DIOLUHTAN-suluhtani. JAKARTA. Dalam rangka memberikan jaminan kesehatan, keamanan, dan kelayakan daging kurban pada pelaksanaan ibadah kurban Hari Raya Idul Adha 1440 H (2019 M), Kementrian Pertanian (Kementan) RI melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) akan meningkatkan pengawasan teknis kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner hewan kurban. Hal tersebut disampaikan oleh I Ketut Diarmita, Dirjen PKH, Kementan beberapa waktu lalu.
Seperti yang dilansir di website ditjennak.pertanian.go.id pada Juli lalu, beberapa langkah dan upaya yang telah dilakukan adalah meminta Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan provinsi dan kabupaten/kota untuk segera melaksanakan kegiatan pemeriksaan kesehatan hewan kurban di tempat penampungan/pemasaran, pengaturan dan pengawasan tempat penampungan/pemasaran hewan, pengawasan pelaksanaan dan jadwal vaksinasi anthraks, sosialisasi dan bimbingan teknis kepada petugas dan panitia pelaksana kurban, serta pemeriksaan teknis pada hewan sebelum dan setelah pemotongan saat pelaksanaan kurban. "Sudah ada 2 surat edaran Dirjen PKH yang kita kirimkan ke provinsi/kabupaten/kota dalam rangka peningkatan kewaspadaan terhadap penyakit serta penjaminan keamanan produk hewan kurban yang ASUH," ungkap Ketut.
Foto: FP Kementrian Pertanian
Lebih lanjut, I Ketut mengungkapkan bahwa Kementan
juga akan menerjunkan Tim Bantuan Pengawasan Hewan Kurban 1440H untuk: (1)
melaksanakan supervisi pemeriksaan dokumen kesehatan hewan; (2) melakukan
pemeriksaan sebelum dan setelah pemotongan (ante dan post mortem); dan (3)
mengawasi penyembelihan dan penanganan daging serta jeroan hewan kurban, selama
Hari Raya Kurban. "Sebagai bentuk
perlindungan kesehatan masyarakat dari ancaman penyakit seperti penyakit
Anthrax, sama dengan tahun-tahun sebelumnya, kita akan segera terjunkan Tim
Pemantauan Hewan Kurban di seluruh Indonesia yang terdiri dari petugas pusat,
provinsi, kab/kota, juga dari unsur mahasiswa kedokteran hewan, dan organisasi
profesi" tambah Ketut.
Sementara itu, Syamsul Ma'arif, Direktur
Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ditjen PKH menambahkan bahwa Kementan juga akan
memberikan Bimbingan Teknis bagi panitia kurban terkait penanganan hewan
kurban, penyembelihan halal, dan penanganan daging kurban yang higienis untuk
petugas Dinas di Jabodetabek, serta memberikan sosialisasi tentang pelaksanaan
pemotongan hewan kurban baik melalui berbagai media secara langsung maupun
tidak langsung.
Dalam rangka penjaminan halal, Syamsul
juga menerangkan bahwa Kementerian Agama akan menurunkan 10 tim untuk bersama
sama Ditjen PKH melakukan pemantauan dari aspek kehalalan dalam proses
pemotongan hewan kurban serta melakukan penyuluhan kepada DKM terkait
persyaratan hewan kurban sesuai syariah Islam di Daerah Bogor, Depok, dan DKI
Jakarta.
Kebutuhan
dan Syarat Hewan Kurban
Berdasarkan data Dirjen PKH tahun 2018,
Syamsul menjelaskan bahwa penyembelihan hewan kurban di Indonesia mencapai
1.224,284 ekor, terdiri dari 342.261 ekor sapi, 11.780 ekor kerbau, 650.990
ekor kambing, dan 219.253 ekor domba. Kebutuhan ternak untuk ibadah kurban
tahun 2019 ini diprediksi akan meningkat sekitar 10% dari kebutuhan tahun 2018.
Untuk mengantisipasi kebutuhan tersebut telah dilakukan rapat koordinasi
evaluasi pasokan sapi dan daging lokal menjelang hari raya kurban 1440 H / 2019
antara Kementerian Koordinator Perekonomian, Ditjen PKH serta Dinas yang
membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Lebih lanjut, Syamsul memaparkan bahwa
berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 114 Tahun 2014 tentang Pemotongan
Hewan Kurban, hewan yang akan digunakan untuk ibadah kurban adalah ternak lokal
yang telah memenuhi sesuai kriteria syariah Islam yaitu: a) sehat; b) tidak
cacat, seperti: buta, pincang, patah tanduk, putus ekornya atau mengalami
kerusakan daun telinga; c) tidak kurus; d) berjenis kelamin jantan, tidak
dikebiri, memiliki buah zakar lengkap 2 (dua) buah dengan bentuk dan letak yang
simetris; dan e) cukup umur yaitu untuk sapi/kerbau diatas 2 (dua) tahun dan
kambing/domba diatas 1 (satu) tahun atau ditandai dengan tumbuhnya sepasang
gigi tetap.
Untuk mendukung pelaksanaan pemotongan
kurban nasional, Syamsul menjelaskan sejak tahun 2016 Ditjen PKH telah
melaksanakan program penataan pelaksanaan kurban nasional melalui fasilitasi
lokasi-lokasi pemotongan kurban dengan jumlah besar untuk menjadi percontohan
fasilitas dengan persyaratan minimal yang harus dipenuhi untuk melakukan
pemotongan hewan kurban. "Hingga
tahun 2019, pembangunan fasilitas percontohan pemotongan hewan kurban ini telah
terlaksana di 21 lokasi di Provinsi Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur,
Papua, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah, Banten dan NTB. Khusus di tahun 2019,
pembangunan dilaksanakan di 3 lokasi yaitu di Provinsi Jawa Barat, Banten, dan
NTB," tambah Syamsul.
Ketut Diarmita juga berharap bahwa
langkah-langkah yang dilakukan Kenentan tersebut di atas dapat memberikan
ketentraman bathin kepada umat Muslim yang akan melaksanakan ibadah kurban
sekaligus memberikan jaminan keamanan dan kesehatan daging kurban bagi
masyarakat yang membutuhkan.
Kementan
Tingkatkan Pengawasan Lalu Lintas Dan Pemeriksaan Hewan Kurban
Dilansir di website ditjennak.pertanian.go.id
(Sabtu, 27/07/2019). Ditjen PKH Kementan melakukan peningkatan pengawasan lalu
lintas dan pemeriksaan hewan kurban jelang Hari Raya Idul Adha, hal ini
dilakukan guna mencegah hewan yang tidak sehat dilalulintaskan dan kemudian
dibeli oleh masyarakat untuk kurban.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur
Kesehatan Hewan, Fadjar Sumping Tjatur Rasa yang mewakili Dirjen PKH pada Rapat
Pengawasan Lalu Lintas Hewan Kurban di Gedung C Kanpus Kementan (25/7) lalu. “Masyarakat memerlukan jaminan untuk
kesehatan hewan kurban yang akan mereka potong dan produknya yang Aman, Sehat,
Utuh, dan Halal (ASUH)’’ tegas Fadjar.
Direktur Kesehatan Hewan Ditjen PKH, Fadjar Sumping Tjatur Rasa (Tengah) saat Rapat Pengawasan Lalu Lintas Hewan Kurban (Foto: ditjennak.pertanian)
Pertemuan koordinasi pengawasan lalu
lintas hewan kurban ini dihadiri oleh Balai Besar Veteriner atau Balai
Veteriner Unit Pelaksana Teknis dibawah Koordinasi Kementerian Pertanian, Dinas
yang membidangi fungsi peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi dan
Kabupaten/Kota; Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI),
serta Tim Pengawal dan Pemantauan Hewan Kurban Bantuan Presiden Ditjen PKH.
Fadjar menegaskan bahwa koordinasi dengan seluruh stakeholder ini diperlukan
dalam rangka pemetaan untuk mengawasi dan memantau wilayah pemasok/pengirim dan
juga penerima hewan yang berisiko terjangkit Penyakit Hewan Menular Strategis
(PHMS).
Dalam pertemuan tersebut juga
diidentifikaai titik tempat penampungan dan penjualan hewan kurban. Menurutnya
keberhasilan seluruh pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pemantauan hewan
kurban akan dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, peran seluruh petugas, dan
partisipasi masyarakat. Lanjut Fadjar menjelaskan Kesehatan Hewan erat
kaitannya dengan syarat utama dalam memilih hewan kurban yang sesuai syariat
Islam yakni tidak cacat, sehat, dan sesuai umurnya. Hal tersebut dapat
dilakukan oleh petugas kesehatan hewan yang melakukan pemeriksaan hewan sebelum
dipotong (pemeriksaan ante mortem) guna mencegah penularan penyakit yang dapat
menular dari hewan ke manusia (zoonosis). Jika petugas menemukan hewan kurban
yang sakit, maka harus segera melaporkan ke dinas yang membidangi fungsi
peternakan dan kesehatan hewan dengan cepat, sehingga dapat dilakukan
obeservasi dan pemeriksaan lebih lanjut terhadap ternak tersebut. Namun bila
dalam pemeriksaan, ditemukan ketidaklayakan untuk dikurbankan, maka dapat
diambil keputusan untuk menunda hewan tersebut untuk disembelih atau mengganti
hewan kurban yang sakit/cacat dengan hewan kurban yang sehat. “Peran dokter hewan, paramedik dan petugas
kesehatan hewan pada saat ini sangatlah penting, dengan adanya pemeriksaan yang
dilakukan oleh petugas akan memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat”
ujar Fadjar.
Pemeriksaan setelah proses penyembelihan
(post mortem) juga tidak kalah penting, dimana petugas akan melakukan
pemeriksaan terhadap jeroan, hati, paru-paru, limfa serta bagian lain yang
penting untuk diperiksa. Jika ditemukan kelainan pada organ tersebut, maka
produk tersebut tidak boleh dikonsumsi dan diafkir. “Untuk memastikan kesehatan hewan kurban, pastikan hewan tersebut
disertai dengan dokumen surat keterangan kesehatan hewan (SKKH),’’ tegas
Fadjar.
Penyuluh Pertanian saat melakukan Pemantauan dan Pengawasan Pelaksanaan Kegiatan Pemotongan Hewan Kurban (Foto ilustrasi: suluhtani.com)
Kementan
Latih Dan Terjunkan Tim Pemantau Hewan Kurban
Dalam rangka menjaminan kesehatan,
keamanan, dan kelayakan daging yang dihasilkan dari pemotongan hewan kurban
pada Hari Raya Idul Adha 2019/1440 H, Ditjen PKH Kementan menurunkan 105 orang
petugas ke wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Pelepasan tim
pemantau hewan kurban ini dilakukan oleh Dirjen PKH, I Ketut Diarmita di
Jakarta, (Selasa, 06/08), seperti yang dilansir di website ditjennak.pertanian.go.id.
Tim Ditjen PKH ini akan menjadi bagian
dari ribuan petugas yang diterjunkan untuk pemeriksaan hewan kurban yang
berasal dari berbagai instansi seperti mahasiswa kedokteran hewan, petugas
dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan, organisasi profesi
dan profesional dibidang kesehatan hewan dan masyarakat veteriner di seluruh
Indonesia.
(Foto: ditjennak.pertanian)
Pelepasan Tim Pemantauan Pemotongan Hewan
Kurban tersebut dilakukan setelah acara Pelatihan atau Bimbingan Teknis bagi
para petugas. Acara ini dihadiri oleh perwakilan dari Perhimpunan Dokter Hewan
Indonesia (PDHI), Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (Askesmaveti),
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dan petugas pemantau hewan
kurban Ditjen PKH.
Dalam sambutannya Ketut menyampaikan
pentingnya pengawasan lalu lintas ternak dalam menghadapi Hari Raya Kurban,
mengingat baru-baru ini merebak kembali kasus Anthraks di Kabupaten Gunung
Kidul, DIY. Petugas bekerjasama dengan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) diminta
memastikan bahwa hewan kurban yang akan dipotong adalah hewan yang sehat
sehingga masyarakat tidak khawatir akan munculnya penyakit hewan khususnya
zoonosis setelah mengkonsumsi daging kurban.
Dirjen PKHKementan, I Ketut Diarmita (Foto: ditjennak.pertanian)
Menurut Ketut, penjaminan kesehatan hewan
sangat penting untuk mencegah menyebarnya penyakit dari satu daerah tertular ke
daerah lainnya. Oleh karena itu penting untuk hewan yang ditransportasikan agar
disertai dengan Sertifikat Veteriner/Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH)
sebagai bukti hewan tersebut sudah diperiksa oleh dokter hewan yang berwenang
di daerah asal dan sehat untuk ditransportasikan. "Jika menemukan adanya gejala penyakit yang mencurigakan, petugas
harus memberikan respon cepat dengan berkoordinasi dengan dinas setempat dan
balai veteriner," pinta Ketut. Selain itu, Ketut juga meminta petugas
untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat bahwa tempat pemotongan hewan
kurban harus layak dan higienis.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner,
Syamsul Ma’arif mengamini pernyataan Ketut bahwa petugas perlu bekerjasama
dengan aparat daerah setempat untuk mengedukasi masyarakat agar tidak memotong
hewan kurban di sembarang tempat. Untuk itu perlu penataan lokasi pemotongan
hewan kurban, sehingga dapat dipantau dengan baik. Syamsul juga menambahkan
bahwa Pemerintah memiliki tanggung jawab terhadap kelayakan produk hewan yang
diedarkan dan dikonsumsi oleh masyarakat.
Sementara itu Hadri Latif, pakar kesehatan
masyarakat veteriner (kesmavet) dari FKH IPB menyampaikan pentingnya penerapan
aspek kesmavet dalam penanganan hewan dan daging kurban. Prinsip-prinsip
kesejahteraan hewan, pemeriksaan sebelum pemotongan (ante mortem) dan setelah
pemotongan (post mortem), serta higiene sanitasi harus dipahami oleh petugas,
karena hal ini menentukan kelayakan produk hewan yang akan dikonsumsi.
Menurut Hadri, dalam pemeriksaan setelah
hewan disembelih (post mortem) pada jeroan kadang ditemukan adanya cacing baik
itu cacing hati maupun cacing lambung. Jika pada organ hati, terutama di
saluran empedu hati, ditemukan cacing, maka bagian hati yang mengandung cacing
tersebut harus disayat dan dimusnahkan. Jika sebagian besar hati yang
mengandung cacing menjadi “mengeras” maka keseluruhan hati tersebut harus
dipisahkan untuk dimusnahkan, karena tidak layak untuk konsumsi manusia. "Cacing pada hati dalam bentuk dewasa
tidak membahayakan kesehatan konsumen, artinya cacing hati tersebut tidak dapat
menular atau menginfeksi konsumen jika dikonsumsi," jelas Hadri.
(Foto: ditjennak.pertanian)
Menurut Hadri, jenis cacing lain yang
sering ditemukan di saluran pencernaan rumen dan retikulum (lambung babat)
adalah Paramphistom. Cacing ini bentuknya seperti cerutu yang menempel di
permukaan lambung. Seperti cacing hati, cacing ini harus dibuang dengan
mengerok permukaan lambung tempat cacing tersebut menempel.
(Foto ilustrasi: suluhtani.com)
Hadri menegaskan jika terdapat kelainan
pada daging/jeroan bila kelainan sebagian kecil maka bagian yg mengalami
kelainan disayat dan dibuang (trimming) sedangkan bagian yang normal boleh
dikonsumsi, namun bila kelainannya ditemukan pada seluruh bagian maka organ
tersebut harus dimusnahkan.
Editor
dan Re-Post: Y.A. Yahya
Source: 1.Kesiapan Kementan untuk Penjaminan Keswan Kurban (23/7); 2.Kementan tingkatkan Pengawasan Lalu Lintas & Pemeriksaan Hewan (27/7); dan 3.Kementan Latih & Terjunkan Tim Pemantau Hewan Kurban (06/08)