DIOLUHTAN-suluhtani. Tanaman tebu rakyat di Desa Masago, Kecamatan Patimpeng, Kabupaten Bone Sulawesi Selatan sudah memasuki masa panen, para petani tebu yang tergabung dalam kelompok tani sibuk mengatur jadwal panen. Pengaturan panen dimaksudkan agar tebu dapat dipungut secara efisien dan dapat diolah dalam keadaan optimum. Melalui pengaturan panen, penyediaan tebu dipabrik akan dapat berkesinambungan dan dalam jumlah yang sesuai dengan kapasitas pabrik sehingga pengolahan menjadi efisien.
Kelompok tani bidang perkebunan di Desa Masago berjumlah 5 (lima) kelompok dengan bidang usaha Tebu Rakyat terdiri dari poktan Tampa'e, poktan Masago, poktan Kaluppang, poktan Masago Jaya dan poktan Macca Tengah dengan total luasan 189,845 hektar.
Penyuluh Pertanian, Andi Elya Azis saat memperlihatkan Tebu hasil panen
Menurut
Andi Elya Azis, SPt, Penyuluh Pertanian dengan wilayah binaan Desa Masago, Kec.
Patimpeng, pelaksanaan panen dilakukan pada bulan Agustus-Oktober dimana pada
musim kering kondisi tebu dalam keadaan optimum dengan tingkat rendemen
mencapai maksimal. “Penggiliran panen tebu mempertimbangkan tingkat kemasakan
tebu dan kemudahan transportasi dari areal tebu ke pabrik. Kegiatan pemanenan
meliputi estimasi produksi tebu, analisis tingkat kemasakan dan tebang, muat
dan angkut” ujar Elya
Suasana Panen Tebu
Lebih
lanjut, penyuluh polivalen ini secara singkat menguraikan mengenai panen dan
pasca panen tebu ini. Pertama, cara panen : a) pangkal tebu dipotong dengan
arit jika tanaman akan ditumbuhkan kembali. Batang dipotong dengan menyisakan 3
buku dari pangkal batang; b) mencabut batang tebu sampai ke akarnya jika kebun
akan dibongkar ratoon. Potong akar batang dan 3 buku dari permukaan pangkal
batang; (c) pucuk dipisahkan (diberi pada ternak sapi); (d) batang tebu diikat
menjadi satu (30-50 batang/ikatan) untuk dibawa ke pabrik untuk segera
digiling. Panen dilakukan satu kali di akhir musim tanam.
Kedua, pasca panen
: (a) pengumpulan hasil panen dilakukan dengan cara diikat untuk dibawa ke
pengolahan; (b) sortir dan penggolongan syarat batang tebu siap giling supaya
rendeman baik; (c) tidak mengandung pucuk tebu; (d) bersih dari pelepah daun
kering; (e) berumur maksimum 36 jam setelah tebang. “Kemudian hasil panen
tersebut diangkut dengan menggunakan truk yang ada baknya (truk box), hal
tersebut berkaitan dengan hasil tebangan Cane Harvester berbentuk potongan
dengan panjang 20-30 cm. Pada saat pembongkaran muatan, tebu dengan tebangan
Chopped Cane harus diprioritaskan, tebu langsung ditampung di meja tebu
(feeding table)” jelas Elya.
Elya
pun menjelaskan sebagai bahan baku utama dalam industri gula, maka saat
penggilingan dalam hal ini dilakukan di Pabrik Gula Camming Bone, kondisi tebu
harus dalam berada dalam kadar gula tertingginya. Gula oleh tanaman tebu akan
disimpan di dalam batangnya, dan kadar gula dalam batang tebu ini ternyata
tidak bisa terus stabil, malah lebih sering kadar gula dari tanaman tebu untuk
mengalami penurunan. Sehingga untuk mengurangi kerugian dari pihak pabrik gula
dan petani tebu itu sendiri, maka pabrik gula akan melakukan penggilingan, saat
petani melakukan panen dimana kadar gula di dalam tebu sedang berada dalam
posisi tertingginya. “Biasanya kadar gula di dalam tebu akan meningkat pada
saat memasuki musim kemarau, dan nanti pada saat memasuki musim penghujan kadar
air di dalam tebu yang akan meningkat, sehingga secara otomatis akan membuat
kadar gulanya menjadi turun” ujarnya.
Elya Azis bersama pemilik kebun tebu yang sedang masa panen
Hal
tersebut senada dengan Ketua Kelompok Tani “Masago Jaya”, Andi Baso. Dia
menceritakan bahwa sebenarnya jika kandungan air di dalam tebu sangat tinggi
(misalnya saat terkena hujan sebelum digiling), maka yang terjadi adalah waktu,
tenaga, dan pastinya biaya untuk memproses air gula menjadi gula kristal
meningkat, sehingga secara otomatis akan menurunkan pendapatan petani dan
pabrik gula. “Makanya sebisa mungkin pada saat musim giling mulai, diperkirakan
jatuh pada musim kemarau, tujuannya agar pabrik gula bisa mendapatkan gula
dengan kualitas yang baik, dan dengan biaya yang lebih murah. Yang akhirnya
akan memberikan keuntungan” ungkap Baso.
Di
lain sisi, menurut para petani tebu bahwa sudah menjadi rahasia umum yang
beredar di masyarakat, bahwa terkadang untuk menjaga agar selama musim kemarau
tidak turun hujan, maka para petani maupun pihak pabrik gula juga melakukan
hal-hal mistis, seperti menggunakan jasa dari pawang hujan, untuk mencegah agar
tidak ada hujan selama musim panen dan musim giling berlangsung. “Hal tersebut
dilakukan selain dengan alasan kualitas, juga mempengaruhi mobilitas petani
saat panen dan kendaraan yang dipakai untuk memuat dan mengangkut hasil panen
tebu” terang Baso.
Elya
Azis pun berharap agar kegiatan tebang, muat dan angkut dalam proses panen tebu
ini dapat berjalan lancar, sehingga keuntungan petani dari tanaman tebu ini
dapat dirasakan secara maksimal dan produksi tebu di Kabupaten Bone dapat
meningkat sehingga program Swasembada Gula di Tanah air kita Indonesia dapat
tercapai.
Yusran A. Yahya NS (Penyuluh Dinas Peternakan Kab. Bone)
Telah diterbitkan pula di cybex.pertanian.go.id