Ir. Baharuddin Wawo, MP, fungsional Penyuluh Pertanian Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi Selatan (kiri)
DIOLUHTAN-suluhtani. Sulsel. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Provinsi Sulawesi Selatan menyelenggarakan
Bimbingan Teknis (Bimtek) bagi Pelaku Utama Peternakan yang berlangsung selama
2 hari (Rabu, 11 Juli s/d Kamis, 12 Juli 2018) bertempat di Allson
Platinum Room, Hotel Allson City, Makassar.
Pada kesempatan tersebut, fungsional Penyuluh Pertanian, Disnakeswan Prov. Sulsel, Ir. Baharuddin Wawo, MP memaparkan materi di hadapan para penyuluh pertanian sektor peternakan mengenai program prioritas Upsus Siwab dan Asuransi Ternak yang perlu mendapatkan pengawalan dan pendampingan di Sulsel.
Baharuddin memaparkan kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya mensukseskan upsus siwab diantaranya (1) Sistem pemeliharaan dengan sistem semi intensif (ternak dilepas tidak dikandangkan); (2) Jumlah petugas teknis inseminasi buatan (IB), Inseminator yang aktif hanya 379 dari 1.006 orang; (3) Keterampilan peternak dan petugas teknis IB, diantaranya kemampuan deteksi birahi masih kurang dan SC = 2-3; (4) Sarana dan Peralatan IB, seperti masih kurangnya AI gun, Container depo dan lapangan, kendaraan operasionalnya (roda 2 dan 4); (5) Biaya operasional IB :dana insenti untuk IB, PKB,ATR , Recorder, Medis dan jasa kelahiran masih kurang; (6) Mutasi petugas teknis (Inseminator, PKB, ATR, Medik dan Paramedik)
Realisasi Tahun Lalu sebagai Dasar Penguatan Pendampingan Peternak dalam mensukseskan
program mendukung suksesnya Upsus Siwab
Beliau juga memaparkan landasan perundang-undangan upsus siwab yaitu Permentan 48/2016. Menurut Baharuddin bahwa Upsus Siwab tersebut bertujuan meningkatkan populasi ternak ruminansia besar dalam memenuhi kebutuhan produk ternak dalam negeri. “Sasaran upsus siwab yaitu terjadinya kebuntingan dari IB minimal 70%, menurunnya penyakit gangguan reproduksi 60%, dan menurunnya pemotongan sapi betina produktif 20%” paparnya.
Baharuddin pun lanjut menyampaikan bahwa Sulsel memiliki target akseptor, kebuntingan dan kelahiran. “Target akseptor sebanyak 75.000 ekor dengan rincian IB = 30.000 ekor dan Introduksi = 45.000 ekor, kemudian target kebuntingan 57.562 ekor, dengan target kelahiran 46.794 ekor” rincinya.
Mengenai hal-hal yang perlu dukungan penyuluhan, Baharuddin pun berharap pada penyuluh dengan melihat kondisi seperti ketersediaan dan kecukupan pakan (bibit rumput, legum, konsentrat dan pengolahan limbah pertanian) untuk melakukan pendampingan kepada petani demi ketrsediaan dan kecukupan pakan. Penyuluh pun diharapkan untuk membuka cakrawala petani dan meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan petani tentang penanganan gangguan reproduksi (gangrep), penyelamatan betina produktif dari pemotongan serta keikutsertaan dalam asuransi ternak.
Peran Penting Penyuluh dalam Sosialisasi Asuransi Ternak Sapi
Asuransi usaha ternak sapi atau sering dikenal dengan istilah asuransi sapi adalah asuransi bagi para peternak sapi untuk pengalihan risiko akibat kerugian atau kehilangan ternak yang dapat memberikan ganti rugi sehingga keberlangsungan usahatani ternaknya dapat terjamin dan terlindungi. Demikian penjelasan Baharuddin saat memaparkan peran penyuluh dalam asuransi ternak
Beliaupun memaparkan beberapa dasar hukum asuransi usaha ternak sapi (AUTS) yaitu (1) UU No. 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (P3); (2) PP No. 6 Tahun 2013 Tentang Pemberdayaan Peternak; (3) Ijin produk dari OJK No. S-578/NB.11/2013 Tanggal Februari 2013 tentang Penunjukan Konsorsium ATS untuk memasarkan produk ATS di Indonesia; (4) Permentan Fasilitasi Asuransi Pertanian No. 40/Permentan/SR.230/7/2015 dan (5) Pedoman Pembayaran Subsidi Premi AUTS.
BERITA TERKAIT :
BERITA TERKAIT :
Baharuddin mengatakan bahwa tujuan AUTS yaitu (1) Memberikan perlindungan atas risiko kematian sapi karena penyakit hewan, kecelakaan dan melahirkan, serta sapi hilang karena kecurian; (2) Membagi risiko kerugian keuangan kepada pihak lain melalui skema pertanggungan asuransi berdasarkan syarat dan ketentuan perjanjian asuransi; (3) Pembelajaran tentang pengelolaan manajemen ternak sapi yg baik, termasuk manajemen resiko kerugian; (4) Mengembangkan kemitraan perasuransian dan pihak terkait lainnya dalam kerjasama jangka panjang saling menguntungkan. “Manfaat AUTS adalah (1) Memberikan ketentraman dan ketenangan sehingga peternak dapat memusatkan perhatian pada pengelolaan usaha dengan lebih baik; (2) Pengalihan risiko dengan membayar premi yang relatif kecil peternak dapat memindahkan ketidak-pastian risiko kerugian yang nilainya besar; (3) Memberikan jaminan perlindungan dari risiko kematian dan kehilangan sapi yang dialami peternak sehingga dapat mengatasi sebagian kerugian usaha; (4) Meningkatkan kredibilitas peserta asuransi terhadap aksesibilitas pembiayaan” jelas Baharuddin Wawo.
Premi AUTS pada dasarnya merupakan kewajiban dan tanggung jawab pelaku usaha. Namun demikian, pembiayaan premi asuransi pada dasarnya dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Swadaya; Kemitraan (CSR dari swasta, PKBL BUMN/D); Perbankan (Jika peserta asuransi mendapatkan fasilitas pembiayaan dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya); Pemerintah (APBN/D).
Baharuddin lanjut menjelaskan besaran premi asuransi diperkirakan sekitar 2 % dari perkiraan harga sapi lokal : (2 % x Rp. 10.000.000) dengan jumlah premi Rp. 200.000,- /ekor/tahun. “Bantuan premi dari Pemerintah/APBN: 80% dari butir b sisanya premi swadaya petani 20%” ujarnya.
Kriteria peternak peserta AUTS, jelas Baharuddin yaitu (1) Peternak Skala Usaha Kecil, sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-undangan; (2) Peternak sapi bersedia membayar premi swadaya sebesar 20% dari nilai premi; (3) Peternak yang mendapatkan fasilitasi bantuan indukan dari pemerintah; (4) Peternak sapi yang tergabung dalam SPR; (5) Peternak sapi pembibitan atau pembiakan; (6) Bersedia melakukan pemeliharaan ternak yang baik; (7) Bersedia memenuhi ketentuan polis asuransi. “Kriteria ternak sapi yang dapat diasuransikan adalah sapi indukan pengadaan pemerintah; sapi potong dan/atau sapi perah yang tergabung dalam SPR; sapi potong dan/atau perah yang diusahakan untuk pembibitan atau pembiakan; sapi memiliki penandaan/identitas yang jelas (micro-chip, eartag atau lainnya); dan sapi sehat minimal berumur 1 (satu) tahun dan masih produktif” jelasnya.
Untuk resiko yang dijamin, salah seorang peserta yang juga penyuluh pertanian, Yusran A. Yahya, SPt, MSi saat berdiskusi dengan kru suluhtani, menjelaskan bahwa resiko yang dijamin adalah kematian sapi karena penyakit, kematian sapi karena kecelakaan, kematian sapi karena beranak, dan kehilangan sapi akibat kecurian. “Tetapi ada resiko yang dikecualikan yaitu wabah+pemusnahan ternak karena wabah, penyitaan atas perintah yang berwenang, bencana alam, kematian akibat kelalaian peternak / staf / petugas kandang, pemotongan ternak secara paksa akibat mandul, penyakit dan/atau luka yang sudah ada pada saat asuransi diajukan, kerusuhan/huru-hara, pemogokan, pertikaian karyawan, peperangan, pemberontakan, pembangkangan, penjarahan serta reaksi nuklir + kontaminasi Radio Aktiv” jelasnya meneruskan apa yang diungkapkan Baharuddin Wawo.
Kembali Baharuddin menjelaskan bahwa sapi yang dapat di asuransikan adalah sapi yang dimiliki oleh anggota kelompok/koperasi, sapi betina dan jantan, terdaftar yang dibuktikan (dengan anting/microchip), usia produktif (15 bulan - 8 tahun), dan dinyatakan sehat dengan sertifikasi dokter hewan.
Besaran premi yang akan dibayarkan adalah sebesar 2 % dari nilai pertanggungan dimana untuk ternak sapi harga pertanggungan induk sebesar Rp. 10.000.000,-/ekor, maka premi yang dibayarkan sebesar Rp. 200.000,-/ekor/thn (peternak membayar 20 % dari nilai premi atau sebesar Rp. 40.000,-/ekor/thn, dan subsidi pemerintah 80 % dari nilai premi atau sebesar Rp. 160.000,-/ekor/thn). “Untuk sapi perah besarnya premi adalah 2 % dari nilai pertanggungan dimana untuk ternak sapi perah harga pertanggungan induk sebesar Rp. 15.000.000,-/ekor, maka premi yang dibayarkan sebesar Rp. 300.000,-/ekor/thn (peternak membayar 20 % dari nilai premi atau sebesar Rp. 60.000,-/ekor/thn, dan subsidi pemerintah 80 % dari nilai premi atau sebesar Rp. 240.000,-/ekor/thn)” rinci Baharuddin.
Ir. Baharuddin Wawo,
MP, bersama para Penyuluh Pertanian dan Peternak Se-Sulsel serta panitia
Bimtek/Staf Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi
Sulawesi Selatan (kanan)
Pertemuan apresiasi Penyuluh Peternakan yang dibuka oleh Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Prov. Sulsel yang diwakili oleh Sekretaris Dinas, Ir. Hatta Kadir, MSi, berlangsung selama 2 (dua) hari , diikuti oleh para penyuluh pertanian sub peternakan dan perternak se-Sulawesi Selatan.
Source : Andi Elya Azis
Editor :
Y.A. Yahya