinya biaya untuk memproses air gula menjadi gula kristal meningkat, sehingga secara otomatis akan menurunkan pendapatan petani dan pabrik gula. “Makanya sebisa mungkin pada saat musim giling mulai, diperkirakan jatuh pada musim kemarau, tujuannya agar pabrik gula bisa mendapatkan gula dengan kualitas yang baik, dan dengan biaya yang lebih murah. Yang akhirnya akan memberikan keuntungan” ungkap Baso.
Di lain sisi, menurut para petani tebu bahwa sudah menjadi rahasia umum yang beredar di masyarakat, bahwa terkadang untuk menjaga agar selama musim kemarau tidak turun hujan, maka para petani maupun pihak pabrik gula juga melakukan hal-hal mistis, seperti menggunakan jasa dari pawang hujan, untuk mencegah agar tidak ada hujan selama musim panen dan musim giling berlangsung. “Hal tersebut dilakukan selain dengan alasan kualitas, juga mempengaruhi mobilitas petani saat panen dan kendaraan yang dipakai untuk memuat dan mengangkut hasil panen tebu” terang Baso.
Elya Azis pun berharap agar kegiatan tebang, muat dan angkut dalam proses panen tebu ini dapat berjalan lancar, sehingga keuntungan petani dari tanaman tebu ini dapat dirasakan secara maksimal dan produksi tebu di Kabupaten Bone dapat meningkat sehingga program Swasembada Gula di Tanah air kita Indonesia dapat tercapai.