DIOLUHTAN-suluhtani. JABAR. Kementerian Pertanian (Kementan) RI melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menyelaraskan implementasi satu data komoditas peternakan yang berkualitas. Kementan selalu berkoordinasi secara intensif dengan BPS dalam penghitungan data komoditas peternakan yang berkualitas sehingga dapat menjadi acuan dalam pengembangan kebijakan.
Hal tersebut disampaikan Dirjen PKH, I Ketut Diarmita dalam acara Pertemuan Verifikasi dan Validasi Data Peternakan dan Kesehatan Hewan Tingkat Nasional II Tahun 2019 di Bogor pada Senin (5/8/2019). “Untuk itu kebijakan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan harus didasarkan pada data dan informasi yang akurat, sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, Ditjen PKH kerjasama dengan BPS untuk Satu Data, agar metode yang digunakan oleh Ditjen PKH sama dengan BPS” tegas Ketut pada pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan dari BPS RI, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (Pusdatin) Kementerian Pertanian, dan dari Dinas/Kelembagaan yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan dari 34 Provinsi, serta kabupaten/kota terpilih.
(Foto Ki-Ka) Dirjen PKH, I Ketut Diarmita,
Sekretaris Ditjen PKH, Nasrullah dan Kabid Statistik
Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan BPS, Hasnizar Nasution dalam acara Pertemuan Verifikasi Data Peternakan dan
Kesehatan Hewan Tingkat Nasional I Tahun 2019 di Bogor, (5/7/2019).
Ditjen
PKH terus melakukan pemutakhiran pencatatan data sektor peternakan, seperti
tentang kelahiran dan kebuntingan ternak sapi serta kerbau, dan kejadian
penyakit hewan dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Hewan
Nasional Terintegrasi (ISIKHNAS). Sedangkan untuk perunggasan, saat ini Ditjen
PKH sedang memperbaiki data perunggasan dengan terus melakukan koordinasi bersama
stakeholder terkait. “Kami berkeinginan
untuk memperbaiki data sistem perunggasan, data ruminansia dan problem
ruminansia di Indonesia, hal ini telah menjadi komitmen Ditjen PKH untuk
menghasilkan data berkualitas yang artinya data tersebut mudah diakses, akurasi
tepat dan cepat, sehingga dalam memecahkan masalah peternakan dapat dilakukan
secara efektif dan efisien” tambah Ketut.
Untuk
mewujudkan kualitas data yang baik dan terintegrasi diperlukan koordinasi yang
intensif dengan penyedia data mulai dari tingkat lapangan, tingkat
kabupaten/kota, provinsi hingga pusat. Setiap unit penanggung jawab data dan
informasi harus mempunyai database yang terupdate bahkan secara real time,
sehingga pelaksanaan pembangunan yang berhubungan dengan teknis institusinya
secara cepat dan valid bisa terukur langsung dan diketahui progres dan target
pencapaiannya. “Pengumpulan dan
pencatatan data per komoditas di setiap daerah sangat penting untuk pembuatan
clustering, sehingga pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan lebih terfokus
per komoditas dan tepat sasaran," lanjut Ketut.
Ketut
mengapresiasi BPS atas pelaksanaan Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS 2018)
melalui proses Verifikasi dan Validasi Data Peternakan secara berjenjang
(kab/kota; provinsi hingga nasional) diketahui bahwa dari hasil perhitungan
populasi dengan menggunakan SUTAS 2018 terkoreksi, diperoleh perkiraan populasi
ruminansia besar pada tahun 2018 sebanyak 17.909.045 ekor dengan rincian sapi
potong 16.432.945 ekor, sapi perah 581.822 ekor, dan kerbau 894.278 ekor. Pada
tahun 2019 ini, populasi tersebut berkembang sehingga mencapai total 18.120.831
ekor ruminansia besar. "Angka
perkiraan tersebut dapat dijadikan sebagai Angka (Populasi Awal) P0 2018, untuk
penghitungan estimasi data populasi hingga nanti dilaksanakannya Sensus
Pertanian pada Tahun 2023 (ST 2023)" terang Ketut.
Ketut
juga menambahkan adanya kegiatan SUTAS 2018 dapat menjadi momentum penting
sebagai awal membangun kerjasama dan koordinasi yang lebih baik ke depan untuk
melakukan pembenahan dan perbaikan terhadap metodologi pendataan komoditas
peternakan antara Ditjen PKH dan BPS RI dalam mewujudkan “Satu Data Peternakan
Berkualitas” dengan data kondisi terkini yang mencerminkan dinamika populasi
ternak, wilayah potensi, dan sarana dan prasarana yang dibutuhkan
Aksi Menuju Satu Data
Indonesia (SDI)
Sekretaris
Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nasrullah mengatakan pelaksanaan
pendataan data peternakan dan kesehatan hewan sering terkendala dalam melakukan
implementasi Petunjuk Teknis (Juknis) di daerah yang masih belum optimal, hal
ini disebabkan sering terjadi pergantian petugas data tanpa ada transfer ilmu,
sehingga petugas baru kurang memahami. Permasalahan lainnya adalah terkait
pelaporan data dari daerah belum dilakukan secara online sehingga perlu
dibangun pelaporan data secara online. Hal ini menyebabkan perbedaan pemahaman
konsep dan definisi, titik atau waktu pendataan, dan jenis data.
Oleh
karenanya, Nasrullah menegaskan bahwa Juknis Pengumpulan dan Penyajian Data
Peternakan dan Kesehatan Hewan berperan penting untuk memberikan prosedur
operasional baku dalam hal pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data
peternakan baik di pusat maupun dinas peternakan/dinas yang melaksanakan fungsi
pembangunan peternakan di provinsi dan kabupaten/kota. “Untuk mendapatkan data peternakan dan kesehatan hewan yang berkualitas
dan dapat dipertanggungjawabkan,“ ungkap Nasrullah.
Lebih
lanjut Nasrullah menuturkan bahwa Pertemuan Verifikasi dan Validasi Data
Peternakan Tingkat Nasional II ini memberikan kesempatan bagi Dinas provinsi
dan kab/kota untuk melakukan koreksi terhadap data hasil SUTAS2018, dengan
memberikan data dukung berupa hasil pendataan data by name by address dan
selanjutnya diserahkan ke BPS melalui Ditjen PKH untuk diverifikasi kembali. “Apabila data dukung (data by name by
address) dimaksud belum dapat disampaikan, maka data populasi sapi dan kerbau
adalah menggunakan data populasi yang terkoreksi dengan parameter perubahan
jumlah Rumah Tangga hasil SUTAS 2018 oleh BPS RI” jelasnya.
Narasumber dan para peserta Pertemuan Verifikasi Data Peternakan dan Kesehatan Hewan Tingkat Nasional I 2019
Sementara
itu, Kepala Bidang Statistik Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan BPS, Hasnizar
Nasution, menyampaikan bahwa permasalahan yang cukup riskan adalah apabila data
yang diberikan ke BPS berbeda antara instansi provinsi, kabupaten/kota maupun
level kecamatan. Bahkan dengan data departemen/kementerian yang terkait dengan
lingkup SKPD tersebut. “Jangan sampai
muncul beberapa data yang berbeda antar instansi pemerintah sehingga timbul
kebingungan dan kegaduhan di masyarakat” ungkap Hasnizar.
Untuk
itu, Hasnizar menyampaikan Presiden telah menandatangani Perpres No 39 Tahun
2019 tentang Satu Data Indonesia pada bulan Juni 2019 guna mewujudkan data yang
akurat, mutakhir, terpadu, terintegrasi, dan mudah diakses oleh pengguna.
Editor
dan Re-Post: Y.A. Yahya
Source: www.ditjennak.pertanian.go.id