DIOLUHTAN-suluhtani. Pelaksanaan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit dilakukan
berdasarkan Kepdirjennak No: 17/Kpts/PD.640/F/02.04 tanggal 4 Februari 2004
tentang Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan
Menular Influenza pada Unggas (Avian Influenza (Kepdirjennak No: 46/Kpts/PD.640/F/04.04
Kepdirjennak No: 46/PD.640/F/08.05), terdapat 9 Strategi pengendalian Avian
Influenza, yaitu:
1)
Biosekuriti
Biosekuriti merupakan suatu tindakan untuk mencegah semua kemungkinan
penularan (kontak) dengan peternakan tertular dan penyebaran penyakit melalui:
pengawasan lalu lintas dan tindak karantina (isolasi) lokasi peternakan
tertular dan lokasi tempat-tempat penampungan unggas yang tertular,
dekontaminasi (desinfeksi). Jenis desinfektan yang dapat digunakan misalnya
asam parasetat, hidroksi peroksida, sediaan amonium quartener, formaldehyde
(formalin 2-5%), iodoform kompleks (iodine), senyawa fenol, natrium (kalium)
hipoklorit.
2) Pemusnahan unggas selektif (depopulasi) di daerah tertular
Pemusnahan selektif (depopulasi) merupakan suatu tindakan untuk mengurangi
populasi unggas yang menjadi sumber penularan penyakit dengan jalan eutanasia
dengan menggunakan gas CO2 atau menyembelih semua unggas hidup yang sakit dan
unggas sehat yang sekandang. Cara yang kedua adalah disposal, yaitu prosedur
untuk melakukan pembakaran dan penguburan terhadap unggas mati (bangkai),
karkas, telur, kotoran (feses), bulu, alas kandang (sekam), pupuk atau pakan
ternak yang tercemar serta bahan dan peralatan terkontaminasi lainnya yang
tidak dapat didekontaminasi (didesinfeksi) secara efektif. Lubang tempat
penguburan atau pembakaran harus berlokasi di dalam areal peternakan tertular dan
berjarak minimal 20 meter dari kandang tertular dengan kedalaman 1,5 meter.
Apabila lubang tempat penguburan atau pembakaran terletak di luar peternakan
tertular, maka harus jauh dari pemukiman penduduk dan mendapat ijin dari Dinas
Peternakan setempat.
3)
Vaksinasi
Vaksinasi dilakukan karena kebanyakan masyarakat Indonesia memelihara ayam
tanpa dikandangkan, sehingga kemungkinan terinfeksi virus dari alam akan lebih
besar.
Tujuan pelaksanaan vaksinasi adalah untuk mengurangi jumlah hewan yang peka
terhadap infeksi dan mengurangi sheding virus atau virus yang dikeluarkan dari
hewan tertular sehingga mengurangi kontaminasi lingkungan (memutus mata rantai
penyebaran virus AI). Dalam pelaksanaan vaksinasi, daerah yang divaksinasi
harus dipastikan bukan daerah tertular, atau baru terjadi kejadian kasus aktif
HPAI, mengikuti acuan teknis penggunaan vaksin yang dikeluarkan oleh produsen
vaksin yg tertulis dlm brosur, memastikan unggas yang akan divaksin berada pada
flok dan lingkungan yg sehat, serta unggas dalam keadaan sehat, jarum suntik
harus diganti dan disucihamakan dalam alkohol 70% serta mencatat detail
vaksinasi pada lembar registrasi. Dosis vaksinasi yang disarankan adalah 0,5 ml
untuk unggas dewasa dengan rute intra musculer, sedangkan unggas muda 0,2 ml
dengan rute sub kutan.
Jenis vaksin yang digunakan berdasarkan rekomendasi OIE, yaitu vaksin
konvensional berupa vaksin inaktif, atau vaksin rekombinan (vaksin dengan
vektor virus Fowlpox (Pox-AI:H5) atau vaksin subunit 14 Manual Penyakit Unggas
yang dihasilkan oleh ekspresi Baculovirus yang hanya mengandung antigen H5 atau
H7.
Kebijakan vaksinasi saat ini adalah menggunakan vaksin yang sudah
mendapatkan registrasi, diperuntukkan peternakan sektor 1, 2 dan 3 swadaya,
serta peternakan sektor 4 dibantu pemerintah.
4)
Pengendalian lalu lintas yang meliputi pengaturan secara ketat terhadap pengeluaran dan pemasukan
unggas hidup, telur (tetas dan konsumsi) dan produk unggas lainnya (karkas /
daging unggas dan hasil olahannya), pakan serta limbah peternakan; pengawasan
lalu lintas antar area; pengawasan terhadap pelarangan maupun pembatasan lalu
lintas.
5)
Surveilans dan Penelusuran
Surveilans merupakan kegiatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengetahui status kesehatan hewan pada suatu populasi. Sasarannya adalah semua
spesies unggas yang rentan tehadap penyakit dan sumber penyebaran penyakit.
Dalam melakukan surveilans harus dilakukan penelusuran untuk menentukan sumber
infeksi dan menahan secara efektif penyebaran penyakit dan dilakukan minimum mulai
dari periode 14 hari sebelum timbulnya gejala klinis sampai tindak karantina
mulai diberlakukan.
6)
Peningkatan kesadaran masyarakat (Public Awareness)
Merupakan sosialisasi (kampanye) penyakit AI kepada masyarakat dan
peternak. Sosialisasi dilakukan melalui media elektronik, media massa maupun
penyebaran brosur (leaflet) dan pemasangan spanduk, agar masyarakat tidak
panik.
7)
Pengisian kembali (Restocking) unggas
Pengisian kembali (restocking) unggas ke dalam kandang dapat dilakukan
sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan setelah dilakukan pengosongan kandang dan
semua tindakan dekontaminasi (desinfeksi) dan disposal selesai dilaksanakan
sesuai prosedur.
8)
Pemusnahan unggas secara menyeluruh (stamping out) di daerah tertular baru.
Apabila timbul kasus AI di daerah bebas atau terancam dan telah didiagnosa
secara klinis, patologi anatomis dan epidemiologis serta dikonfirmasi secara
laboratoris maka dilakukan pemusnahan (stamping out) yaitu memusnahkan seluruh
ternak unggas yang sakit maupun yang sehat dalam radius 1 km dari peternakan
tertular tersebut.
Demikianlah uraian singkat mengenai penyakit flu burung atau avian
influensa, penyakit ini untuk sementara
tidak lagi menyerang ayam dan peternakan-peternakan unggas lainnya, namun kita
tetap harus waspada dan tetap pada protokol kesehatan, karena penyakit ini
hampir sama bahayanya dengan covid-19 karena bersifat zoonosis. Semoga bermanfaat.
Yusran A. Yahya NS (Penyuluh Pertanian Sulsel)