DIOLUHTAN-suluhtani. Dalam era perdagangan bebas,
World Trade Organisation (WTO) memberlakukan "Sanitary and Phytosanitary Agreement" (SPS agreement) agar setiap negara
dapat melindungi kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan di negaranya yang
mungkin terbawa oleh komoditi yang diperdagangkan. Untuk itu negara diwajibkan
memiliki alasan yang ilmiah. Alat yang dapat digunakan untuk menilai
kemungkinan atau peluang atau „likelihood“ masuknya bibit penyakit yang terbawa
oleh komoditi dan kemungkinan dampak yang ditimbulkan akibat masuknya bibit
penyakit di negara pengimpor adalah „analisis risiko impor“ (import risk
analysis).
Badan Kesehatan Hewan Dunia atau World Organisation for
Animal Health (WOAH) atau dikenal dengan istilah OIE telah mengeluarkan acuan "Import Risk Analysis (IRA) for Amimals
and Animal Products" di dalam Terrestrial Animal Health Code. Tidak
ada prosedur baku atau aturan baku bagaimana IRA harus dilaksanakan oleh setiap
negara.
IRA menurut OIE terdiri atas 4 komponen, yaitu (1)
identifikasi bahaya (hazard identification), (2) penilaian risiko (risk
assessment), (3) manajemen risiko (risk management), dan (4) komunikasi risiko
(risk communication). IRA ini sedikit berbeda dari analisis risiko yang dikembangkan
oleh Codex Alimentarius untuk Pangan, terutama Mikrobiologi. Analisis risiko
impor yang umum dilakukan bersifat kualitatif, walaupun dapat dilakukan secara
semi kuantitatif dan kuantitatif.
Analisis risiko yang dilakukan secara kualitatif harus
didasarkan pada bukti ilmiah dan data yang sahih. Pendapat para ahli berbagai
bidang dapat digunakan sebagai acuan, namun keragaman (variability) dan
ketidakpastian (uncertainty) harus tetap diperhitungkan.
Dalam tahap identifikasi bahaya, bahaya yang signifikan yang
mungkin terbawa hewan atau produk hewan yang akan dimasukkan dinilai dan
diidentifikasi secara seksama. Jika bahaya tersebut tidak signifikan maka
penilaian risiko tidak dilakukan, namun Manajemen Risiko dan Komunikasi Risiko
tetap harus dirancang dan nantinya diimplementasikan secara konsisten.
OIE menerbitkan Terrestrial Animal Health Code dan Aquatic
Animal Health Code untuk dijadikan PEDOMAN bagi negara-negara anggotanya dalam
rangka pembebasan, pengendalian, atau pencegahan beberapa penyakit hewan
menular yang perlu dilaporkan secara internasional, termasuk dalam perdagangan
hewan dan produk hewan, serta bahan-bahan asal hewan untuk farmasetik,
diagnostik, dan kosmestik. Pedoman tersebut setiap tahun direvisi.
Dr. drh. Denny Widaya Lukman (Kedua dari kiri)
Dalam peraturan perundangan bidang Peternakan dan Kesehatan
Hewan, pemasukan (impor) produk hewan dari "negara baru" harus
melalui analisis risiko. Selain analisis risiko, dilakukan pula penilaian
sistem kesehatan hewan di negara pengekspor. Ketentuan-ketentuan dalam Terrestrial
Animal Health Code OIE dijadikan acuan dasar penilaian.
Kegiatan “In House Training” ini diselenggarakan oleh Badan
Karantina Hewan dan berlangsung dari tanggal 27 s/d 29 November 2018 di Tj. Priok, Jakarta.
Editor
: Y.A. Yahya
Sumber
: Askesmaveti (DWL)