DIOLUHTAN-suluhtani. Pertanian adalah mengelola sumberdaya alam yang ada dengan
memanfaatkan energi matahari. Pertanian itu luas karena mencakup kegiatan pertanian
itu sendiri, perikanan, perkebunan, perhutanan, dan peternakan. Walaupun dalam
perkembangannya, pembangunan di sektor industri dan pemukiman penduduk
diutamakan, namun belum bisa menggeser sektor pertanian di Indonesia, karena
disaat sektor industri dan pembangunan pemukiman penduduk gencar di bangun,
sektor pertanian pun juga mengalami perkembangan yang signifikan. Terbukti
dengan adanya peningkatan produksi dari berbagai sub sektor pertanian, sehingga
permintaan dapat di penuhi dari luar negeri maupun dalam negeri. Saat ada
peningkatan produksi tentunya limbah dari sisa hasil pertanian juga ikut
meningkat. Limbah dari sisa hasil pertanian atau limbah pertanian secara garis
besar di bagi menjadi limbah pertanian pra panen, limbah pertanian panen, limbah
pertanian pasca panen, serta limbah industri pertanian. Dan ada beberapa
pemanfaatan limbah dari berbagai sektor pertanian.
Memanfaatkan Limbah
Pabrik Gula
Mengusung
inovasi beton geopolimer, tiga mahasiswa Departemen Teknik Sipil Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya berhasil memanfaatkan serat tebu
sebagai pengganti semen. Melalui terobosan barunya tersebut, didapatkan hasil
kuat tarik beton yang melebihi beton konvensional.
Tiga mahasiswa Departemen Teknik Sipil ITS gondol
juara pertama Green Concrete Competition (Humas ITC)
Salah
satu anggota tim, Dzikrie Fikrian Syah menjelaskan, dipilihnya serat tebu
sebagai pengganti semen dengan pertimbangan bahan bakunya mudah didapatkan.
Selain itu, kerapatan massa yang rendah membuat serta tebu ini lebih mudah
untuk diolah. “Kami ingin bisa
memanfaatkan limbah pabrik gula, terlebih karena kuat tarik dari serat tebu ini
ternyata cukup tinggi dan juga tahan karat,” ungkaprnya.
Proses pengujian beton yang
menggunakan serat tebu sebagai pengganti semen (Humas ITC)
Tergabung
dalam Tim Sang Makarya, Dzikrie bersama kedua temannya, M Rifat Hidayat dan
Verdi Arya Rahaditya membuat beton dengan mencampur pasir, kerikil dan fly ash
di mesin pengaduk beton. Setelah itu, mereka menambahkan larutan aktivator ke
dalam campuran tersebut. “Aktivator ini
kami buat dengan melarutkan natrium silikat dan natrium hidroksida di wadah
nonlogam,” paparnya.
Lebih
lanjut, ia menjelaskan, serat tebu kemudian ditambahkan dengan perbandingan
bahan yakni satu persen fly ash; dua persen kerikil; 0,86 persen pasir; 1,43
persen NaOH; 0,17 persen NaSiO3; dan 0,26 persen serat tebu. “Proses pembuatan sampai pencetakan beton ini memakan waktu lima
belas menit, sedangkan proses perawatan dilakukan sejak beton berumur satu hari
sampai 28 hari,” ujar mahasiswa penggemar olahraga futsal ini.
Usai
beton tersebut jadi, imbuh Dzikrie, dilakukan pengujian kuat tekan dan kuat
tarik. Dari pengujian tersebut, kuat tariknya dihentikan saat mencapai 42,5
MPa. Sedangkan kuat tekannya sebesar 14,2 MPa, di mana beton konvensional
seharusnya sudah gagal di 4,25 MPa. “Hal ini menunjukkan bahwa kuat tarik beton
dari bahan serat tebu tersebut di atas dari beton konvensional yang terbuat
dari semen,” tegas mahasiswa asal Jombang itu.
Selain
itu, dari hasil penelitian yang telah meraih juara satu pada ajang Civil Days
yang diselenggarakan Universitas Negeri Malang tersebut, dihasilkan susut beton
yang terbilang kecil. Menurutnya, hal itu dikarenakan beton geopolimer adalah
beton dengan kekuatan awal tinggi, yakni sekitar 70 persen kekuatan beton
tercapai di umur satu hari. “Semoga segera ditemukan metode mix design beton
geopolimer agar dapat diterapkan di konstruksi bangunan,” paparnya.
Editor:
Y.A.Yahya
Sumber: Humas ITS