Kita biasa menyebut
“organisasi” (organization) dengan “lembaga” atau “kelembagaan”. Akibatnya,
baru memilih ketua, pengurus, membuat AD/ART, dan memasang papan nama; sudah
disebut membangun kelembagaan. Itu baru tahap membuat organisasi, namun sering
diklaim sebagai telah membangun kelembagaan.
Aspek lembaga (institution)
dan kelembagaan (instituional) jauh lebih lengkap, luas, dan lebih
komprehensif. Lembaga terdiri atas aspek regulasi, ditambah norma, kultural kognitif,
dan ditambah organisasi. Jadi, ...... organisasi hanya satu komponen dalam lembaga.
Rekonseptualisasi “Lembaga” dan “Organisasi”
Pengorganisasian petani dalam studi ini ditelaah
melalui teori ”lembaga” (institutions) dan ”organisasi” (organization)
karena kedua konsep ini dinilai paling dekat dan juga cukup kuat kaitannya
untuk menganalisa serta menjelaskan fenomena ini. Organisasi petani lebih tepat
dipelajari dalam teori kelembagaan, sebagaimana menurut Scott (2008: viii), “It
is my strong conviction that institutional theory provides the most promising
and productive lens for viewing organizations in contemporary society”.
Powell dan DiMaggio (1991) memperkenalkan konsep “new
institutionalism” dengan menolak model aktor rasional dari ekonomi klasik.
Menurut Scott (2008: 36), teori kelembagaan baru adalah tentang bagaimana
menggunakan pendekatan kelembagaan baru dalam mempelajari sosiologi organisasi.
Richard Scott merumuskan lembaga sebagai “…are
comprised of regulative, normative and cultural-cognitive elements that,
together with associated activities and resources, provide stability and
meaning to social life” (Scott 2008: 48).
Akar teoretisnya berasal dari teori kognitif,
kultural, fenomenologi, dan etnometodologi. Terdapat tiga unsur yang disebut
dengan pilar (pillar) yang membangun lembaga yakni aspek regulatif,
normatif, dan aspek kulturalkognitif. Dalam penelitian ini digunakan
rekonseptualisasi sebagaimana matriks berikut.
Dengan demikian, ”lembaga” adalah terjemahan langsung
dari ”institution”, sedangkan organisasi adalah terjemahan langsung dari
”organization”. Keduanya merupakan kata benda. Sementara, ”kelembagaan”
adalah terjemahan dari ”institutional” yang bermakna ”berbagai hal yang
berhubungan dengan lembaga”. Sementara itu, ”keorganisasian” (dari terjemahan ”organizational”)
bermakna ”berbagai hal yang berhubungan dengan organisasi”.
“Lembaga” dapat dirumuskan sebagai hal yang berisi
norma, regulasi, dan kultural-kognitif yang menyediakan pedoman, sumber daya,
serta sekaligus hambatan untuk bertindak bagi aktor. Fungsi lembaga adalah
menyediakan stabilitas dan keteraturan (order) dalam masyarakat,
meskipun Lembaga tersebut dapat berubah. Demikian pula untuk petani, lembaga
memberikan pedoman bagi petani dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari
khususnya dalam bidang agribisnis. Berbagai norma yang hidup di masyakat
termasuk norma-norma pasar berserta seperangkat regulasi, menjadi pertimbangan petani
untuk bertindak sebagaimana dipahaminya (kultural-kognitif).
Lembaga tak hanya berisi batasan-batasan, tetapi juga
menyediakan berbagai kriteria sehingga individu dapat memanfaatkan apa yang
disukainya. Lembaga memiliki dimensi preskriptif, evaluatif, dan obligatory dari
kehidupan social (Blom-Hansen 1997) serta memberi kerangka sehingga identitas
individu terbentuk (March and Olsen 1984, 1989; Scott 1995). Hal ini sejalan dengan
Nee (2005) yang berpendapat bahwa “aktor ekonomi” bukan seperti atomatom yang
lepas dari konteks masyarakat tempatnya hidup, tetapi tidak pula sepenuhnya
patuh pada aturan sosial yang hidup.
Selanjutnya, dalam hal konsep ”organisasi”, organisasi
merupakan elemen dari lembaga. Acuan utama dalam hal ini adalah ahli ekonomi
kelembagaan (North dan Robbins) dan dari pendekatan kelembagaan baru (Scott
1995; 2008). Menurut Scott (2008:36), dalam Teori Kelembagaan Baru digunakan pendekatan
kelembagaan dalam mempelajari sosiologi organisasi. Proses kelembagaan memiliki
kaitan dengan struktur organisasi dan perilaku. Teori Kelembagaan Baru tidak
sebagaimana ”old institutionalism”, menyediakan jalan untuk melihat
organisasi pada masyarakat kontemporer.
Peran Ideal Organisasi Petani
Secara teoretis, organisasi petani merupakan komponen
penting dalam pembangunan pertanian yang dibentuk untuk berbagai kebutuhan,
bahkan untuk menghadapi tantangan abad ke-21 sekalipun. Organisasi petani diharapkan
dapat berperan dalam memerangi kemiskinan, memperbaiki dagradasi sumber daya
alam, meningkatkan keterlibatan perempuan, kesehatan, pendidikan, dan sosial
politik.
“The traditional approaches to
organizing farmers and forming cooperatives need to be revised to meet the
following development challenges of the twentyfirst century ….the increasing
sociopolitical unrest among the communities” (Chamala and Shingi 2007).
Penunia (2011) menyampaikan bahwa petani
mengorganisasikan dirinya dalam berbagai kebutuhan mulai dari untuk menghadapi
kelaparan dan kemiskinan sampai dalam hal politik dan ekonomi.
“Farmers’ organizations
(FOs) are essential institutions for the empowerment, poverty alleviation and
advancement of farmers and the rural poor. Politically, FOs strengthen the
political power of farmers, by increasing the likelihood that their needs and
opinions are heard by policy makers and the public. Economically, FOs can help
farmers gain skills, access inputs, form enterprises, process and market their
products more effectively to generate higher incomes”.
Dengan mengorganisasikan diri, petani lebih mudah
memperoleh informasi, mencapai economies of scale, menekan biaya, dan
juga memfasilitasi kegiatan pengolahan serta pemasaran. Organisasi petani yang
disebut dengan “Marketing-oriented Farmer Organizations”, membantu
anggotanya dalam pembelian input dan proses pemasaran.
Riset Liverpool-Tasie (2014) yang mempelajari sistem
distribusi pupuk berupa “fertilizer voucher program” di Nigeria,
mendapatkan keterlibatan kelompok mempengaruhi keberhasilan program distribusi,
distribusi terbaik adalah apabila pupuk sampai di level kelompok (group
level). Organisasi petani berperan dalam koordinasi yang lebih baik. Ini
sejalan dengan penelitian Bratton (1986) di Zimbabwe, yang mendapatkan, “...farmer
groups improve access to household assets and agricultural services for their
members”. Selain itu, organisasi juga mampu memperkuat posisi perempuan
tani.
“In mixed organizations, while
women may be well represented as members, there are generally few women in
leadership positions – and increasingly fewer as one moves from local to
provincial, to national, or to international tingkats” (Penunia 2011).
Riset Yang dan Liu (2012) dengan metode Simultaneous
Equations Model, sejumlah 2445 desa di Cina mendapatkan bahwa “the development
of farmer economic organization is an effective way to raise the level of
agricultural specialization”. Penyebab positifnya adalah karena partisipasi
petani dalam organisasi, karakter petani, dan kondisi lingkungan organisasi,
serta kebijakan relevan yang mendukung keberadaaan organisasi petani, dalam hal
ini adalah organisasi ekonomi (farmer economic organization). Peran
organisasi petani terbukti kuat dalam meningkatkan pendapatan petani. Demikian
dalam pemasaran hasil pertanian.
Penelitian Trebbin (2014) menjelaskan, peran penting
organisasi petani dalam meningkatkan posisinya pada sistem rantai pasok
komoditas pertanian (”...producer companies are a promising tool to
strengthen famers’ position in their relationship with supermarket chains”). Organisasi
petani sebagai produsen (producer companies) menjadi komponen penting
dalam rantai pasok agribisnis.
Organisasi petani juga menjalankan peran penting
sebagai mitra dalam penelitian dan penyuluhan (agricultural research and
extension system). Melalui organisasi petani (rural producer
organizations) maka pelaksana proyek dapat meraih petani-petani miskin di
sub Saharan, Africa. Melalui organisasi, petani kecil bisa ditingkatkan
komersialisasinya dan performa pemasaran hasilnya (Bernard and Spielman 2009).
Satu hal yang menarik bahwa petani kecil cenderung kurang suka berorganisasi
“Based on a combination of
nationally-representative household- and
cooperative-level survey data,
we find that poorer farmers tend not to participate
in these organizations
although they may indirectly benefit from them”.
Meskipun para petani kecil masuk dalam organsiasi,
namun mereka kurang terlibat dalam pembuatan keputusan. Selain peran ekonomi
dan komunikasi ini, organisasi petani merupakan strategi pokok bagi petani
untuk mengakses kekuasaan (politik). Menurut pandangan Pertev (1994) misalnya,
organisasi merupakan komponen pokok dalam konteks politik yakni “Farmers’
voice cannot be obtained without farmers’ organizations”.
Petani memerlukan:
“…the representative organizations, the farmers’
organizations, structured from grassroots to the international tingkat, as their legitimate voice. This is why
farmers’ movement gives a lot of importance to farmers’ organizations, organizations
by farmers and for farmers, as an important pillar of today’s society”.
Organisasi petani merupakan sebuah pilar penting
masyarakat modern. Ini sejalan dengan temuan Glover (1987), meskipun
keberhasilan kemitraan (contract farming) merupakan relasi personal,
namun tidak bisa lepas dari intervensi pemerintah maupun organisasi petani.
Mbeche and Dorward
(2014) juga menyatakan bahwa organisasi petani sangat
penting dalam meningkatkan pelayanan, mereduksi biaya transaski, dan
berkontribusi pada pembangunan negara.
Dari uraian ini terlihat bahwa pada hakikatnya
organisasi petani dapat ‘memainkan’ lima peran sekaligus. Fungsi utama bagi
pihak pemerintah ialah untuk memperlancar komunikasi dan memuluskan Sementara
bagi petani, organisasi sangat penting untuk berbagai fungsi ekonomi
kolektif, yakni meningkatkan skala usaha. Sementara dari sisi politik,
organisasi petani merupakan wadah untuk menjalankan partisipasi pembangunan dan
juga sebagai fungsi perwakilan di hadapan kekuasaan.
Re-suluh/Editor: Yusran A. Yahya
Sumber: Syahyuti, Wahyuni S, Suhaeti RN, Zakaria AK,
Nurasa C. 2015. Organisasi Kesejahterahan Petani, Penerbit IPB Press, Kampus
IPB Taman Kencana, Kota Bogor – Indonesia.