DIOLUHTAN.suluhtani. Jawa Barat. Sumberdaya genetik ternak merupakan aset yang paling strategis dan berharga yang dapat dimiiki oleh suatu negara. Populasi dunia diprediksi akan mencapai 9 milyar lebih pada tahun 2050, beranjak dari 6,7 milyar pada saat ini. Sehingga membutuhkan peningkatan 70 persen produksi pertanian. Diperkirakan di wilayah pedesaan yang miskin sekitar 70% kehidupan masyarakatnya tergantung pada ternak. “Kombinasi pertumbuhan populasi penduduk, menguatnya pendapatan dan urbanisasi akan mengakibatkan meningkatkan kebutuhan pangan dan pakan dua kali lipat pada tahun 2050. Yang paling dekat adalah dapat dipastikan menjelang puasa bulan depan akan meningkat permintaan daging tapi kita tidak bisa menutupi. Kekurangan pasokan daging sapi akan terus terjadi sampai tahun 2020,” ujar Guru Besar Genetika Hewan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, Mrur.Sc dalam konferensi pers pra orasi di Kampus IPB Baranangsiang (Kamis, 19/04/2018).
Meningkatnya permintaan ini membuka kesempatan dan peluang yang lebih besar untuk meningkatkan kontribusi peternakan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Riset-riset Prof. Ronny selalu diarahkan untuk meningkatkan populasi dan produktivitas ternak lokal.
Salah
satu yang dilakukan Prof. Ronny untuk meningkatkan populasi ternak lokal adalah
pengujian kemurnian Sapi Bali yang terancam kemurniannya. Prof. Ronny telah
mengembangkan teknik menganalisa kariotipe, penggunaan scanning electron
microscope untuk menganalisa topografi bulu dan kromosom, teknik isoelectric
focusing dan DNA mikrosatelit. “Di museum
ternak tertua Eropa yang ada di Universitas Martin Luther Jerman, anda akan
lihat foto Sapi Bali yang terpampang gagah di salah satu dinding. Foto itu dibuat
tahun 1827. Kita patut bangga karena sapi asli Indonesia sudah dikenal bangsa
Eropa pada jamannya perang Diponegoro. Ilmuwan Eropa sudah mengidentifikasi
bahwa Sapi Bali ini unik dan patut dipertimbangkan sebagai salah satu bangsa
sapi unik di dunia,” terangnya.
Prof. Ronny, menuturkan bahwa terdapat 7 (tujuh) keajaiban pada Sapi Bali, yakni dapat bertahan pada kondisi
lingkungan marjinal dengan kualitas pakan yang rendah dan memiliki persentasi
karkas tertinggi (bahkan tertinggi di dunia). Sapi Bali merupakan salah satu
dari sedikit bangsa sapi di dunia yang warna kaki bagian bawah dan daerah
seputar pantatnya berwarna putih (gen pengatur pola warna ini hanya ada di Sapi
Bali).
Sapi Bali juga satu-satunya sapi domestik yang warna jantan dan betinanya sama pada saat lahir tetapi berbeda pada saat dewasa kelamin. Sapi Bali masih memiliki nenek moyang yang masih hidup. Sapi Bali satu-satunya sapi di dunia yang memiliki keunikan pita hemoglobin. Sapi Bali juga memiliki penanda HEL9 dan INRA 35 DNA mikrosatelit sebagai penciri khasnya. Dan satu-satunya bangsa sapi yang memiliki penyakit khusus yaitu Jembarana. “Sapi Bali merupakan keturunan langsung dari Banteng yang masih hidup di Taman Nasional Ujung Kulon dan Baluran. Ini membuka peluang bagi pembuktian teori evolusi dan sejarah domestikasi ternak. Karena keunikannya ini, maka Sapi Bali menurut taksonomi digolongkan sebagai bangsa sapi tersendiri yaitu Bos sondaicus atau Bos javanicus yang berbeda dengan Bos taurus (sapi Eropa) dan Bos indicus (sapi Asia Timur),” terangnya.
Sapi Bali juga satu-satunya sapi domestik yang warna jantan dan betinanya sama pada saat lahir tetapi berbeda pada saat dewasa kelamin. Sapi Bali masih memiliki nenek moyang yang masih hidup. Sapi Bali satu-satunya sapi di dunia yang memiliki keunikan pita hemoglobin. Sapi Bali juga memiliki penanda HEL9 dan INRA 35 DNA mikrosatelit sebagai penciri khasnya. Dan satu-satunya bangsa sapi yang memiliki penyakit khusus yaitu Jembarana. “Sapi Bali merupakan keturunan langsung dari Banteng yang masih hidup di Taman Nasional Ujung Kulon dan Baluran. Ini membuka peluang bagi pembuktian teori evolusi dan sejarah domestikasi ternak. Karena keunikannya ini, maka Sapi Bali menurut taksonomi digolongkan sebagai bangsa sapi tersendiri yaitu Bos sondaicus atau Bos javanicus yang berbeda dengan Bos taurus (sapi Eropa) dan Bos indicus (sapi Asia Timur),” terangnya.
Program vaksinasi massal sapi bali di Sulawesi Selatan (ilustrasi dok : yoush)
Keunikan-keunikan
ini menjelaskan bahwa Sapi Bali merupakan warisan nenek moyang yang sangat
berharga. Selain itu Sapi Bali juga dapat menjadi andalan dalam pemenuhan
kebutuhan daging nasional.
Peternakan
rakyat dengan ternak lokalnya berperan dalam pemenuhan gizi dan pengurangan
masalah malnutrisi. Tetapi saat ini yang terjadi adalah tidak ada program
konservasi bagi lebih dari 75 persen bangsa ternak yang terancam punah.
Penyebabnya adalah erosi genetik. “Terjadi
persilangan yang tidak terkendali melalui Inseminasi Buatan (IB) dan salah
persepsi terkait produktivitas ternak lokal. Swasembada daging tidak akan
pernah terwujud jika tidak dilakukan langkah ekstrim dalam pembibitan sapi
sebagai tulang punggung penyedia ternak bakalan untuk ternak potong,”
imbuhnya.
Perlu
perubahan visi dari swasembada daging sapi menjadi swasembada protein hewani
Sumber
Asli : www.antaranews.com