DIOLUHTAN-suluhtani. Masyarakat
konsumen pada umumnya menginginkan kondisi daging yang higienis, murah, kondisi
daging baik, memiliki tekstur lembut serta empuk, dan sebenarnya kurang
berminat terhadap daging impor.
Kondisi
daging tersebut berkaitan erat dengan perlakuan saat pra-penyembelihan. Kondisi
memar pada daging dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti sapi yang menaiki
satu sama lain sehingga menimbulkan memar di bagian belakang. Selain itu memar
juga dapat disebabkan oleh sapi yang terjatuh saat proses transportasi, atau
diinjak-injak oleh sapi lain. Memar yang tinggi pada daging akan menyebabkan
banyaknya daging yang dibuang sehingga mengurangi keuntungan.
Menurut
Penyuluh pertanian Dinas Peternakan Kab. Bone-Sulsel, Yusran A. Yahya, SPt, MSi
bahwa berdasarkan penelitian, bengkak atau memar yang dalam disebabkan oleh
ternak itu sendiri misalnya karena tandukan, atau dorongan seksual ternak.
"Cara penanganan sapi sebaiknya tidak dengan cara kekerasan. Tetapi temuan
di rumah potong hewan menunjukkan bahwa rata-rata mereka melakukan pemaksaan,
dan membutuhkan waktu 6-13 menit untuk membawa sapi menuju tempat
penyembelihan. Padahal waktu maksimal berdasarkan standar kesejahteraan ternak
yaitu 2-5 menit" papar Yusran pada saat Musrembang Kecamatan Patimpeng dihadapan para tokoh peternak yang sempat hadir dalam kegiatan tahunan tersebut.
Begitu juga dengan
kecepatan kematian sempurna pada sapi. Jika penyembelihan dilakukan dengan
benar, tidak ada perbedaan lamanya sapi mati sempurna antara penyembelihan
dengan pemingsanan dengan non pemingsanan. Masalahnya, tidak banyak orang yang
ahli untuk melakukan pemingsanan. Jika tidak benar dalam melakukan pemingsanan,
justru membuat daging hasil pemotongan menjadi tidak halal. Pemingsanan bisa
saja kebablasan menjadi pembunuhan.
Semakin cepat sapi mati
secara sempurna maka akan mengurangi penderitaan sapi sehingga sesuai dengan
kaidah kesejahteraan ternak. Penyembelihan sapi yang tidak tepat, selain
memperlama proses mati secara sempurna, juga menyebabkan sapi masih sadar
ketika diproses lebih lanjut pasca penyembelihan. Hal ini disebabkan oleh otak
yang masih mendapatkan supply darah dari pembuluh arteri.
Hal
ini perlu ditekankan karena masih ada saja pekerja yang tidak mengetahui cara
penyembelih yang benar, dan tidak mengetahui ciri-ciri kematian yang sempurna.
Penyembelihan tersebut tentu saja bertentangan dengan kriteria halal MUI sehingga
daging yang dihasilkan menjadi tidak halal. Tapi sekarang hal tersebut telah
diatasi dengan "juleha" yaitu juru sembelih halal yang telah melewati
uji kompetensi, sehingga para Juleha tersebut telah tersertifikasi. “Legalitas
profesi juleha saat ini menjadi sangat penting karena titik kritis kehalalan
produk daging diawali dari penyembelihan hewan halal dan teknik pemotongan yang
benar. Kehalalan dan cara potong yang benar hanya bisa terjamin jika
penyembelihan dilakukan oleh juleha, apalagi juleha yang telah tersertifikasi”
tutur Yusran
Admin Dioluhtan / Y.A.Yahya