DIOLUHTAN-suluhtani.
Jabar
- Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor
penyebab tidak tercapainya target produksi. Untuk menekan serangan OPT harus
dilakukan pengawalan sejak dini melalui pengamatan secara rutin, mulai dari
persemaian sampai dipertanaman. Pengamatan dipertanaman dimulai dari umur 2
Minggu Setelah Tanam (MST) hingga tanaman menjelang panen. “Pengamatan OPT merupakan hal penting yang tidak boleh ditinggalkan,
karena dengan melakukan pengamatan kita dapat mengetahui keberadaan awal OPT,
baik itu intensitas serangan maupun populasi di suatu wilayah,” kata Tri
Susetyo Kepala BBPOPT (Balai Besar Peramalan OPT) di Karawang, Jabar (Selasa, 09/10/2018).
Tri menyatakan, dengan mengetahui keberadaan awal OPT akan sangat
menentukan keberhasilan panen. Dengan diketahuinya intensitas atau populasi
awal OPT kita dapat segera melakukan tindakan pengendalian yang tepat dan
akurat sehingga OPT dapat dikendalikan dengan baik.
Sementara itu, Lilik Retnowati salah satu pejabat di BBPOPT
mengatakan poses pengamatan OPT tidak hanya dilakukan oleh petugas pengamat
hama akan tetapi lebih baik dilakukan langsung oleh petani di lahan usaha
taninya. “Kita mengedukasi petani
agar pengetahuan, sikap dan Keterampilan (PSK) petani berubah dan meningkat,
utamanya petani melakukan pengamatan secara mandiri dan rutin di lahan usaha
taninya. Agar tidak terjadi lagi kecolongan serangan OPT,” kata Liliek.
Secara terpisah salah seorang pemandu lapang dari BBPOPT, Yadi
Kusmayadi mengatakan bahwa Bimbingan teknis pengendalian (bimtekdal) kepada
kelompok tani sudah dilakukan secara berkesinambungan. Para petani itu
diberikan bimbingan selama satu musim tanam dengan Pola Sekolah Lapangan
Pengelolaan Hama terpadu (SLPHT). Proses bimbingan ini dinilai paling efektif
dalam proses pembelajaran.
Pada Musim Tanam (MT) 2018, BBPOPT telah melakukan pendampingan
pengawalan OPT di semua kabupaten di Jawa Barat, berkoordinasi dengan petugas
setempat, POPT, PPL, Koortikab, Korluh. Petani dipandu untuk melakukan
pengamatan OPT secara mandiri dan rutin serta menyusun tindakan pengendalian
dengan memahami 6 tepat dalam pemakaian pestisida sampai pemanfaatan musuh
alami.
Terbukti dengan adanya pendampingan ini intensitas serangan OPT
tahun 2018 dapat dikendalikan. Serangan OPT bulan Januari-September 2017,
menyebabkan terkena seluas 368.900 dan puso seluas 8.892 ha. Sedangkan
serangan OPT bulan Januari-September 2018, menyebabkan terkena seluas 241.745
ha dan puso seluas 2.393 ha. Angka puso ini menurun drastis sampai dengan 72,88
persen.
Salah satu kelompok tani yang berhasil menerapkan pengamatan rutin
mandiri adalah Kelompok Tani Setia Asih 5, Desa Karang Setia, Kecamatan Karang
Bahagia, Kabupaten Bekasi Jawa Barat. “Hingga
saat ini petani masih terus melakukan pengamatan secara rutin yang dilakukan
seminggu sekali. Pengamatan rutin menjadikan OPT tidak berkembang, sehingga
panen bisa sukses,” ungkap Unda Suhanda salah seorang petani alumni Bimtekdal.
Unda menyatakan dirinya akan ikut mensosialisasikan ke anggota
lain karena hasilnya sudah dirasakan secara nyata. Hasil panen saat ini (17
September 2018) menurutnya mencapai sebesar 7,5 ton/ha. Hasil ini, jauh lebih
tinggi jika dibandingkan panen sebelumnya yang hanya 1,2 ton/ha. Rendahnya
hasil panen pada saat itu disebabkan oleh adanya Zonk atau Klowor yaitu
penyakit virus kerdil rumput/ kerdil hampa yang ditularkan oleh Wereng Batang
Coklat (WBC).
Kedepan, pengawalan OPT sejak dini diharapkan terus dilakukan oleh
petugas POPT yang bersinergi dengan petugas penyuluh lapangan dan kelompok tani
agar panen di setiap musim berhasil. "BBPOPT
akan tetap konsisten mengawal daerah endemis OPT lainnya karena pengawalan OPT
sejak dini sudah nyata mampu mengamankan produksi agar stabilitas produksi padi
dapat kembali normal bahkan dapat meningkat," pungkas Tri.
Editor
: Y.A. Yahya
Sumber
: www.pertanian.go.id