DIOLUHTAN-suluhtani. Mastitis (radang susu) pada kambing khususnya Peranakan Etawah (PE) banyak dijumpai dan merugikan secara ekonomis. Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab mastitis klinis maupun subklinis pada kambing. Tujuan dari penyuluhan elektronik ini untuk memberikan informasi mengenai mastitis klinis dan subklinis pada kambing PE yang disebabkan oleh S. aureus. Informasi tersebut mulai dari aspek epidemiologi, gejala klinis, patogenesis, diagnosis, pengobatan serta pencegahan dan pengendalian.
Penyebab mastitis harus dieliminasi karena menimbulkan kematian induk dan anak. Selain itu S. aureus memiliki risiko yang besar terhadap kontaminasi susu karena menghasilkan toksin dan bersifat tahan panas. Beberapa tindakan preventif terhadap mastitis yang memungkinkan untuk dilakukan adalah kebersihan saat pemerahan, pencelupan puting dengan desinfektan dan pengobatan dengan antibiotika pada saat tidak laktasi. Mastitis subklinis merupakan salah satu penyebab penurunan produksi dan kualitas air susu sehingga merugikan peternak sapi perah. Berdasarkan beberapa penelitian, sebagian besar bakteri pathogen penyebab mastitis subklinis adalah Staphylococcus aureus, dan treptococcus agalactiae. Pada dasarnya, ambing sudah dilengkapi dengan perangkat pertahanan, untuk menjaga agar air susu tetap dalam keadaan steril dan tidak tercemar olehbakteri patogen. Perangkat pertahanan yang dimiliki oleh ambing antara lain, perangkat pertahanan mekanis, pertahanan seluler dan perangkat pertahanan nonspesifik.
Tingkat pertahanan ambing mencapai titik terendah pada saat sesudah dilakukan pemerahan, karena spinchter puting masih terbuka sekitar 2-3 jam setelah selesai pemerahan sehingga dapat mengakibatkan masuknya mikrorganime kedalam ambing. Oleh karena itu, saat akhir pemerahan perlu dilakukan pencelupan (teat dipping) dengan menggunakan antiseptik untuk mencegah pertumbuhan dan membunuh mikrorganisme.
Pencelupan
puting merupakan perlakuan mencelupkan puting sapi pada larutan antiseptic
dengan lama waktu tertentu setelah pemerahan untuk mencegah masuknya bakteri ke
dalam kambing dan mencegah terjadinya mastitis. Salah satu alternatif
pencegahan penyakit mastitis adalah dengan menggunakan antiseptik berasal dari
alam yang diharapkan tidak menimbulkan resistensi, lebih alami dan
meminimalisir masuknya zat-zat kimia Antiseptik dapat dibuat dari bahan alami
seperti daun kelor, daun sirih, daun sambiloto, daun kersen. Hasil penelitian,
antiseptik bahan alami tersebut memiliki kemampuan yang sama dengan antiseptik
kimia seperti Iodips.
ANTISEPTIK
BAHAN ALAMI
Daun
kersen (Muntingia calaburaL.), sirih dan kelor (Moringa oleifera ) dapat
dijadikan sebagai antiseptic karena mengandung senyawa tannin, flavonoid dan
saponin. Mekanisme ketiga senyawa aktif ini adalah bekerja pada bakteri dengan
cara merusak membrane sitoplasma. Membran sitoplasma bakteri sendiri berfungsi
mengatur masuknya bahan-bahan makanan atau nutrisi, apabila membran sitoplasma
rusak maka metabolit penting dalam bakteri akan keluar dan bahan makanan untuk
menghasilkan energi tidak dapat masuk sehingga terjadi ketidakmampuan sel
bakteri untuk tumbuh dan pada akhirnya terjadi kematian Tanin merupakan senyawa
yang memiliki zat antibakteri dengan cara kerja mengkerutkan dinding sel atau
membran sel yang telah lisis akibat senyawa saponin dan flavonoid, sehingga
menyebabkan senyawa tannin dapat dengan mudah masuk ke dalam sel bakteri dan
mengkoagulase protoplasma sel bakteri, akibatnya sel tidak dapat melakukan
aktivitas hidup dan pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati. Saponin adalah
senyawa aktif yang kuat dan mempunyai kemampuan antibakterial. Saponin dapat
meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri sehingga dapat mengubah struktur
dan fungsi membran, menyebabkan denaturasi protein membran sehingga membran sel
akan rusak dan lisis sehingga bakteri mati.
Flavonoid
bersifat desinfektan yang bekerja dengan cara mendenaturasi protein yang dapat menyebabkan
aktifitas metabolisme sel bakteri berhenti karena semua aktifitas metabolisme
sel bakteri dikatalisis oleh suatu enzim yang merupakan protein. Berhentinya
aktifitas metabolisme ini akan mengakibatkan kematian sel bakteri. Flavonoid
juga bersifat bakteriostatik yang bekerja melalui penghambatan sintesis dinding
sel bakteri. Dinding bakteri yang terkena flavonoid akan kehilangan
permeabilitas sel.
Re-suluh: Yusran A. Yahya NS ( Sumber Artikel: BPTP Balitbangtan Jawa Barat)