DIOLUHTAN-suluhtani. Cinta pada pandangan pertama jamak terjadi pada seseorang yang terpesona pada pujaan hatinya. Maria Loretha seorang petani tangguh di Flores Timur, NTT, juga demikian pada tumbuhan pangan sorgum. Bedanya cinta kali ini pada cicipan pertama Maria atas sepinggan sorgum.
Mama Tata (sapaan akrabnya) jatuh cinta dengan sorgum saat tetangganya memberinya sepiring sorgum rebus yang diracik dengan parutan kepala. Ia benar-benar terbuai dengan rasa sorgum saat itu. Sejak itu ia bertekad untuk menanam sorgum. “Rasa sorgum yang pertama kali saya cicipi itu kok enak sekali. Saya sampai bertekad untuk menanamnya. Tapi di mana ya cari benihnya,” ceritanya pada rombongan DBS Live More Society Daily Kindness Trip, di ladang sorgum Desa Likotuden, Flores Timur, NTT, miliknya Sabtu (13/10/2018).
Ia
kemudian berburu benih sorgum seantero Flores. “Saya dan beberapa teman mencari benih sorgum kian ke mari di penjuru
Pulau Flores dan pulau-pulau sekitarnya. Setiap ada ladang yang ditanam sorgum
dia upayakan untuk mendapatkan bibitnya. Kalau bisa diminta ya kami minta,
kalau tak bisa ya kami beli,” Mama Tata melanjutkan ceritanya.
Betapa
senangnya Mama Tata saat benih yang diidam-idamkan diperolehnya. Lahan yang
sebelum dimanfaatkan untuk tanaman pangan lainnya macam padi dan jagung,
sebagian ditanami sorgum. Ternyata hasilnya tidak mengecewakan. Benih yang
disemai tumbuh dan berbuah seperti yang diharapkan. Dengan kerja keras, ia
berhasil membudidayakan sorgum pada tahun 2007.
Maria
Loretha tak kenal lelah menyebarkan kebaikan sorgum. (Edy Suherli/Fimela.com)
Di
satu sisi ia senang karena panen yang dihasilkan banyak. Namun di sisi lain
sorgum yang dihasilkan tak terserap pasar. “Tahun-tahun
awal banyak sorgum kami yang tak terjual. Soalnya pasar belum ada, publik belum
banyak yang mengetahui kalau sorgum itu tak kalah dengan tanaman pangan lainnya
seperti beras dan jagung. Malah sorgum itu lebih unggul karena kaya serat,”
lanjutnya.
Pengalaman Mama Tata mengonsumsi sorgum, ia bisa bertahan lebih lama daripada mengonsumsi makanan pokok dari nasi atau jagung. Sorgum juga bisa dibuat bubur seperti bubur kajang hijau atau sejenisnya. Setelah dibuat menjadi tepung, sorgum bisa diolah menjadi beragam jenis kue, roti, siomai dan aneka cemilan lainnya. “Tepung sorgum bisa menjadi pengganti tepung terigu atau gandum yang biasa digunakan untuk aneka penganan berat dan ringan,” tukas Maria Loretha.
Pengalaman Mama Tata mengonsumsi sorgum, ia bisa bertahan lebih lama daripada mengonsumsi makanan pokok dari nasi atau jagung. Sorgum juga bisa dibuat bubur seperti bubur kajang hijau atau sejenisnya. Setelah dibuat menjadi tepung, sorgum bisa diolah menjadi beragam jenis kue, roti, siomai dan aneka cemilan lainnya. “Tepung sorgum bisa menjadi pengganti tepung terigu atau gandum yang biasa digunakan untuk aneka penganan berat dan ringan,” tukas Maria Loretha.
Mama Sorgum
Maria
Loretha petani sorgum yang memanfaatkan lahan di Flores Timur. (Edy
Suherli/Bintang.com)
Mama
Sorgum, gelar lain yang disematkan untuknya karena berhasil membudidayan
tanaman sorgum di Flores Timur. Cerita keberhasilan Mama Sorgum kemudian
merambah ke kabupaten-kabupaten lain di NTT seperti: Sikka, Ende, Nagekeo,
Manggarai Barat, Sumba Timur, Rote Ndao dan Lembata. Momentum itu terjadi
setelah dia mempresentasikan perjuangannya membudidayakan sorgum di hadapan
petani NTT dalam sebuah pertemuan para petani. Banyak yang tertarik untuk
mengikuti jejak Mama Tata membudidayakan sorgum.
Dalam
momentum hari pangan sedunia yang jatuh pada 16 Oktober 2018 ini ada pernyataan
menarik dari Mama Tata. “Memperingati HPS
itu enggak harus di dalam ruangan dab bikin seminar. HPS bisa dirayakan di mana
saja, termasuk di ladang-ladang sorgum. Melihat langsung tempat petani pejuang
penghasil pangan menumbuhkan empati dan simpati serta harapan baru untuk hari
ini dan masa yang akan datang. Sorgum, food for the future,” begitu kata
Maria Loretha.
Editor
: Y.A. Yahya
Sumber
: www.fimela.com
dengan judul : Cerita Maria Loretha
yang Jatuh Cinta pada Sorgum