DIOLUHTAN-suluhtani. Avian influenza (AI) atau biasa dikenal dengan nama Flu Burung merupakan penyakit viral akut pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza type A subtipe H5 dan H7. Semua unggas dapat terserang virus influenza A, tetapi wabah AI sering menyerang ayam dan kalkun. Penyakit ini bersifat zoonosis dan angka kematian sangat tinggi karena dapat mencapai 100%.
Spesies yang rentan terkena penyakit ini adalah burung-burung liar, Itik, burung puyuh, babi, kucing, kuda, ayam petelur, ayam pedaging, ayam kampung, entok, angsa, kalkun, burung unta, burung merpati, burung merak putih, burung perkutut serta manusia.
Penyakit ini juga termasuk dalam 25 jenis penyakit hewan menular strategis (PHMS) di Indonesia. Anda mungkin sudah pernah mendengar, bila penyakit AI diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI). Apa saja perbedaan dari dua kelompok virus tersebut? simak infografis di bawah ini.
Infografis HPAI-LPAI (Source: Ditkeswan Ditjen PKH)
Pengenalan Penyakit
Sebenarnya ada banyak cara yang dilakukan ahli dalam
mendeteksi dan mengenal penyakit akut ini, tapi sengaja kami kerucutkan agar
dapat diterapkan oleh petani, masyarakat umum ataupun para petugas/penyuluh
pertanian.
1. Gejala Klinis
Gejala klinis yang terlihat pada ayam penderita AI antara lain adalah,
jengger, pial, kelopak mata, telapak kaki dan perut yang tidak ditumbuhi bulu
terlihat berwarna biru keunguan. Adanya perdarahan pada kaki berupa
bintik-bintik merah (ptekhie) atau biasa disebut kerokan kaki. Keluarnya cairan
dari mata dan hidung, pembengkakan pada muka dan kepala, diare, batuk, bersin
dan ngorok. Nafsu makan menurun, penurunan produksi telur, kerabang telur
lembek. Adanya gangguan syaraf, tortikolis, lumpuh dan gemetaran. Kematian
terjadi dengan cepat. Sementara itu pada LPAI, kadang gejala klinis tidak
terlihat dengan jelas.
2. Diagnosa
Cara petani atau masyarakat umumnya agar mudah melakukan diagnosa lapangan
dengan melihat gejala klinis seperti yang dipaparkan sebelumnya. Tapi secara
laboratorium, diagnosa dapat ditegakkan secara virologis dengan cara inokulasi
suspensi spesimen (suspensi swab hidung dan trakea, swab kloaka dan feses atau
organ berupa trakea, paru, limpa, pankreas dan otak) pada telur berembrio umur
9 – 11 hari (3 telur per spesimen).
Identifikasi dapat dilakukan secara serologis, antara lain dengan uji Agar
Gel Immunodifusion (AGID), uji Haemagglutination Inhibition (HI). Penentuan
patogenisitas virus dilakukan dengan cara menyuntikkan isolat virus dari cairan
alantois secara intravena (IV) pada 10 ekor anak ayam umur 6 minggu atau 4 – 8
minggu. Jika mati 6 ekor atau lebih dalam 10 hari, atau Intravena patogenicity
index (IVPI) > 1,2 dianggap HPAI. Secara molekuler keberadaan virus AI dapat
dideteksi dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR), real
time RT-PCR atau sekuensing genetik (mirip perlakuan terhadap suspect covid-19
yang ramai beberapa tahun ini).
Sedangkan cara Penularannya dapat terjadi melalui kontak langsung dari unggas terinfeksi dan unggas
peka melalui saluran pernapasan, konjungtiva, lendir dan feses; atau secara
tidak langsung melalui debu, pakan, air minum, petugas, peralatan kandang,
sepatu, baju dan kendaraan yang terkontaminasi virus AI serta ayam hidup yang
terinfeksi. Unggas air seperti itik dan entog dapat bertindak sebagai carrier
(pembawa virus) tanpa menujukkan gejala klinis. Unggas air biasanya berperan
sebagai sumber penularan terhadap suatu peternakan ayam atau kalkun. Penularan
secara vertikal atau konginetal belum diketahui, karena belum ada bukti ilmiah
maupun empiris. Masa inkubasi bervariasi dari beberapa jam sampai 3 (tiga) hari
pada individual unggas terinfeksi atau sampai 14 hari di dalam flok.
Burung migrasi, manusia dan peralatan pertanian merupakan faktor beresiko
masuknya penyakit. Pasar burung dan pedagang pengumpul juga berperanan penting
bagi penyebaran penyakit. Media pembawa virus berasal dari ayam sakit, burung,
dan hewan lainnya, pakan, kotoran ayam, pupuk, alat transportasi, rak telur
(egg tray), serta peralatan yang tercemar. Manusia menyebarkan virus ini dengan
memindahkan dan menjual unggas sakit atau mati.
Pengendalian
Adapun
beberapa cara pengendalian penyakit ini, adalah sebagai berikut:
1. Pengobatan
Belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan Avian Influenza. Usaha yang
dapat dilakukan adalah membuat kondisi badan ayam cepat membaik dan merangsang
nafsu makannya dengan memberikan tambahan vitamin dan mineral, serta mencegah
infeksi sekunder dengan pemberian antibiotik. Dapat pula diberikan pemanasan
tambahan pada kandang.
2. Pelaporan, Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan
a. Pelaporan
Jika ditemukan kasus AI dapat dilaporkan kepada Dinas yang membidangi
fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan terkait dan selanjutnya diteruskan kepada
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Peneguhan diagnosa
dilakukan oleh Laboratorium Veteriner terakreditasi.
b. Pencegahan, Pengendalian dan
Pemberantasan
Pelaksanaan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit dilakukan
berdasarkan Kepdirjennak No: 17/Kpts/PD.640/F/02.04 tanggal 4 Februari 2004
tentang Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan
Menular Influenza pada Unggas (Avian Influenza (Kepdirjennak No: 46/Kpts/PD.640/F/04.04
Kepdirjennak No: 46/PD.640/F/08.05), terdapat 9 Strategi pengendalian Avian
Influenza, yaitu:
1) Biosekuriti
2) Pemusnahan unggas selektif (depopulasi)
di daerah tertular
3) Vaksinasi
4) Pengendalian lalu lintas
5) Surveilans dan Penelusuran
6) Peningkatan kesadaran masyarakat
(Public Awareness)
7) Pengisian kembali (Restocking) unggas
8) Pemusnahan unggas secara menyeluruh
(stamping out) di daerah tertular baru.
Demikianlah uraian singkat mengenai penyakit flu burung atau avian
influensa, penyakit ini untuk sementara
tidak lagi menyerang ayam dan peternakan-peternakan unggas lainnya, namun kita
tetap harus waspada dan tetap pada protokol kesehatan, karena penyakit ini
hampir sama bahayanya dengan covid-19 karena bersifat zoonosis. Semoga bermanfaat.
Yusran A. Yahya NS (Penyuluh
Pertanian Sulsel)