DIOLUHTAN-suluhtani. Penyuluh Pertanian Dinas Peternakan Kabupaten Bone, Sulsel, Yusran A. Yahya SPt, MSi memaparkan bahwa tantangan pembangunan peternakan menuju swasembada protein sangat besar. Adapun salah satu poin penting pembangunan peternakan adalah masalah ketersediaan pakan berkualitas. “Hal tersebut juga di dasari lahan penggembalaan dan HMT semakin terbatas, di sisi lain limbah pertanian dan agroindustry pertanian dan pangan sangat besar” ujarnya saat menjadi Narasumber Focus Grup Discussion (FGD), di Desa Selli, Kec. Bengo, Kab. Bone (Sabtu, 12 Oktober 2019).
Kegiatan ini mengangkat tema “Permasalahan Pakan dan Pengendalian Cacing”. dengan narasumber Wakil Dekan II Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Siti Nurani Sirajuddin, MSi dan Penyuluh Pertanian, Yusran A. Yahya, SPt, MSi. Acara FGD ini berlangsung di 2 (Dua) Desa di Kecamatan Bengo yaitu Desa Selli (pukul 09.00 – 12.00 WITA) dan Desa Tumgke (pukul 15.30 – 17.45 WITA).
Penyuluh Pertanian, Y.A.Yahya memaparkan permasalahan pakan dan pengendalian cacing di Kecamatan Bengo.
Dalam
sesi forum diskusi, terungkap permasalahan yang sangat kompleks ini salah
satunya dipicu dari pola pikir masyarakat peternak dan latar belakang
perekonomian peternak. Skala kepemilikan sapi potong yang dikategorikan
peternakan rakyat/small holder antara 3-6 ekor per kepala
keluarga, dimana mereka terhimpun dalam kelompok ternak. Sebagian besar tujuan
pemeliharaan sapi potong adalah untuk investasi jangka pendek atau sebagai
tabungan yang sewaktu-waktu bisa mereka gunakan untuk kebutuhan hidup sepert
biaya sekolah anak.
Masalah
utama lainnya yang dihadapi khususnya peternak Sapi,
Kerbau, Kuda dan Kambing di Kabupaten Bone, khususnya Desa Selli Kecamatan
Bengo adalah sulitnya mencari hijauan pakan berkualitas. Hijauan pakan di musim
kemarau sangat sulit diperoleh, sedangkan ternak tetap membutuhkan hijauan
pakan sebagai pakan utamanya setiap hari. Keterbatasan ketersediaan pakan
mengakibatkan produktivitas ternak menjadi rendah.
Jika
melihat dari faktor pakan di Desa Selli, potensi pakan ternak sapi potong
sangat baik dan beragam meliputi hijauan (rumput gajah) dan legum (gamal) serta
limbah pertanian (jerami). Hanya saja kendala pakan yang dihadapi peternak
adalah perubahan musim dan ketidakastian cuaca yang berbeda dari tahun ke
tahun, menyebabkan pola produksi hijauan pakan ternak fluktuatif. Pendampingan
yang baik dari instansi pemerintah seperti Dinas Peternakan dan pihak
Universitas dapat membantu memberikan edukasi kepada peternak dan memberikan
solusi dari kesulitan yang mereka hadapi.
Berdasarkan
survey lokasi mahasiswa praktek lapang serta diskusi dan wawancara dengan peternak,
limbah jerami jagung/padi adalah alternatif pakan yang diberikan pada saat
musim kemarau. Akan tetapi karena jerami adalah limbah hasil
pertanian, maka kualitas jerami relatif rendah sehingga ternak menjadi kurus. “Jerami padi atau jerami jagung yang telah
difermentasi memberikan beberapa kelebihan dibandingkan jerami tanpa
pengolahan, antara lain meningkatkan nilai gizi jerami, dan
meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil ternak melalui peningkatan bobot
ternak yang pesat, sehingga ternak akan menjadi gemuk dan sehat, nafsu makan
ternak bertambah,” jelas Yusran A. Yahya
Dijelaskan
lebih lanjut bahwa pakan hasil fermentasi juga akan mengurangi bau kotoran
ternak. Teknologi fermentasi membutuhkan starter fermentasi yang berisi
mikroorganisme selulolitik, yang berguna untuk mempercepat proses pemecahan
serat pada jerami, sehingga akan mudah dicerna oleh ternak.
Lebih lanjut, ditempat terpisah
yaitu Desa Tungke, dengan tema yang sama. Yusran mengungkapkan bahwa beternak
sapi memang menarik dan siapapun bisa menekuni bisnis tersebut. Beternak sapi
telah mendapat dukungan dari pemerintah untuk menekan angka impor daging.
Pemerintah terus berupaya keras mewujudkan ketahanan pangan untuk komoditas
daging sapi melalui program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab).
Program tersebut ditujukan untuk optimalisasi reproduksi ternak sapi sehingga
bisa mempercepat peningkatan populasi.
Salah
satu kendala yang dapat mempengaruhi percepatan pengembangan peternakan sapi
adalah penyakit. Penyakit tidak hanya menyebabkan kerugian ekonomi karena dapat
menurunkan produktivitas ternak namun juga dapat mengakibatkan kematian. Dampak
negatif lain yang dapat muncul yaitu menurunnya minat peternak untuk
mengembangkan usahanya. Salah satu penyakit yang banyak menyerang ternak sapi
adalah cacingan. “Sistem
pemeliharaan yang masih bersifat tradisional yakni dengan membiarkan ternaknya
mencari pakan sendiri akan memudahkan ternak terinfestasi cacing dibandingkan
sapi yang dikandangkan, walaupun tidak menutup kemungkinan sapi tersebut juga
terjangkiti melalui air minum dan pakan hijauan yang tercemar larva cacing.”
papar Yusran
Cacing gilig paling banyak ditemui
kasusnya karena sesuai kondisi cuaca Indonesia yang beriklim tropis dengan
kelembaban tinggi yang sangat kondusif untuk cacing gilig berkembang. Toxocara
vitulorum merupakan cacing gilig yang banyak dijumpai pada anak sapi. Penyakit
ini menyebabkan produktivitas sapi menurun bahkan hingga menyebabkan
kematian. “Cacing ini menular secara vertikal atau ditularkan dari
induk ke anak melalui larva yang ada di uterus masuk ke tubuh fetus dan
ditularkan secara horisontal yaitu dari sapi sakit ke sapi sehat melalui pakan,
air minum, maupun kolostrum yang terkontaminasi larva cacing. Pada infeksi yang
parah, sapi dapat muncul gejala diare, hilang nafsu makan, kurus, gejala
penapasan akibat radang paru-paru“ terangnya
Untuk
mengetahui ternak terkena cacingan atau tidak, dapat dilakukan beberapa
pengamatan seperti : (1) Gejala
klinis Cacingan pada awal serangan memang jarang menunjukkan gejala atau
perubahan pada ternak. Perubahan hanya bisa dilihat pada kasus yang sudah
parah; (2) Uji laboratorium Dapat dilakukan pada kasus ringan maupun parah
dengan melihat keberadaan telur cacing pada feses. Uji laboratorium dirasa
paling efektif karena dapat mengetahui keberadaan telur atau larva cacing secara
kualitatif dan kuantitatif; (3) Temuan pada organ dalam Hanya dapat dilihat
pada ternak yang sudah mati atau dipotong yakni dengan menemukan cacing dewasa
pada organ Jika salah satu atau beberapa sapi ditemukan sapi
terinfeksi cacingan, hal ini dapat diartikan dalam satu kelompok ternak
tersebut terkena cacingan. Hal ini tentu akan berkaitan dengan penanganan yang
perlu dilakukan untuk kelompok ternak tersebut.
Pengendalian dan penanganan kasus
cacingan pada ternak dapat dilakukan dengan cara sederhana, yaitu memutus
siklus hidup parasit cacing tersebut. Beberapa hal yang harus diperhatikan
terkait upaya pengendalian dan penanganan kasus cacingan di antaranya: (1) Pemberian
pakan berkualitas dengan kandungan nutrisi dan jumlah yang cukup. Kualitas
pakan, baik rumput maupun konsentrat, yang baik dapat membantu meningkatkan
daya tahan ternak karena nutrisi yang diperlukan tercukupi. Jika perlu
tambahkan Mineral Feed Suplement untuk mencegah defisiensi
mineral dan membuat sapi potong menjadi lebih gemuk; (2) Memperhatikan sanitasi
kandang dan kebersihan lingkungan dengan tidak membiarkan kotoran sapi menumpuk
dan membersihkan sisa pakan secara rutin, menjaga drainase kandang dan
lingkungan di sekitarnya sehingga tidak lembap dan becek, serta menghindari
adanya genangan air pada tanah. Selain itu, tanaman dan rumput-rumput liar di
sekitar kandang dibersihkan serta melakukan desinfeksi kandang secara rutin; (3) Ternak sapi sebaiknya tidak
digembalakan terlalu pagi karena pada waktu tersebut larva cacing biasanya
dominan berada di permukaan rumput yang masih basah. Guna memutus siklus hidup
cacing, sebaiknya sistem penggembalaan dilakukan secara bergilir. Artinya sapi
tidak terus-menerus digembalakan di tempat yang sama. Pemberian rumput hijauan
segar sangat tidak dianjurkan pada ternak sapi yang dipelihara secara intensif.
Sebaiknya rumput dilayukan terlebih dahulu sebelum diberikan pada sapi guna
menghindari termakannya larva cacing yang menempel pada rumput; (4) Membasmi
populasi inang antara perlu dilakukan dengan menjaga kelembapan dan sekitar
kandang tidak basah untuk mencegah kelangsungan hidup siput air tawar tersebut.
Berkembang biaknya populasi siput air tawar sebagai inang cacing dapat pula
dikurangi dengan cara memelihara itik atau bebek yang berperan sebagai predator
alami inang antara tersebut; (5) Melakukan pemeriksaan kesehatan dan program
pemberian obat cacing secara teratur. Pemberian obat cacing merupakan langkah
utama dalam upaya pengendalian dan penanganan cacingan baik pada pedet maupun
sapi dewasa. Program pemberian anthelmintika/ obat cacing sebaiknya dilakukan
sejak masih muda (umur 7 hari) dan diulang secara berkala setiap 3-4 bulan
sekali guna membasmi cacing secara tuntas dan memutus siklus hidup parasit
tersebut; (6) Pemberian multivitamin secara rutin setiap 3-4 bulan sekali yang
berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh ternak, sehingga lebih tahan
terhadap serangan penyakit (termasuk cacingan).
Setelah
kegiatan FGD juga dilakukan demonstrasi cara pengolahan limbah batang pisang
sebagai pakan ternak ruminansia, mengingat potensi tanaman pisang di Desa Tungke ini cukup banyak dan tidak dimanfaatkan oleh peternak disebabkan kandungan gizi
yang rendah, sehingga narasumber mengambil inisiatif melatih para
petani-peternak di Desa Tungke dan juga mahasiswa praktek lapang tentang
pengolahan batang pisang sebagai pakan ruminansia melalui proses fermentasi.
Kegiatan
FGD ini diinisiasi oleh Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang
merupakan rangkaian kegiatan praktek lapang mahasiswa Fakultas Peternakan yang
mengikuti mata kuliah “Perencanaan Pembangunan Peternakan” yang diikuti oleh
400 mahasiswa yang dibagi 2 wilayah yaitu 200 bertempat di Desa Tungke, Kec.
Bengo dan 200 lainnya di Desa Selli, Kec. Bengo. Peserta FGD yang berlangsung
di aula Kantor Desa Selli sebanyak 60an orang yang dihadiri oleh Kepala Desa
Tungke, aparat Desa, tokoh masyarakat dan peternak di Desa Tungke. Sementara
FGD di Desa Tungke dilaksanakan di Kandang Kolektif Kelompok Tani "Abbanuange" Tungke yang dihadiri 40 orang petani di sekitar lokasi tersebut.
Foto Bersama setelah Kegiatan FGD di
Desa Selli, Kec. Bengo
Foto Bersama setelah Kegiatan FGD dan
Demonstrasi Pengolahan Limbah Batang Pisang sebagai
Pakan melalui Proses
Fermentasi di Desa Tungke, Kec. Bengo
Penyerahan Cideramata yang diserahkan
Wakil Dekan II Fakultas Peternakan Unhas (kiri) kepada
Penyuluh Pertanian
Disnak Bone di Desa Tungke, Kec. Bengo (Sabtu, 12/10/2019)
Pewarta/Re-suluh: Yusran
A. Yahya NS
Penyuluh Pertanian Dinas Peternakan Kab. Bone
Penyuluh Pertanian Dinas Peternakan Kab. Bone