DIOLUHTAN-suluhtani. Tenaga kerja merupakan subsistem usahatani yang apabila faktor tenaga kerja ini tidak ada maka usahatani tidak akan berjalan. Besar kecilnya peranan tenaga kerja terhadap hasil usahatani dipengaruhi oleh keterampilan kerja yang tercermin dari tingkat produktivitasnya. Jenis tenaga kerja dalam usahatani dibagi atas tenaga kerja manusia, tenaga ternak dan tenaga mesin. Berikut merupakan kegiatan yang membutuhkan tenaga kerja manusia di dalam usahatani, seperti pada gambar dibawah ini:
1. Tenaga kerja terdidik
Tenaga kerja
terdidik adalah tenaga kerja yang memerlukan pendidikan tertentu sehingga
memiliki keahlian di bidangnya, misalnya dokter, insinyur, akuntan, dan ahli
hukum.
2. Tenaga kerja terampil
Tenaga kerja
terampil adalah tenaga kerja yang memerlukan kursus atau latihan bidang-bidang
keterampilan tertentu sehingga terampil di bidangnya. Misalnya tukang listrik,
montir, tukang las dan sopir.
3. Tenaga kerja tidak
terdidik dan tidak terlatih
Tenaga kerja tidak
terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja yang tidak membutuhkan
pendidikan dan latihan dalam menjalankan pekerjaannya. Misalnya tukang sapu,
pemulung, dan lain-lain.
Berdasarkan
sifat kerjanya, tenaga kerja dibagi menjadi tenaga kerja rohani dan tenaga
kerja jasmani. Tenaga kerja rohani adalah tenaga kerja yang menggunakan
pikiran, rasa, dan karsa. Misalnya guru, editor, konsultan, dan pengacara.
Sementara itu, tenaga kerja jasmani adalah tenaga kerja yang menggunakan
kekuatan fisik dalam kegiatan produksi. Misalnya tukang las, pengayuh becak,
dan sopir.
Dalam
usahatani, petani adalah setiap orang yang melakukan usaha untuk memenuhi
sebagian atau seluruh kebutuhan hidupnya di bidang pertanian dalam arti luas
yang meliputi usahatani pertanian, peternakan, perikanan dan pemungutan hasil
laut. Petani memiliki banyak fungsi dan kedudukan atas perannya, antara lain: a).
Petani sebagai pribadi; b). Petani sebagai kepala keluarga; c). Petani sebagai
guru (tempat bertanya bagi petani lain); d). Petani sebagai pengelola
usahatani; e). Petani sebagai warga sosial, kelompok dan f). Petani sebagai
warga negara
Sebagian
besar tenaga kerja manusia dalam usahatani berlahan garapan sempit berasal dari
tenaga kerja dalam keluarga petani itu sendiri. Petani berlahan sempit akan
menyewa tenaga kerja buruh, apabila tenaga kerja dalam keluarga sudah tidak
mencukupi. Meskipun menyewa tenaga kerja hanya untuk pekerjaan-pekerjaan
tertentu saja yang digarap oleh petani sewa, contohnya dalam penggarapan lahan
atau pada waktu panen. Sedangkan untuk usahatani berlahan garapan luas sebagian
besar lebih memilih membayar tenaga manusia dari luar keluarga atau petani
sewa. Apabila petani pemilik sawah memutuskan untuk membayar petani sewa untuk
menggarap lahannya, maka petani pemilik lahan harus mengeluarkan biaya untuk
faktor produksi yang lebih besar untuk upah petani sewa. Dalam kegiatan
usahatani ada beberapa sistem upah yang diberlakukan untuk tenaga kerja
manusia. Berikut merupakan sistem upah dalam menyewa tenaga kerja:
a. Sistem upah harian
tidak tetap
Sistem ini
menggunakan tenaga kerja buruh tani yang pada hari itu bekerja maka pada hari
itu pula buruh tani tersebut akan mendapatkan upah dan dapat saja untuk hari
selanjutnya buruh tani tersebut tidak kembali bekerja di lahan yang sama.
b. Sistem upah harian
tetap
Sistem upah harian
tidak tetap merupakan sistem dengan hubungan antara buruh tani dan petani tidak
putus apabila pekerjaan telah selesai dan upahnya dibayarkan setiap hari sesuai
dengan tingkat upah yang telah disepakati bersama.
c. Sistem upah borongan
Sistem upah
borongan merupakan sistem jika pekerjaan selesai maka upah akan dibayarkan
diakhir sekaligus sesuai dengan tingkat upah yang telah disepakati bersama.
d. Sistem upah kontrak
Sistem dengan upah
kontrak yaitu sistem yang dalam usahataninya mirip dengan sistem ceblokan.
Sistem ceblokan merupakan pekerja yang mengadakan kesepakatan dengan petani
tertentu untuk mengerjakan beberapa pekerjaan dalam usahatani. Upahnya akan
dibayarkan pada saat panen yaitu sebesar seperempat dari hasil padi yang
diperoleh dari luas lahan tertentu.
Dalam
pertanian masa depan, diharapkan petani menjadi petani sejati yang menguasai
hak untuk memiliki keragaman hayati, hak untuk melestarikan, memuliakan,
mengembangkan, saling tukar dan jual benih serta hak untuk memperoleh makanan
yang aman dan menyehatkankan serta termasuk hak untuk memperoleh keadilan harga
dan dorongan untuk bertani secara berkelanjutan serta hak untuk memperoleh
informasi yang benar. Pertanian lokal setempat menemukan cara-cara untuk
memperbaiki struktur tanah, kapasitas menahan air serta keberadaan unsur hara
dan air tanpa pemanfaatan input buatan. Dalam banyak kasus, sistem pertanian
mereka kini dan dahulu merupakan bentuk-bentuk pertanian ekologis yang lebih
canggih dan tidak destruktif serta tepat bagi kondisi-kondisi lingkungan yang
khusus.
Yusran A. Yahya NS (disarikan dari Berbagai Sumber)