DIOLUHTAN-suluhtani. Bahaya sampah plastik semakin dipahami banyak orang. Keberadaan sampah plastik terbukti mengancam keberlangsungan bumi di masa mendatang. Perlu upaya bersama menghentikan produksi sampah plastik
Salah satu upayanya dengan penerbitan aturan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. Selain itu, lembaga swasta yang diinisiasi oleh lembaga non Pemerintah, juga berkampanye untuk menghentikan produksi sampah plastik.
Agar lebih efektif, perusahaan
swasta yang menjadi produsen sampah plastik, didorong terlibat langsung dengan
cara meninjau ulang kemasan produk yang umumnya dari plastik. Dan mengelola
sampah plastik dari produknya dari masyarakat dan mendaur ulang untuk kemasan
baru
Dalam laporan Greenpeace berjudul “Sebuah Krisis Kenyamanan”,
dunia bisnis menjadi salah satu penyumbang produksi sampah plastik di
Indonesia. “Bisnis perusahaan barang kebutuhan sehari-hari (fast moving
consumer goods) termasuk produk makanan, tumbuh sebesar 1-6 persen
per tahun. Ini artinya volume sampah kemasan plastik akan terus bertambah,”
ungkap Atha, Pengampanye Greenpeace Indonesia
Karena tingkat daur ulang yang sangat rendah, lanjutnya, maka harus ada
tindakan nyata dari produsen dan Pemerintah untuk mengendalikan suplai plastik
sekali pakai. Dengan cara menerapkan ekonomi sirkuler yaitu konsep penggunaan
kembali (reuse). Konsep tersebut, diyakini bisa mengurangi sampah
plastik di seluruh Indonesia, terutama Jakarta.
Produsen Besar
Pentingnya Pemerintah untuk mengambil tindakan, karena Indonesia tercatat
sebagai negara produsen sampah plastik yang sangat tinggi di dunia. Data Bank
Dunia tahun 2018 menyebutkan Indonesia menghasilkan 60 juta ton sampah, 15
persennya merupakan sampah plastik yang membanjiri daratan dan akhirnya
bermuara ke lautan Indonesia.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 87 kota pesisir di Indonesia diketahui
menjadi penyumbang 2 juta ton sampah plastik ke laut. Fakta ini harus menjadi
perhatian semua pihak, terutama Pemerintah.
Sebagai informasi, setiap harinya Jakarta menghasilkan 2.520 monster
plastik seperti itu dari sampah yang dihasilkan oleh masyarakat.
Pandu Laut, komunitas peduli laut yang digagas Menteri Kelautan dan
Perikanan Susi Pudjiastuti, menjadi salah satu komunitas yang ikut bersuara.
Ketua Harian Pandu Laut Prita Laura (mantan penyiar salah satu TV swasta)
mengatakan pihaknya mengajak masyarakat umum mendeklarasikan komitmen anti
sampah dalam keseharian.
Komitmen tersebut, misalnya adalah menolak kantong kresek sekali pakai,
menolak sedotan plastik, memilih produk curah ketimbang sachet, memilah sampah
di rumah, dan membersihkan sampah plastik layak daur ulang sebelum membuangnya.
Semua tindakan tersebut lebih efektif dan berdampak besar karena langsung
dilakukan masyarakat sebagai pengguna plastik.
Menurut Prita, masyarakat perlu disadarkan bahwa gaya hidup keseharian
ternyata menghasilkan sampah yang besar dan akumulasinya telah nyata mengancam
bumi. Sehingga perlu partisipasi masyarakat menghentikan produksi plastic dan
sebarannya. “Masing-masing kita punya
senjata masing-masing untuk mengalahkannya, jika Pemerintah senjatanya adalah
kebijakan, maka kita sebagai masyarakat senjatanya adalah mengubah gaya hidup
yang tidak menggunakan plastik sekali pakai,” ucap dia.
Beberapa komunitas dan LSM lingkungan akhirnya membuat deklarasi bersama
yaitu pertama, mendesak Pemerintah
untuk melarang plastik sekali pakai dan memberlakukan secara nasional. Kedua, mendesak Pemerintah untuk
memperbaiki sistem tata kelola sampah, berupa penegakkan sistem pemilahan dari
sumber hingga akhir, dan mendukung kemasan dalam negeri yang pro lingkungan,
pro kearifan lokal, dan bebas plastik.
Ketiga, mendesak kepada
produsen dan pelaku usaha untuk bertanggung jawab atas sampahnya dengan cara
mengambil kembali sampah kemasan yang dihasilkannya, berinovasi dalam merancang
kemasan plastik agar lebih mudah dipakai ulang, dan berinovasi dalam sistem
pengiriman produk agar tidak mengandalkan plastik.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti beberapa waktu lalu pada
kesempatan tersebut juga menyampaikan bahwa isu sampah plastik harus ditangani
secara serius oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah. Karena sampah plastik yang
bermuara di lautan Indonesia pada akhirnya dimakan ikan-ikan dan kemudian ikan
akan dikonsumsi oleh manusia. “Nanti kita
makan ikan yang isinya plastik. Nanti juga nelayan lebih banyak nangkap plastik daripada ikan. Padahal kan ikan merupakan sumber protein yang mudah
didapat,” tuturnya.
Plastik Sekali Pakai
Untuk itu, Susi mengajak kepada semua pihak di seluruh Tanah Air
berpartisipasi dalam pengurangan sampah plastik. Cara yang paling mudah dengan
mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. “Mari
kita mulai dari diri kita. Janji tidak mau lagi pakai kresek, sedotan plastik,
botol plastik sekali pakai, dan kemasan saset,” ujarnya.
Sebagai gantinya, Susi menyarankan penggunaan produk ramah lingkungan,
seperti tas kain dan botol minum (tumblr). Hal itu, selain menghentikan
produksi sampah plastik, juga membangkitkan ekonomi kerakyatan dari produksi
yang ramah lingkungan. “Minum juga tidak
usah pakai sedotan kayak baby,
kan malu. Kecuali sedotannya bawa sendiri yang
dari logam, bambu, atau kertas,” ucapnya.
Sampah Botol Plastik (dok)
Agar cepat terbiasa hidup anti plastik, Susi mendorong seluruh institusi
Pemerintah segera menerbitkan peraturan pelarangan penggunaan kantong plastik
sekali pakai. Upaya tersebut, sudah dilakukan sejumlah Pemerintah Provinsi dan
Kota/Kabupaten. “Sekarang, pemerintah
Bali dan Banjarmasin sudah melarang pemakaian plastik sekali pakai. Namun,
plastik masih begitu banyak. Apalagi kalau kita tidak mengurangi dan
melarangnya,” tandasnya.
Selain masyarakat dan Pemerintah, Susi juga mendorong agar industri turut
mendukung misi pengurangan plastik sekali pakai. Ia berharap agar
perusahaan-perusahaan yang masih menggunakan plastik sekali pakai dapat menarik
kembali dan mengolah sampah plastik yang sudah dikumpulkan oleh masyarakat. “Kalau bisa ditarik kemudian dikelola.
Mereka buat institusi apa supaya asosiasi ikut bertanggung jawab. Jadi, kita
bersama-sama memeranginya. Bukan cuma masyarakat saja tapi produsernya juga
berpikir seperti itu,” sebutnya.
Sementara, pendiri Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik Tiza Mafira
menjelaskan, plastik sekali pakai adalah monster yang sangat jahat dan bisa
mengancam keberlanjutan bumi. Walau saat ini produksi plastik nasional masih di
bawah 10 persen, namun ternyata plastik sekali pakai mendominasi sebagai
penyumbang polusi di laut. “Ironisnya
plastik adalah materi kuat yang tahan ratusan tahun, tapi malah dirancang untuk
dipakai hanya 30 menit lalu dibuang. Ini tidak masuk akal, dan ini harus
disudahi,” tambahnya.
Editor: Y.A.Yahya
Source: www.mongabay.co.id dengan judul: Plastik Sekali pakai, Senjata penghancur masa Depan Bumi