DIOLUHTAN-suluhtani. Dari kejauhan alat setinggi 2,5 meter terlihat kecil karena berada di hamparan sawah di Desa Piasa Kulon, Kecamatan Somagede, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng). Paling atas atau penutupnya adalah sel surya. Kemudian di bawahnya ada lampu light emitting diode (LED) serta ada perangkap di bawahnya. Kemudian paling bawah terdapat sebuah kotak tertutup yang di sisi kanan kirinya ada pengeras suara atau “speaker. Inilah alat yang disebut Hibrida Ultrasonik-LED untuk pengusir berbagai jenis hama.
Alat itu merupakan kreasi mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman
(Unsoed) Purwokerto, Jawa Tengah (Jateng) dari Fakultas Teknik (FT) dan
Fakultas Pertanian (Faperta). Mereka adalah Hatika Rahmawan dan Ria Elsani
jurusan Agroteknologi Faperta serta Imaludin Sopandi, Aris Budiyanto dan
Muhammad Yusuf Fadillah, ketiganya dari jurusan Elektro FT Unsoed.
Penciptaan alat itu merupakan bagian dari program kreativitas mahasiswa
pengabdian masyarakat (PKM-M) yang didanai oleh Kementerian Riset Teknologi dan
Pendidikan Tinggi (Ristek Dikti).
Ide para mahasiswa itu muncul, karena melihat bahwa beberapa waktu lalu
di wilayah Banyumas bahkan Jateng, ada serangan hama wereng batang coklat (WBC)
yang cukup luas. Sebagian besar tanaman padi puso, sehingga petani merugi tidak
dapat memperoleh hasil panen. Termasuk di Desa Piasa Kulon, Kecamatan Somagede.
“Tahun lalu memang serangan hama WBC
cukup luas. Di Piasa Kulon saja, dari 101 hektare (ha) lahan sawah, 90% di
antaranya terserang hama WBC. Ada yang puso total, ada pula yang hasilnya
merosot hingga 50%. Tanaman padi menguning warnanya, tetapi bukan karena sudah
tua, melainkan mengering akibat serangan wereng,” ungkap Kepala Desa Piasa
Kulon Ratno yang ditemui Selasa (16/7/2018).
Padahal, petani sudah berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan
pembasmian WBC yang menyerang. Mereka menggunakan berbagai macam pestisida,
bahkan dari pemerintah juga membantu pestisida. “Pestisida tidak kurang-kurang,
bahkan ada bantuan dari pemerintah. Namun demikian, ternyata serangan WBC tidak
terkendali meski telah dibasmi. Sebagian besar petani kebingungan karena
sulitnya mengendalikan hama wereng yang menyerang,” ujar Ratno.
Mahasiswa Unsoed Purwokerto sedang memasang peralatan
Hibrida Ultrasonik-LED untuk pengusir berbagai jenis hama, di tengah areal
persawahan di Desa Piasa Kulon, Kecamatan Somagede, Banyumas. Alat ini bakal
mengusir hama wereng coklat dan ramah lingkungan. (Foto : L Darmawan/Mongabay
Indonesia)
Salah seorang petani asal Desa Piasa Kulon, Sartiman (52) yang memiliki
lahan sawah sekitar 1.200 m2 ludes diserang oleh hama wereng. “Padahal kami terus melakukan penyemprotan
pestisida, supaya hama wereng hilang. Tetapi pada kenyataannya, wereng tetap
bandel dan menyerang areal pertanian. Sehingga tahun lalu, saya sama sekali
tidak panen. Padi puso degan kondisi batang dan daun menguning,” katanya.
Petani lainnya, Sutiyono (60), mengungkapkan pada saat areal pertanian
miliknya diserang hama wereng, maka pestisida menjadi andalan untuk
membasminya. “Waktu ada serangan hama
WBC, saya melakukan penyemprotan pada areal lahan sekitar 1.400 m2
sebanyak empat kali. Biasanya per botol untuk sekali semprot. Harganya sekitar
Rp20 ribu. Sehingga memang ada tambahan biaya operasional kalo ada serangan
wereng,” ujar Sutiyono.
Meski telah melakukan penyemprotan secara maksimal, namun dirinya tetap
mengalami kerugian. “Sebab, dari lahan
1.400 m2 tersebut biasanya mampu menghasilkan delapan kuintal,
tetapi waktu itu hanya sekitar empat kuintal gabah kering panen. Jelas, saya
merugi. Sudah harus ada tambahan beli pestisida, ternyata tidak maksimal
pengendaliannya,” katanya.
Itulah mengapa kemudian para mahasiswa mencoba alternatif lain untuk
tidak lagi menggunakan pestisida. “Kami
mencoba alternatif lainnya, yakni menciptakan alat berbasis gelombang suara
untuk mengendalikan serangan hama wereng. Suara ultrasonik yang kami ciptakan
berada pada frekuensi antara 5-128 Kilo Hertz (KHz). Frekuensi suara yang bakal
mengganggu wereng pada kisaran 40 KHz. Selain itu, ada lagi hama lainnya yang
akan terganggu yakni burung, tikus dan belalang. Secara teknis, frekuensi bisa
diatur menyesuaikan dengan jenis hama yang akan dikendalikan,” papar Hatika
dan Ria mewakili teman-temannya.
Hatika mengatakan dengan adanya frekuensi tertentu untuk wereng, maka
bakal mengganggu metabolisme dari wereng. “Wereng
tidak akan bergerak atau pasif karena terganggu pencernaannya dan secara
otomatis berdampak juga metabolismenya. Pada akhirnya, kalau metabolisme
terganggu, seterusnya wereng tidak akan makan dan akhirnya mati. Jadi, dengan
suara ultrasonik inilah yang menjadi kunci pengendalian hama wereng,”
katanya.
Alat Hibrida Ultrasonik-LED pengendali hama padi ramah
lingkungan, yang dipasang di tengah areal persawahan di Desa Piasa Kulon,
Kecamatan Somagede, Banyumas. Alat ini ramah lingkungan karena menggunakan
solar cell atau tenaga sinar matahari. (Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia)
Ria menambahkan alat yang mulai dipasang sejak dua bulan lalu
menghabiskan dana sekitar Rp4 juta lebih. Selain ada instalasi penghasil suara
dari rangkaian elektronika yang diciptakan, juga dipasang lampu LED. “Kalau
siang hari, kami menggunakan suara ultrasonik untuk melumpuhkan hama, tetapi
jika malam hari, kami menciptakan trap
atau perangkap bagi serangga pengganggu. Untuk bahan bakarnya, kami memakai solar cell untuk mengisi baterai aki. Alat
ini ramah lingkungan, karena tidak menghasilkan pencemaran,”ungkapnya.
Alat yang mulai dirancang pada April lalu diharapkan akan mampu bertahan
hingga lima tahun mendatang. “Alat ini
mampu memancarkan suara ke segala penjuru pada luasan lahan sekitar 3.800 m2.
Sehingga kalau untuk areal satu hektare, misalnya, memerlukan alat paling tidak
tiga unit. Memang, peralatan agak mahal di awal, tetapi manfaatnya bisa
dirasakan hingga lima tahun mendatang. Di sisi lain, dengan adalanya alat Hibrida
Ultrasonik-LED tersebut, maka
lingkungan sawah juga tidak tercemar pestisida. Apalagi sesungguhnya pestisida
cukup berbahaya bagi lingkungan. Bahkan residunya menempel ke padi dan bisa
terkonsumsi manusia. Jadi, alat ini tak sekadar menghemat pembelian pestisida,
melainkan juga menjadikan lingkungan tak tercemar serta padinya sehat
dikonsumsi,” paparnya.
Dosen pembimbing mahasiswa, Ardiansyah dari jurusan Teknik Pertanian,
Faperta Unsoed mengatakan sebelum ditempatkan di lapangan, para mahasiswa telah
melakukan penelitian dalam skala laboratorium. “Dari hasil penelitian di laboratorium, alat tersebut mampu membuat
wereng begitu pasif, tidak bergerak. Dengan wereng yang tidak aktif tersebut,
maka bakal terganggu metabolismenya dan akhirnya mati. Dalam skala
laboratorium, wereng ada yang tidak bergerak, tetapi juga ada yang menjauhi
sumber suara. Jadi, dari penelitian itu diperoleh fakta kalau suara dengan
frekuensi tertentu mampu berdampak bagi wereng,” ujar Ardiansyah.
Ia mengakui, apakah nantinya wereng bisa kebal dengan frekuensi suara
tersebut, masih belum ada penelitian. “Penelitian
ini baru awal. Sehingga apakah nantinya wereng akan resisten dengan suara
ultrasonik itu, masih memerlukan penelitian lanjutan,” sebutnya.
Petani memperlihatkan instalasi Hibrida Ultrasonik-LED
pengendali hama padi ramah lingkungan, yang dipasang di tengah areal persawahan
di Desa Piasa Kulon, Kecamatan Somagede, Banyumas. Alat ini ramah lingkungan
karena menggunakan solar cell atau tenaga sinar matahari. (Foto : L
Darmawan/Mongabay Indonesia)
Apakah sejauh ini alat tersebut efektif untuk mengendalikan hama? Anggota
Kelompok Tani Ngudi Mratani Desa Piasa Kulon Radis (55) mengungkapkan kalau
sejauh ini areal padi yang ditanam di sekitar alat tersebut aman dari serangan
hama. “Sementara ini aman. Barangkali
memang ada pengaruhnya dari alat tersebut, karena nyatanya sampai sekarang
tidak ada serangan hama, khususunya wereng. Kami masih menunggu, apakah
nantinya benar-benar alatnya akan efektif. Mudah-mudahan benar nyata
efektifnya, sehingga petani mampu bisa mengandalakan alat itu. Lingkungan juga
bersih tak tercemar, padinya sehat tak ada residu pestisida” ungkapnya.
Penulis : L Darmawan
Editor : Admin Dioluhtan
Artikel telah dimuat di www.mongabay.co.id tanggal 19 Juli 2018,
link disini