DIOLUHTAN.suluhtani. Yogyakarta. Indonesia tahun ini menjadi tuan rumah
penyelenggaraan pertemuan ASEAN Coordinating Center for Animal Health
and Zoonosis (ACCAHZ) Preparatory
Committee ke-14 yang dihadiri oleh seluruh perwakilan negara anggota ASEAN,
ASEAN Sekretariat dan FAO Regional Asia Pacific.
Pertemuan
ACCAHZ tersebut dilaksanakan di Hotel Royal Ambarukmo, Yogyakarta selama 3 hari
mulai tanggal 27 Juni s/d 29 Juni 2018. Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik
Indonesia, drh. I Ketut Diarmita, MP. Hadir pula dalam acara tersebut Kepala
Balai Besar Veteriner Wates dan perwakilan Dinas Pertanian Provinsi DI.Yogyakarta.
Pada
kesempatan tersebut, Dirjen PKH Kementan RI, I Ketut Diarmita menyampaikan
mengenai pentingnya pembentukan ACCAHZ sebagai manifestasi tekad dan komitmen
ASEAN dalam melindungi kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan, serta
memastikan kecepatan respon kejadian terkait kasus penyakit hewan dan zoonosis,
khususnya penyakit hewan lintas batas (tranboundary animal diseases/TADs)
di wilayah regional ASEAN.
Pembentukan
ACCAHZ telah diinisiasi sejak tahun 2012, dan perjanjian kerjasama ACCAHZ telah
ditandatangani oleh seluruh Menteri Pertanian negara-negara anggota ASEAN pada
pertemuan ASEAN Ministry of Agriculture and Forestry (AMAF) ke-38 di Singapura
pada tanggal 7 Oktober 2017 lalu. Menindaklanjuti penandatanganan perjanjian
kerjasama tersebut, maka diperlukan pengaturan lebih lanjut terkait hal-hal
teknis seperti pengaturan prosedur (Rule of Procedures/ROP), perjanjian Host
Country, deposit anggaran, pengaturan keuangan serta pengaturan Governing
Board sebagai pengambil keputusan dalam kerangka ACCAHZ. Bertindak
sebagai tuan rumah, Indonesia mengambil tanggungjawab terhadap business
arrangement and office conduct, yang akan menjadi salah
satu chapter dalam dokumen ROP.
I
Ketut menekankan, seperti halnya kesepakatan antar negara, kesepakatan ASEAN
melalui ACCAHZ bertujuan meningkatkan kerjasama teknis dan perdagangan yang
saling menguntungkan dengan komitmen dan perencanaan serta implementasi yang
baik. Indonesia mempertahankan status bebas penyakit hewan tertentu yang
dipandang strategis oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) antara lain penyakit
Mulut dan Kuku, Sapi Gila dan Rinderpest. Hal tersebut merupakan nilai lebih
bagi Indonesia dalam upaya pengendalian penyakit serta jaminan keamanan produk
hewan di wilayah ASEAN, sehingga dapat meyakinkan dan memperlancar proses
ekspor hewan dan produk hewan ke negara-negara di kawasan ASEAN.
Pada
momen tersebut juga dimanfaatkan oleh Indonesia untuk promosi ekspor hewan dan
produknya. I Ketut menyampaikan, saat ini Indonesia telah mengekspor produk
unggas olahan, telur tetas dan DOC, serta obat hewan ke negara ASEAN. “Dan besok (28/06/2018) akan dilakukan
pelepasan ekspor kambing sebanyak 2.100 ekor ke Malaysia sebagai awal
pengiriman yang akan berkelanjutan,” sebut Ketut Diarmita.
Dirjen PKH Kementerian Pertanian RI, drh. I Ketut Diarmita, MP. berfoto bersama Delegasi ASEAN Coordinating Center for Animal Health and Zoonosis (ACCAHZ)
Lebih
lanjut, Dirjen PKH memaparkan dalam sambutannya bahwa melalui berbagai
kesempatan internasional maupun regional, Indonesia secara konsisten memberikan
informasi terkait jaminan keamanan dan kesehatan hewan, serta produknya yang
akan di ekspor guna menembus dan memperlancar hambatan/barier lalulintas
perdagangan. Menurutnya, pada saat ini masalah kesehatan hewan dan keamanan
produk hewan menjadi isu penting dalam perdagangan internasional dan seringkali
menjadi hambatan dalam menembus pasar global. “Keberadaan ACCAHZ di wilayah regional ASEAN akan memberikan jaminan
terhadap keterbukaan informasi munculnya penyebaran TADs terutama yang bersifat
zoonosis, sehingga langkah-langkah strategis dapat segera dilakukan dalam
mengantisipasi penyebaran penyakit hewan yang mengancam kesehatan masyarakat,
keamanan dan ketahanan pangan, serta pembangunan sektor peternakan yang
berkelanjutan untuk mendukung ekspor hewan dan produk hewan ke pasar
internasional,” papar Dirjen.
Di Asia Tenggara, konsumsi daging meningkat hampir
dua kali lipat sejak 1980an. Permintaan akan produk-produk Peternakan
diproyeksikan meningkat sedikitnya 3,5% setiap tahun sampai tahun 2020. Hal
ini merupakan peluang untuk menekan kemiskinan melalui subsektor Peternakan.
Editor
: Y.A.Yahya, Foto : Bagoes Poermadjaja
Sumber : www.pataka.or.id
Sumber : www.pataka.or.id