DIOLUHTAN-suluhtani. Bagi para petani sawah dan petani kebun, khususnya di Sulawesi Selatan, hewan pengerat seperti tikus sudah tidak asing lagi, Tikus sawah (Ratus argentiventer) termasuk hama yang relatif sulit dikendalikan. Perkembangbiakan dan mobilitas tikus yang cepat serta daya rusak pada tanaman padi, jagung, tebu dan lain-lain yang cukup tinggi menyebabkan hama tikus selalu menjadi ancaman pada pertanaman padi.
Serangan hama tikus tersebut terjadi karena eksplosi (ledakan) populasi tikus yang tidak terkendali. Mengapa terjadi eksplosi tikus? Alasannya tidak lain karena ekologi (lingkungan hidup) atau ekosistem bumi/alam kita Indonesia, termasuk di Sulaesi Selatan, tidak seimbang lagi dan bahkan cenderung ke arah krisis atau rusak.
Ledakan
hewan pengerat ini merupakan fakta nyata bahwa hewan pemangsa tikus, yang
dikenal dengan istilah predator, telah berada pada kondisi populasi yang rendah
dan bahkan langka. Seperti ular dan burung hantu, sebagai predator tikus, makin
sulit ditemukan. Kelangkaan predator tikus tersebut disebabkan oleh perilaku
buruk masyarakat kita sendiri juga. Mereka gemar/iseng memburu dan membunuh
ular dan burung, termasuk burung hantu dan elang. Mereka juga suka merusak
lingkungan, misalnya menjarah, membabat dan membakar padang dan hutan, sehingga
hewan-hewan penghuni hutan, termasuk ular, burung elang dan hantu, jika tidak
hangus terbakar, ya tentu melakukan berpindah tempat/migrasi ke tempat lain
untuk mencari habitat baru.
Siklus Hidup Hewan Pengerat Tikus (Foto: tangkaikayu.com)
Dampak Bagi Tanaman
Serangan
hama tikus yang terjadi, jelas mempunyai dampak yang sangat merugikan bagi petani.
Lahan sawah dan kebun/ladang mereka bisa mengalami gagal tanam atau gagal
produksi/panen. Minimal jumlah produksi yang dihasilkan dari sawah dan ladang
mereka bisa menurun secara drastis.
Dampak
ikutannya, dilihat dari sisi ekonomi karena padi dan jagung sebagai komoditi
perdagangan, jelas terjadi kehilangan atau kekurangan sumber perdapatan bagi
masyarakat tani. Disamping itu dilihat dari sisi ketahanan pangan, kemungkinan
terjadinya bencana pangan, rawan atau sekurang-kurangnya krisis bahan makanan,
sulit dihindari. Pada gilirannya akan memunculkan pula terjadinya potensi
resiko krisis kesejahteraan, terutama kesehatan masyarakat tani, seperti busung
lapar dan kurang gizi.
Dampak Bagi Manusia
Jadi,
bukan hanya tikus sawah, tikus got dan sebagainya, tikus peliharaan seperti
hamster juga bisa jadi media penularan penyakit. Bagi yang juga ingin
memelihara tikus putih atau hamster, maka berpikirlah dua kali, karena hewan
pengerat ini bisa jadi media penularan penyakit, yang bahkan bisa sampai
mengancam jiwa manusia. Berikut penyakit-penyakit yang bisa ditularkan oleh
tikus yang dirangkum dari berbagai sumber.
1.
Hantavirus
Hantavirus
Pulmonary Syndrome (HPS) pertama kali ditemukan pada tahun 1993. Menurut Centers
for Disease Control and Prevention (CDC), penyakit yang disebarkan oleh jenis
tikus rusa, tikus berkaki putih, tikus padi, dan tikus kapas ini menular ketika
Anda menghirup partikel dari urin, kotoran, atau air liur tikus yang ada di
udara. Anda juga bisa terinfeksi jika menyentuh atau memakan sesuatu yang
bersentuhan dengan sesuatu yang pernah terkena tikus.
Gejala awal HPS
sangat mirip dengan gejala flu, seperti demam, sakit kepala, muntah, diare atau
sakit perut. Sekitar 4 hingga 10 hari kemudian, orang yang terkena mungkin juga
mengalami batuk, sesak napas, dan penumpukan cairan di paru-paru.
2.
Penyakit Pes
Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Yersina pestisia yang ditularkan oleh tikus dan hewan
pengerat lainnya. Umumnya, penyakit pes tersebar di daerah yang lingkungan
padat penduduk dengan sanitasi yang buruk. Komplikasi penyakit dari tikus ini
bisa berujung pada meningitis dan bahkan kematian.
Tapi, penyakit
pes ternyata tidak hanya disebarkan lewat tikus. Hewan seperti kelinci, anjing,
kucing yang kutunya sudah terinfeksi pes, juga bisa menjadi sumber penularan
penyakit. Penularan terjadi jika Anda berkontak langsung atau tergigit oleh
hewan tersebut.
3.
Lymphocytic chorio-meningitis (LCM)
Lymphocytic chorio-meningitis
adalah penyakit dari tikus yang disebabkan oleh virus choriomeningitis
limfositik (LCMV), turunan virus Arenaviridae. LCM bisa dibawa oleh tikus yang
biasanya ada di rumah-rumah.
Selain itu,
virus ini juga bisa disebarkan oleh hewan pengerat peliharaan, seperti hamster.
Jika Anda tergigit atau terkena air liur dan air kencing hewan tersebut, maka
Anda berisiko tinggi mengalami penyakit infeksi ini.
Penyakit ini
awalnya tidak akan menimbulkan gejala tertentu. Gejala baru timbul setelah 8-13
hari terinfeksi virus, menimbulkan gejala demam, kurang nafsu makan, nyeri
otot, sakit kepala, mual, dan muntah. Gejala lain yang muncul bisa termasuk
sakit tenggorokan, batuk, nyeri sendi, nyeri dada, nyeri testis, dan nyeri
parotid (kelenjar ludah)
4.
Rat Bite Fever (RBF)
RBF adalah
penyakit yang disebabkan karena gigitan tikus akibat infeksi bakteri Spirillum
minus atau Streptobacillus moniliformis. Penyakit yang cukup banyak terjadi di
wilayah Asia dan Amerika utara ini juga bisa ditularkan lewat makanan dan
minuman yang sudah dimakan atau terkena air liur tikus. Jika tidak diobati, RBF
bisa menjadi penyakit yang serius atau bahkan fatal.
5.
Hemorrhagic fever with renal syndrome (HFRS)
Sama seperti
hantavirus, HFRS adalah demam yang muncul bersamaan dengan perdarahan
(hemoragik) dan disertai sindrom ginjal (HFRS). HFRS termasuk penyakit seperti
demam berdarah, demam berdarah epidemik, dan epidemi nephropathia. Penyebaran
penyakit lewat tikus ini serupa dengan penyakit hantavirus.
Penyakit ini
biasanya berkembang di dalam tubuh mulai dari 2 sampai 8 minggu setelah
terinfeksi. Gejala awal bisa ditandai dengan sakit kepala sering, nyeri
punggung dan perut, demam, menggigil, mual, dan penglihatan kabur. Terkadang,
penyakit ini juga bisa ditandai dengan wajah, mata dan kulit yang berwarna agak
kemerahan. Gejala parah juga bisa muncul ketika seseorang mengalami penyakit
ini, yaitu tekanan darah rendah, syok akut, sampai gagal ginjal akut.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka upaya pengendalian
untuk menekan populasi tikus harus dilakukan terus menerus. Peran serta dan
kerjasama masyarakat / kelompok tani, penentu kebijakan dan tokoh masyarakat
juga diperlukan selama proses pengendalian hama tikus.
Upaya
Pengendalian
Mencermati
dampak resiko tersebut, maka sangatlah penting untuk memperhatikan dan
melakukan pengendalian terhadap hama tikus. Upaya-upaya pengendalian yang dilakukan
terhadap serangan hama tikus sedapat mungkin harus terpadu, meliputi sedikitnya
lima metode atau pendekatan.
Metode budidaya atau
bercocok tanam, yaitu melakukan penanaman dan panen serentak dalam satu wilayah hamparan sawah dan ladang.Metode
ini bertujuan untuk membatasi dan bahkan menghentikan masa tersedianya
sumber makanan generatif yang dibutuhkan oleh tikus untuk berkembangbiak.
Dengan metode ini perkembangbiakan tikus akan berhenti atau tidak berlangsung
secara terus-menerus. Metode ini efektif dan efisien sebagai tindakan antisipatif
di daerah pertanian tanaman
pangan yang endemis tikus.
Metode mekanis, meliputi pendekatan antisipatif dan kuratif. Sebagai tindakan antisipatif untuk meminimalisir berkembangbiaknya tikus, maka perlu dilakukan sanitasi habitat pada area lingkungan lahan sawah dan ladang dengan membersihkan gulma dan semak-semak, supaya tikus tidak mempunyai kesempatan untuk membuat sarang. Sedangkan sebagai tindakan kuratif, pada saat sedang terjadi eksplosi serangan hama tikus, perlu melakukan gerakan massal penangkapan dan berburu tikus dengan anjing dan membongkar lubang-lubang tempat bersarangnya. Disamping itu, bisa juga dengan pemasangan perangkap-perangkap tikus, baik yang modern maupun tradisional. Juga bisa melakukan pemasangan bentangan plastik atau kelambu sebagai jebakan untuk tikus.
Metode biologis, yaitu
memanfaatkan musuh alami tikus,seperti burung hantu, burung elang,
kucing, anjing, ular tikus, dan lain-lain. Musuh
alami tikus ini tidak boleh diganggu atau membunuhnya.
Metode kimiawi,
yaitu menggunakan pestisida, seperti fumigasi dan rodentisida. Metode ini
(terpaksa) dilakukan jika terjadi eksplosi hama tikus yang sangat tinggi.
Pendekatan ini sangat efektif dan efisien membunuh tikus dewasa beserta
anak-anaknya di dalam sarang. Direkomendasikan supaya penggunaan fumigasi dan
rodentisida harus sesuai dosis anjuran dan diterapkan hanya jika terjadi ledakan
tikus pada awal musim tanam saja. Supaya tidak terjadi pencemaran lingkungan
dan kemungkinan adanya residu pestisida pada produksi hasil pangan yang
dipanen.
Dan
terakhir metode tradisional dengan
menggunakan kearifan budaya lokal setempat. Metode ini dilakukan berdasarkan
keyakinan dan adat setempat. Secara empirik di banyak wilayah, masyarakat umum
dan petani yang taat dengan tradisi leluhurnya, lahan pertanian pangannya,
jarang tersentuh hama dan penyakit. Makanya bagi wilayah yang memiliki tradisi
tersebut silahkan dilanjutkan sesuai dengan keyakinan masing-masing..
Demikianlah
sedikit pengetahuan dan pengalaman penulis tentang pengendalian hama pengerat
tikus. Agar masyarakat bisa sehat dan aman dari ancaman tikus ini diantaranya krisis bahan makanan, yang berpotensi negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, seperti busung lapar, kekurangan gizi, menurunkan pendapatan ekonomi serta timbulnya penyakit-penyakit berbahaya lainnya. Semoga artikel penyuluhan ini bermanfaat.
Yusran
A. Yahya (Penyuluh Pertanian Sulawesi Selatan)
Sumber:
(1) Leaflet “Metode Pengendalian Hama Tikus” oleh Y.A. Yahya, 2017; (2) www.suara.com, 5 Penyakit Tikus yang ditularkan ke Manusia;
(3) Bahan Materi Pertemuan Lakususi Rumpun Bone Selatan “Hama Tikus pada
Persawahan” 2017