DIOLUHTAN-suluhtani. Dampak pandemi Covid-19 telah tak hanya menyebabkan resesi ekonomi, tapi juga berpotensi mengarah pada krisis pangan global. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) pun telah memperingatkan masalah ini. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam berbagai kesempatan, juga selalu menyinggung terkait kemungkinan krisis pangan dunia.
Peneliti Agraria Iqra Anugrah menilai, dampak dari pandemi corona patut diwaspadai bersama. Sebab, korban pertamanya pasti adalah kelas menengah ke bawah khususnya terkait kebutuhan pangan. "Dari perspektif agraria, dampak pandemi covid-19 ini memang mengkhawatirkan. Krisis pangan akan terjadi, dan yang akan terdampak adalah lapisan-lapisan yang paling rentan dari masyarakat, seperti kelas menengah ke bawah dan kelompok-kelompok minoritas di perkotaan," kata Iqra Anugrah.
Menurut
Peneliti di Pusat Kajian Asia Tenggara Universitas Kyoto Jepang ini, langkah
mitigasi guna mencegah krisis pangan ini mutlak dilakukan pemerintah. Salah
satunya dengan mencegah alih fungsi lahan, meskipun tidak cukup dengan itu
saja. "Mencegah alih fungsi lahan
sangat penting, tapi tidak cukup itu. Selain itu, yang harus didorong adalah
pembangunan sektor agraria yang berorientasi kepada kebutuhan masyarakat,
alih-alih sekadar pasar," kata Iqra yang juga peneliti di LP3ES ini.
Kemudian,
lanjutnya, juga harus didorong lebih lanjut adalah agenda redistribusi lahan.
Serta, penyelesaian konflik-konflik agraria. "Terakhir, pemerintah juga perlu mengakomodir pola kepemilikan
lahan yang bersifat komunal agar dikelola oleh organisasi dan komunitas rakyat
di pedesaan," sambungnya.
Iqra
juga menyarankan agar pemerintah segera mengawasi dan menghentikan praktik
spekulasi lahan yang dilakukan oleh bisnis skala besar yang cenderung terjadi
di tengah masa krisis.
Hal
ini semata agar tidak ada alih fungsi lahan besar-besaran saat krisis terjadi.
Selain
itu, Pemerintah juga perlu menggandeng komunitas rakyat dalam menghadapi
ancaman krisis pangan di tengah pandemi ini.
Gotong
royong antar elemen ini penting guna memastikan tidak ada yang kekurangan
pangan di masyarakat. "Pemerintah
juga perlu berkoordinasi dengan berbagai inisiatif yang dilakukan oleh
komunitas-komunitas dan organisasi-organisasi rakyat yang telah melakukan upaya
untuk menyediakan stok pangan, baik bagi warga desa maupun konsumen di
perkotaan," pungkasnya.
Menyikapi
hal ini, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) menegaskan,
menjaga eksisting lahan pertanian ini demi memenuhi kebutuhan pangan masyarakat
267 juta jiwa secara mandiri. "Kalau
alih fungsi lahan dibiarkan, besok anak-anak kita mau makan apa? Boleh ada
perumahan, boleh ada hotel, tapi tidak boleh merusak lahan pertanian yang ada,"
ujar Mentan SYL.
Mentan
SYL menjelaskan, Perda (Peraturan Daerah) perlindungan lahan abadi pertanian
yang sudah di tandatangani untuk tidak dialihfungsikan oleh kepala daerah. Bagi
pihak yang melakukan alih fungsi lahan sesuai dengan UU Nomor 51 tahun 2009,
dikenakan sanksi penjara 5 tahun.
Hal
ini juga didukung oleh Kemendagri yang telah memberikan surat edaran kepada
seluruh Gubernur, Bupati dan Walikota seluruh Indonesia untuk turut dalam
Pengendalian Alih Fungsi Lahan dan Penetapan Kawasan/Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan. “Jangan sampai ada
konspirasi tanda tangan pejabat, DPR atau segala macam untuk konversi lahan
pertanian, penjaranya 5 tahun. Ada undang-undangnya itu," jelasnya.
Perlu diketahui,
negara telah mengeluarkan UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan. Kementan dalam hal ini telah secara aktif
melakukan upaya pencegahan alih fungsi lahan secara masif melalui pemberian
insentif bagi pemilik lahan.
Di
antaranya dengan memberikan berbagai bantuan saprodi seperti alat mesin
pertanian, pupuk, dan benih bersubsidi. "Upaya pencegahan alih fungsi lahan, salah satunya dengan single
data lahan pertanian. Data pertanian itu harus satu, sehingga data yang
dipegang Presiden, Gubernur, Bupati, Camat sampai kepala desa semuanya sama,
termasuk masalah lahan pertanian dan produksi," tuturnya.
Sementara,
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy
menambahkan, makin berkurangnya lahan pertanian salah satunya disebabkan
mudahnya izin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian.
Hal
itu dikarenakan, lahan pertanian pangan, terutama sawah, merupakan lahan dengan
land rent yang rendah. "Diharapkan
Dinas terkait khususnya pertanian mengetahui dan diikutsertakan juga dalam
pembentukan Tim Teknis. Di dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kab/Kota
sangat penting dan perlunya peran serta Badan Pelayanan Perizinan Terpadu,"
jelas Sarwo Edhy.
Penyebab
lainnya, jelas Sarwo Edhy, permasalahan dalam lambatnya penyusunan Perda
tentang RTRW Propinsi dan Kabupaten/Kota.
Perda
RTRW Kab/Kota yang sudah dibahas di tingkat pusat dalam hal ini BKPRN Pusat,
masih dibahas kembali dengan DPRD Kabupaten/Kota termasuk pembahasan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). "Diharapkan
Dinas Pertanian Provinsi/Kab/Kota agar aktif mengikuti perkembangan penyusunan
RTRW di masing-masing wilayahnya," pungkas Sarwo Edhy.
Editor:
Y.A. Yahya
Sumber:
www.viva.co.id