DIOLUHTAN-suluhtani. Keberhasilan setiap usaha peternakan tidak hanya bergantung atas faktor- faktor bibit, pakan, dan manajemen, akan tetapi bergantung pula terhadap faktor penyakit. Usaha yang telah dirintis dengan susah payah akan jadi sia sia, bila peternak tidak memperhatikan kesehatan ternak. Oleh karena itu pengendalian penyakit menjadi lebih utama dibandingkan pengobatan terhadap penyakit yang telah berjangkit di suatu peternakan. Berdasarkan penyebabnya, penyakit dikelompokkan ke dalam enam kelompok, yaitu :
1. Penyakit yang diakibatkan oleh parasit.
2. Penyakit yang diakibatkan oleh virus.
3. Penyakit yang diakibatkan oleh bakteri.
4. Penyakit yang diakibatkan oleh gangguan metabolisme.
5. Penyakit yang diakibatkan oleh faktor keturunan (genetik).
6. Penyakit yang diakibatkan oleh kesalahan nutrisi, penatalaksanaan atau lingkungan.
Selain
berdasarkan penyebabnya, penyakit dapat pula dikelompokkan berdasarkan sistem
tertentu di dalam tubuh ternak, antara lain ;
Penyuluh/Mantri Hewan berada di Kandang Kambing milik Petani
1. Penyakit pada
sistem pencernaan.
2. Penyakit yang
menyerang hati.
3. Penyakit pada
sistem cardiovaskuler.
4. Penyakit pada
darah dan organ-organ pembentuk darah.
5. Penyakit pada
sistem urinary (saluran kencing).
6. Penyakit pada
sistem saraf.
7. Penyakit pada
perototan dan pertulangan
8. Penyakit pada
kulit.
9. Penyakit pada
sistem reproduksi.
Pada
ulasan singkat ini akan dibahas khusus tentang penyakit yang diakibatkan oleh
gangguan
yang
terjadi pada tubuh ternak ruminansia.
1.
Bloat (Kembung perut, Timpani ruminal, Tympanitis,
Hoven, Meteorism)
Bloat/ kembung
perut merupakan bentuk penyakit/ kelainan alat pencernaan yang bersifat akut,
yang disertai penimbunan gas di dalam lambung ternak ruminansia. Penyakit
kembung perut pada sapi lebih banyak terjadi pada sapi perah dibandingkan
dengan sapi pedaging atau sapi pekerja.
a.
Penyebab
Bloat/ kembung
perut dapat disebabkan oleh 2 faktor yaitu:
1. Faktor
makanan/pakan: a) Pemberian hijauan Leguminosa yang berlebihan; b) Tanaman/
hijauan yang terlalu muda; c) Biji bijian yang digiling sampai halus; d)
Imbangan antara pakan hijauan dan konsentrat yang tidak seimbang (konsentrat
lebih banyak); e) Hijauan yang terlalu banyak dipupuk dengan Urea; f) Hijauan
yang dipanen sebelum berbunga (terlalu muda) atau sesudah turunnya hujan
terutama pada daerah yang sebelumnya kekurangan air; g) Makanan yang rusak/
busuk/ berjamur dan h) Rumput/ hijauan yang terkena embun atau terkena air
hujan.
2. Faktor ternak
itu sendiri : a) Faktor keturunan; b) Tingkat kepekaan dari masing masing
ternak; c) Ternak bunting yang kondisinya menurun; d) Ternak yang sedang sakit
atau dalam proses penyembuhan; e) Ternak yang kurang darah (anemia); dan f)
Kelemahan tubuh secara umum.
b.
Penularan
Penyakit ini
tidak menular.
Tanda tanda
penyakit: a) Perut sebelah kiri membesar, menonjol keluar dan kembung berisi
gas; b) Ternak tidak tenang, gelisah, sebentar berbaring lalu segera bangun; c)
Ternak mengerang kesakitan; d) Nafsu makan turun bahkan tidak mau makan; e) Ternak
bernapas dengan mulutnya; f) Pada saat berbaring, ternak menjulurkan lehernya
untuk membebaskan angin/ gas dari perut.
c.
Pencegahan
Pencegahannya
antara lain: a) Jangan menggembalakan/ melepas ternak terlalu pagi, karena
rumput masih mengandung embun; b) Jangan membiarkan ternak terlalu lapar; c) Hijauan
yang akan diberikan hendaknya dilayukan terlebih dahulu; d) Jangan memberikan
makanan yang sudah rusak/ busuk/ berjamur; e) Jangan memberikan rumput muda
atau rumput yang basah karena embun/hujan dan rumput yang bercampur kotoran; f)
Menghindari leguminosa yang terlalu banyak dalam ransum; g) Hindari pemberian
rumput/ hijauan yang terlalu banyak, lebih baik memberikan sedikit demi sedikit
tetapi sering kali.
d.
Pengobatan
1.
Secara medis
a.
Anti Bloat (bahan aktif: Dimethicone), dosis sapi/ kerbau: 100 ml
obat diencerkan dengan 500 ml air, sedang untuk kambing/ domba: 25 ml obat diencerkan
dengan 250 ml air, kemudian diminumkan.
Mantri Hewan/PPL, Yusran A. Yahya, memberikan Larutan Dimethicone
b.
Wonder Athympanicum, dosis: sapi/ kerbau: 20 – 50 gram, sedang untuk kambing/
domba: 5 – 20 gram, dicampur air secukupnya, kemudian diminumkan.
2. Secara
tradisional.
a.
100 – 200 ml minyak goreng/ minyak kelapa dicampur minyak kayu putih/minyak
atsiri lainnya, kemudian diminumkan.
b.
Ternak diberi gula merah yang disedu dengan asam Jawa.
c.
Jahe (secukupnya) digiling, tambahkan 1 sendok teh kopi bubuk, campurkan dengan
100 – 150 ml air . Berikan setiap hari sampai sembuh.
d.
Jahe (secukupnya) digiling, gosokkan pada tubuh ternak 1- 3 kali/hari.
e.
Berikan daun pepaya segar sebagai pakan.
f.
Satu sendok teh kopi bubuk, satu sendok teh garam, campurkan dengan air sebanyak
100 – 150 ml. Berikan setiap 2 kali sehari sampai sembuh.
e.
Hubungan Kesehatan Masyarakat:
Tidak ada,
artinya penyakit ini tidak menular kepada manusia dan apabila dipotong dagingnya
dapat dikonsumsi.
2.
Ketosis
Ketosis adalah
kelainan fisiologis yang biasanya terjadi pada sapi perah beberapa minggu post
partum. Tanda-tanda ketosis antara lain anorexia, atony rumen, konstipasi,
turunnya produksi susu dan penurunan berat badan.
Kelainan ini
dapat terjadi dalam bentuk primer ataupun sekunder. Ketosis primer adalah
kelainan metabolik yang terjadi apabila tidak disertai kondisi patologis lainnya,
sedangkan ketosis sekunder adalah dampak dari kelainan patologis lainnya seperti
milk fever, mastitis, metritis atau retensio sekundinarum. Mekanisme yang menyebabkan
ketosis belum diketahui dengan pasti.
Salah satu
penyebab utamanya adalah kebutuhan glukosa yang meningkat untuk sintesa susu
pada awal masa laktasi karena sapi akan memanfaatkan cadangan lemak tubuh
sebagai sumber energi. Namun oksidasi asam lemak yang tidak sempurna terjadi
dan terbentuk badan-badan keton, level gula darah turun, keton dalam darah meningkat
dan terjadi infiltrasi lemak dalam jaringan hati.
Faktor penyebab
kunci terjadinya ketosis yaitu tidak cukupnya pasokan energi dan protein
setelah sapi beranak. Pengobatan yang sering dilakukan pada sapi yang menderita
ketosis adalah infus glukosa intravena. Dalam beberapa kejadian injeksi glukokortikoid
juga sering dilakukan.
Tindakan terbaik
yang dapat dilakukan adalah pemberian pakan yang sangat palatable yang akan
menstimulasi pasokan bahan kering dan energi. Ketosis dapat dicegah dengan
pemberian ransum seimbang pada masa awal laktasi dan memaksimalkan pasokan
bahan kering pada ransumnya. Hendaknya sapi diberikan hijauan dengan kualitas
yang baik terutama pada awal masa laktasi. Perhatian khusus sangat diperlukan
pada masa kering kandang, sapi tidak boleh terlalu gemuk.
Pemberian niacin
pada ransum 2 minggu sebelum melahirkan sampai dengan 10 hari setelah
melahirkan dapat membantu mencegah terjadinya ketosis
3
Grass Tetany
Grass Tetany
adalah gangguan metabolisme yang serius diindikasikan dengan rendahnya level
magnesium dalam darah. Grass tetany juga disebut grass staggers dan white
pasture poisoning. Penyakit ini biasanya terjadi pada induk betina yang sedang
menyusui anaknya kurang dari umur dua tahun, namun penyakit ini juga dapat
terjadi pada sapi perah dara maupun pada fase kering serta dapat terjadi pada pedet
pada fase pertumbuhan. Hal tersebut sering terjadi pada ternak sapi yang menkonsumsi
rumput dengan kadar air yang tinggi atau rumput yang umurnya mash terlalu muda
biasanya terjadi pada ternak yang dipelihara di lahan penggembalaan.
Pemupukan yang
kaya nitrogen akan mengakibatkan penurunan ketersediaan magnesium, khususnya
untuk tanah yang tinggi kadar potassium atau aluminium. Grass tetany sering
terjadi pada musim dingin (suhu pada kisaran 45-60 ºF), ketika rumput tumbuh
dengan subur atau saat musim gugur diikuti dengan tumbuhnya tanaman baru.
Grass tetany
ditandai dengan tidak terkoordinasinya pergerakan dan diakhiri dengan, menggigil
koma, dan kematian. Ternak-ternak pada lahan penggembalaan diketahui megalami
kematian tanpa sakit. Menggigil biasanya tampak pada ternak jika ternak menderita
grass tetany hingga mengalami kematian.
Tindakan
pencegahan tergantung besarnya kondisi penyebab timbulnya penyakit tersebut
yang harus ditangani. Kurangi akses ternak terhadap hijauan yang beresiko tinggi
jika mengkonsumsinya. Sapi jantan, sapi dara, sapi perah, dan induk sapi yang memiliki
anak berumur lebih dari 4 bulan rentan terserang penyakit ini.
Penggunaan
dolomit atau batu kapur yang kaya magnesium pada hijauan termasuk leguminosa
dalam padang campuran akan menurunkan resiko terserangnya penyakit grass tetany
pada ternak umbaran. Suplementasi akan meningkatkan lavel magnesium dalam darah
dan mengeliminir kejadian grass tenany selain itu pemberian magnesium pada
pakan dalam jumlah yang sesuai juga dapat mencegah timbulnya penyakit tersebut.
4.
Milk Fever
Kasus milk fever
(hypocalcemia) ditemukan selama duapuluh tahun terakhir pada peternakan domba.
Domba betina yang sedang menyapih selama dua sampai tiga minggu. Domba betina
yang berukuran sedang, galur murni Katahdin dikawinkan dengan domba jantan ¾ Dorper.
Memperoleh 2 lbs pakan barley per hari dan 2 lbs campuran rumput/clover hay,
yang pemberiannya tidak secara bersamaan. Domba-domba tersebut juga menapatkan
campuran mineral secara bebas. Setelah beberapa hari ditemukan domba-domba
tesebut mengalami kelumpuhan. Kondisi tersebut dimungkinkan adalah milk fever,
permasalahan yang timbul selama periode akhir masa kebuntingan. Domba-domba
tersebut menerima pakan yang rendah kandungan kalsiumnya. Berley dan
rumput-rumputan relatif rendah kandungan kalsiumnnya, sehingga tidak banyak
kontribusinya jika diberikan pada ternak.
Khususnya untuk
ternak pada periode akhir kebuntingan tidak direkomendasikan memberikan hanya
hijauan berupa rumput-rumputan.
Demikianlah ulasan singkat mengenai
gangguan metabolisme yang terjadi pada ternak ruminansia seperti penyakit-penyakit yang
diakibatkan oleh gangguan metabolisme yang meliputi bloat,
grass titany, ketosis dan milk fever. Semoga bermanfaat bagi para petani,
khususnya penyuluh pertanian dan stake holder peternakan lainnya.
Re-suluh:
Yusran A. Yahya NS
Sumber
Kutipan: Bahan Ajar Ilmu
Nutrisi Ruminansia UGM, 2012