DIOLUHTAN-suluhtani. Kementrian Pertanian RI melalui Sekretaris Jenderal Kementan RI, Dr. Syukur Iwantoro menegaskan Indonesia memiliki banyak hasil penelitian-penelitian di bidang tanah yang diakui dunia. Syukur yakin Indonesia bakal menjadi rujukan untuk penelitian-penelitian lahan pertanian oleh peneliti luar negeri. “Indonesia merupakan negara terkaya dengan keanekaragaman jenis tanah, sehingga tidak diragukan lagi dan banyak hasil temuan penelitian-penelitian yang ditemukan para pakar-pakar tanah kita itu sudah sangat dihargai dunia terutama FAO (Badan Pangan Dunia PBB) selalu berikan apresiasi,” kata Syukur di sela-sela Perayaan Hari Tanah se-Dunia di Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Bogor,kemarin Selasa (4/12). Hadir Kepala Badan Sumberdaya Lahan Pertanian Dedi Nur Syamsi, Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Muhammad Prama Yufdy.
Syukur mengatakan peneliti-peneliti Kementan sendiri sudah banyak melakukan kegiatan dan pendampingan terkait pengelolaan tanah ideal kepada petani dan masyarakat umum. Bahkan banyak peneliti-peneliti berbagai negara menjadikan Unit-Unit Teknis di bawah Litbang Kementan sebagai wadah untuk sharing pengetahuan berbagai inovasi dan teknologi seperti teknologi pemupukan, bimtek berbasis lingkungan dan kegiatan penelitian lainnya.
Peringatan
Hari Tanah Se-Dunia ini, lanjut Syukur sebenarnya sudah 2016 dilakukan dan
setiap tahunnya selalu mendapat sambutan baik dari dunia internasional utamanya
FAO. Makanya untuk perayaan tahun depan, Syukur ingin acara ini tidak hanya
dihadiri perwakilan dalam negeri tapi juga bisa Go Internasional. “Sehingga nanti kita mendatangkan para pakar
tanah dunia dari Belanda, Afrika Selatan, Amerika kita kumpulkan dan duduk
bersama pakar Indonesia karena kita juga banyak pakar yang sudah GO
Internasional dan kita perkenalkan bahwa kalau mau belajar soal tanah
Indonesia-lah tempatnya. Kalau ingin sharing keahlian di bidang tanah,
bagaimana kelola tanah Indonesia tempatnya,” tambah dia.
Terobosan Antisipasi Alih
Fungsi Lahan
Sementara
itu, Kepala Badan Sumberdaya Lahan Pertanian Dedi Nur Syamsi akui tantangan
lahan saat ini adalah mencegah alih fungsi lahan. Menurutnya, alih fungsi ini
tidak bisa terelakkan bahkan di semua negara terjadi sebagai imbas tingginya
pembangunan baik perumahan, industri, jalan dan seterusnya. “Sawah kita terutama di Jawa itu 60-90 ribu
per hektar alami alih fungsi yang tadinya sawah jadi non sawah. Itu karena
sektor lainkan kencang juga. Itu fakta yang harus kita antisipasi,”
katanya.
Kementan,
kata dia, sudah menyiapkan terobosan untuk antisipasi alih fungsi ini. Pertama,
meningkatkan produktifitas tanah yang ada. Seperti produksi padi jika dulunya
menghasilkan 5 ton per hektar, melalui inovasi dan riset ditingkatkan menjadi
7-8 ton per hektar. “Kami sudah punya teknologi jarwo super yang bisa sampai 10
ton per hektar. Luar biasa. Mulai dari varietas dan juga , pupuk berimbang.
Teknologi semua sudah tersedia,” katanya.
Kedua,
lanjut dia, tingkatkan Indeks Pertanaman. Sawah yang biasanya digarap sekali
setahun digarap menjadi dua kali setahun dan seterusnya. Makanya, sejak awal,
kata dia, Kementan menggenjot pembangunan infrastruktur pengairan untuk
meningkatkan produktifitas sawah dengan membangun ribuan embung, DAM, parit dan
longstorage. “Sehingga saat hujan bisa
menampung air saat kemarau bisa irigasi,” jelas dia.
Yang
tidak kalah pentingnya, kata Dedi, adalah optimalisasi lahan pertanian. Kementrian Pertanian saat ini fokus mengembangkan lahan irigasi rawa pasang
surut dan lebak sebagai solusi mengganti sawah yang hilang akibat pembangunan. “2019 ini kita akan buka lahan rawa 1 juta
hektar. Itu semua untuk tingkatkan produksi pangan nasional menuju lumbung
pangan dunia 2045. Jadi kita tidak pangku tangan saja. Kita sebagai
penangungjawab penyediaan pangan ada solusi-solusi dan kami optimis karena
punya pakar tanah luar biasa baik lahan kering maupun basah,” tutupnya.
Editor
: Yoush
Sumber
: Fanspage Pusluhtan RI