DIOLUHTAN.suluhtani. Jakarta. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementrian Pertanian RI menyampaikan pelarangan penggunaan Antibiotic Growth Promotors (AGP) dalam imbuhan pakan ternak bukanlah kebijakan yang diambil pemerintah secara tiba-tiba. "Kebijakan ini dilakukan pemerintah karena mengingat dampak negatif penggunaan AGP bagi kesehatan manusia," kata Direktur Kesehatan Hewan, Fadjar Sumping Tjatur Rasa, di Kantor Kementerian Pertanian. (Kamis, 08/06/2018).
Direktur
Kesehatan Hewan Ditejen PKH Kementan RI, Fadjar Sumping Tjatur Rasa (Foto: Humastani)
Menurut
Direktur Kesehatan Hewan, kebijakan pelarangan ini juga telah diambil oleh
berbagai negara di dunia utamanya di Eropa sebagai bagian dari kampanye
Antimicrobial Resistance (AMR) oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Termasuk FAO
dalam rilisnya pada 30 Mei 2018 mengingatkan kembali agar seluruh dunia segera
menghentikan penggunaan Antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan.
Antimikroba
merupakan salah satu temuan yang sangat penting bagi dunia, mengingat
manfaatnya bagi kehidupan, terutama untuk melindungi kesehatan manusia, hewan,
dan kesejahteraan hewan. Akan tetapi bagai “pisau
bermata dua”, jika dalam penggunaannya antimikroba ini dilakukan secara
tidak bijak dan tidak rasional, maka menjadi pemicu terhadap kemunculan bakteri
yang tahan atau kebal terhadap efektivitas pengobatan antimikroba.
BACA PULA : Bijaklah Menggunakan Antibiotik padaHewan/Ternak
BACA PULA : Bijaklah Menggunakan Antibiotik padaHewan/Ternak
Di
Indonesia sendiri pelarangan terhadap penggunaan AGP (Antibiotic Growth Promotors) telah diatur dalam Undang-Undang No.
18/2009 juncto Undang-Undang No.41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
yang menyatakan tentang pelarangan penggunaan pakan yang dicampur dengan hormon
tertentu dan atau antibiotik imbuhan pakan.
Melalui
Permentan No. 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan, sejak 1 Januari 2018
Pemerintah melarang penggunaan AGP (Antibiotic
Growth Promotors) dalam pakan. Pelarangan ini juga diperkuat dengan
Permentan No. 22/2017 tentang Pendaftaran dan Peredaran Pakan, yang
mensyaratkan pernyataan tidak menggunakan AGP dalam formula pakan yang
diproduksi bagi produsen yang akan mendaftarkan pakan.
Lebih
lanjut Ia sampaikan bahwa dalam implementasinya pemerintah pusat bersama dengan
pemerintah daerah, perguruan tinggi, pelaku usaha, Asosiasi Produsen Pakan,
Asosiasi Produsen Obat Hewan dan Asosiasi Peternak Unggas telah melakukan
sosialisasi terhadap kedua peraturan menteri tersebut secara intensif sepanjang
tahun 2017 dan masih berlanjut sampai saat ini.
Pada
kesempatan yang sama Sri Widayati selaku Direktur Pakan menyampaikan, sebelum
adanya pelarangan, porsi penggunaan AGP (Antibiotic
Growth Promotors) dalam formula pakan relatif kecil hanya sekitar 0,01-0,05
kg/ton pakan. Ia sebutkan bahwa dalam berbagai diskusi yang telah dilakukan
bersama stakeholder terkait, telah mengemuka sebanyak 294 produk alternatif
pengganti AGP yang terdiri dari enzim, probiotik, prebiotik, essensial oil,
acidifiers/asam organik, simbiotik, bioaktif tanaman/herbal. "Bahan-bahan tersebut dapat diperoleh
dengan mudah dan banyak tersedia di pasaran," ujarnya.
Sri
Widayati menegaskan, penggunaan bahan-bahan alternatif pengganti AGP akan lebih
efektif jika dibarengi dengan manajemen budidaya yang baik (good farming
practices) disertai penerapan biosekuriti yang ketat.
Dampak
positif penting pelarangan penggunaan AGP adalah mencegah gangguan kesehatan
manusia yang mengkonsumsi produk ternak dan meningkatkan daya saing komoditas
unggas Indonesia yang saat ini telah mampu menembus pasar ekspor yang dikenal
relatif ketat seperti Jepang. Ia sebutkan bahwa, dalam kesempatan sosialisasi
secara umum pelaku industri pakan ternak telah memahami dan tidak lagi mempersoalkan
pelarangan penggunaan AGP.
Berdasarkan
hasil penelitian penggunaan AGP dan bahan pengganti AGP pada pakan unggas lokal
di Vietnam dalam Asian Feed Magazine edisi April/Mei 2018, menunjukkan bahwa
penggunaan essensial oil compound (EOC) memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan AGP dalam hal bobot akhir, feed convertion ratio (FCR) dan
tingkat kematian (mortalitas).
Editor
: Y.A.Yahya
Sumber artikel : www.jurnas.com