Ir. Baharuddin Wawo, MP (kanan) fungsional Penyuluh Pertanian Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi Selatan
DIOLUHTAN-suluhtani. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Provinsi
Sulawesi Selatan menggelar Pertemuan Apresiasi Penyuluh Peternakan. Kegiatan
ini dalam rangka pengembangan kelembagaan peternakan di Sulawesi Selatan.
Pada kesempatan tersebut, fungsional Penyuluh Pertanian, Disnakeswan Prov.SulSel, Ir. Baharuddin Wawo, MP
memaparkan materi di hadapan para penyuluh pertanian sektor peternakan mengenai
program upaya khusus (upsus) yang perlu mendapatkan penyuluhan di Sulsel.
Baharuddin memaparkan kendala-kendala yang
dihadapi dalam upaya mensukseskan upsus siwab diantaranya (1) Sistem pemeliharaan dengan sistem
semi intensif (ternak dilepas tidak dikandangkan); (2) Jumlah petugas teknis inseminasi buatan (IB), Inseminator
yang aktif hanya 379 dari 1.006 orang;
(3) Keterampilan peternak dan petugas
teknis IB, diantaranya kemampuan deteksi
birahi masih kurang dan SC = 2-3; (4) Sarana
dan Peralatan IB, seperti masih kurangnya AI gun, Container depo dan lapangan,
kendaraan operasionalnya (roda 2 dan 4);
(5) Biaya operasional IB :dana insenti untuk IB, PKB,ATR , Recorder, Medis dan
jasa kelahiran masih kurang; (6) Mutasi petugas teknis (Inseminator, PKB, ATR,
Medik dan Paramedik)
Realisasi Tahun Lalu sebagai Dasar Penguatan Pendampingan Peternak dalam mensukseskan
program mendukung suksesnya Upsus Siwab
Beliau
juga memaparkan landasan perundang-undangan upsus siwab yaitu Permentan
48/2016. Menurut Baharuddin bahwa Upsus Siwab tersebut bertujuan meningkatkan
populasi ternak ruminansia besar dalam memenuhi kebutuhan produk ternak dalam
negeri. “Sasaran
upsus siwab yaitu terjadinya kebuntingan dari IB
minimal 70%, menurunnya penyakit
gangguan reproduksi 60%, dan menurunnya pemotongan sapi betina produktif 20%” paparnya.
Baharuddin
pun lanjut menyampaikan bahwa Sulsel memiliki target akseptor, kebuntingan dan
kelahiran. “Target akseptor sebanyak 75.000 ekor dengan rincian IB = 30.000
ekor dan Introduksi = 45.000 ekor, kemudian target kebuntingan 57.562 ekor,
dengan target kelahiran 46.794 ekor” rincinya.
Mengenai
hal-hal yang perlu dukungan penyuluhan, Baharuddin pun berharap pada penyuluh
dengan melihat kondisi seperti ketersediaan dan kecukupan pakan (bibit rumput, legum,
konsentrat dan pengolahan limbah pertanian) untuk melakukan pendampingan kepada
petani demi ketrsediaan dan kecukupan pakan. Penyuluh pun diharapkan untuk
membuka cakrawala petani dan meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan
petani tentang penanganan gangguan reproduksi (gangrep), penyelamatan betina
produktif dari pemotongan serta keikutsertaan dalam asuransi ternak.
Peran
Penting Penyuluh dalam Sosialisasi Asuransi Ternak Sapi
Asuransi usaha ternak sapi atau sering dikenal dengan
istilah asuransi sapi adalah asuransi bagi para peternak sapi untuk pengalihan
risiko akibat kerugian atau kehilangan ternak yang dapat memberikan ganti rugi
sehingga keberlangsungan usahatani ternaknya dapat terjamin dan terlindungi.
Demikian penjelasan Baharuddin saat memaparkan peran penyuluh dalam asuransi
ternak
Beliaupun memaparkan beberapa dasar hukum asuransi usaha
ternak sapi (AUTS) yaitu (1) UU No. 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (P3);
(2) PP No. 6 Tahun 2013 Tentang
Pemberdayaan Peternak; (3) Ijin produk dari OJK No. S-578/NB.11/2013 Tanggal Februari 2013 tentang
Penunjukan Konsorsium ATS untuk
memasarkan produk ATS di Indonesia; (4) Permentan Fasilitasi Asuransi
Pertanian No. 40/Permentan/SR.230/7/2015 dan (5) Pedoman Pembayaran Subsidi Premi AUTS
Baharuddin
mengatakan bahwa tujuan AUTS yaitu (1) Memberikan perlindungan atas risiko kematian sapi karena penyakit hewan,
kecelakaan dan melahirkan, serta sapi hilang karena kecurian; (2) Membagi
risiko kerugian keuangan kepada pihak lain melalui skema pertanggungan asuransi
berdasarkan syarat dan ketentuan perjanjian asuransi; (3) Pembelajaran tentang
pengelolaan manajemen ternak sapi yg baik, termasuk manajemen resiko kerugian;
(4) Mengembangkan kemitraan perasuransian dan pihak terkait lainnya dalam
kerjasama jangka panjang saling
menguntungkan. “Manfaat AUTS adalah (1) Memberikan
ketentraman dan ketenangan
sehingga peternak dapat memusatkan perhatian pada pengelolaan usaha dengan
lebih baik; (2) Pengalihan risiko
dengan membayar premi yang
relatif kecil peternak dapat memindahkan ketidak-pastian risiko kerugian yang
nilainya besar; (3) Memberikan jaminan
perlindungan dari risiko kematian dan kehilangan sapi yang dialami
peternak sehingga dapat mengatasi sebagian kerugian usaha; (4) Meningkatkan kredibilitas peserta
asuransi terhadap aksesibilitas pembiayaan” jelas Baharuddin Wawo
Premi AUTS pada dasarnya merupakan kewajiban dan tanggung
jawab pelaku usaha. Namun demikian, pembiayaan premi asuransi pada dasarnya
dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Swadaya; Kemitraan (CSR dari
swasta, PKBL BUMN/D); Perbankan (Jika peserta asuransi mendapatkan fasilitas
pembiayaan dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya); Pemerintah (APBN/D).
Baharuddin lanjut menjelaskan besaran premi asuransi diperkirakan sekitar 2 % dari perkiraan harga sapi lokal : (2 % x Rp.
10.000.000) dengan jumlah premi Rp. 200.000,-
/ekor/tahun. “Bantuan
premi dari
Pemerintah/APBN:
80% dari butir
b
sisanya premi swadaya petani 20%” ujarnya.
Kriteria peternak
peserta AUTS, jelas Baharuddin yaitu (1) Peternak Skala Usaha Kecil, sesuai
dengan ketentuan peraturan perUndang-undangan; (2) Peternak
sapi bersedia membayar premi swadaya
sebesar 20% dari nilai premi;
(3) Peternak
yang mendapatkan fasilitasi bantuan indukan dari pemerintah; (4) Peternak sapi yang tergabung dalam SPR; (5) Peternak sapi pembibitan atau pembiakan; (6) Bersedia
melakukan pemeliharaan ternak yang baik; (7) Bersedia
memenuhi ketentuan polis asuransi. “Kriteria ternak sapi yang dapat diasuransikan adalah sapi indukan pengadaan
pemerintah; sapi
potong dan/atau sapi perah yang tergabung dalam SPR; sapi potong dan/atau perah yang
diusahakan untuk pembibitan atau pembiakan; sapi memiliki
penandaan/identitas yang jelas (micro-chip,
eartag atau lainnya); dan sapi
sehat minimal berumur 1 (satu) tahun
dan masih produktif” jelasnya.
Untuk resiko yang dijamin, salah seorang peserta
yang juga penyuluh pertanian, Yusran A. Yahya, SPt, MSi saat berdiskusi dengan
kru suluhtani, menjelaskan bahwa resiko yang dijamin adalah kematian sapi karena penyakit, kematian sapi karena
kecelakaan, kematian
sapi karena beranak, dan kehilangan sapi akibat kecurian. “Tetapi ada resiko yang dikecualikan yaitu wabah+pemusnahan
ternak karena wabah, penyitaan atas perintah yang berwenang, bencana alam, kematian
akibat kelalaian peternak / staf / petugas kandang, pemotongan ternak secara
paksa akibat mandul, penyakit dan/atau luka yang sudah ada pada saat asuransi
diajukan, kerusuhan/huru-hara, pemogokan, pertikaian karyawan, peperangan,
pemberontakan, pembangkangan, penjarahan serta reaksi nuklir + kontaminasi
Radio Aktiv” jelasnya
meneruskan apa yang diungkapkan Baharuddin Wawo.
Kembali
Baharuddin menjelaskan bahwa sapi yang dapat di asuransikan adalah sapi yang dimiliki oleh anggota kelompok/koperasi, sapi
betina dan jantan, terdaftar yang dibuktikan (dengan anting/microchip), usia
produktif (15 bulan - 8 tahun), dan dinyatakan sehat dengan sertifikasi dokter
hewan.
Besaran
premi yang akan dibayarkan adalah sebesar 2 % dari nilai pertanggungan dimana
untuk ternak sapi harga pertanggungan induk sebesar Rp. 10.000.000,-/ekor, maka
premi yang dibayarkan sebesar Rp. 200.000,-/ekor/thn (peternak membayar 20 %
dari nilai premi atau sebesar Rp. 40.000,-/ekor/thn, dan subsidi pemerintah 80
% dari nilai premi atau sebesar Rp. 160.000,-/ekor/thn). “Untuk sapi perah besarnya premi adalah 2 % dari nilai
pertanggungan dimana untuk ternak sapi perah harga pertanggungan induk sebesar
Rp. 15.000.000,-/ekor, maka premi yang dibayarkan sebesar Rp.
300.000,-/ekor/thn (peternak membayar 20 % dari nilai premi atau sebesar Rp.
60.000,-/ekor/thn, dan subsidi pemerintah 80 % dari nilai premi atau sebesar
Rp. 240.000,-/ekor/thn)”
rinci Baharuddin.
Peranan
Penyuluh dalam Pengendalian Penyembelihan Ternak Betina Produktif dan
Pengeluaran Ternak.
Baharuddin Wawo pun berharap akan peran penyuluh
dalam pengendalian penyembelihan ternak betina produktif dan pengeluaran ternak.
Beliau kembali memaparkan dasar hukum pengendalian penyembelihan ternak betina produktif
yaitu UU No. 41/2014, Perda Prov. Sulsel No.4/2016. Pada pasal 18 Ayat (4)
UU 41/2014. “Setiap orang dilarang
menyembelih ternak ruminansia kecil betina produktif atau ternak ruminansia
besar betina produktif, lalu pada pasal 86 yang isinya tentang sanksi pidana
kurungan bagi orang yang menyembelih ternak ruminansia besar betina produktif
paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun dan denda paling sedikit Rp. 100
Juta dan paling banyak Rp. 300 Juta” jelasnya.
Yusran
A. Yahya yang juga penyuluh pertanian Disnak Kab. Bone saat dikonfirmasi saat “break” pertemuan apresiasi penyuluhan mengenai
diperbolehkannya pemotongan
ternak sapi betina produktif mengatakan bahwa ada kriteria-kriteria
tertentu diantaranya (1) Ternak sapi betina
tersebut cacat sejak lahir, yang dinyatakan dengan pemeriksaan pada kartu
ternak;
(2) Mengalami kecelakaan berat; (3)
Menderita penyakit hewan
menular; (4) Membahayakan
keselamatan manusia; dan (5) Ternak sapi betina
tersebut tidak memenuhi standar bibit dan/atau apabila populasi ternak betina
telah mencukupi ketersediaan bibit ternak pada tingkat populasi yang aman. Baharuddin
pun mengamini apa yang dikatakan Yusran dan mengatakan pelaksanaan kegiatan ini didukung oleh Kepolisian Negara
Republik Indonesia sesuai perjanjian Kerjasama antara Direktur Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan Kepala Badan Pemeliharaan
Keamanan (Baharkam) Polri Nomor : 09001/HK.230/F/05/2017.
Pertemuan apresiasi Penyuluh Peternakan yang dibuka oleh Kepala Disnakeswan Prov. Sulsel, Ir. H. Abdul Azis, MM, berlangsung selama 3 (tiga) hari mulai tanggal 18 April s/d 20 Maret 2018,
diikuti oleh para penyuluh peternakan se-Sulawesi Selatan bertempat di Hotel Grand Wisata IV UIT, Jl.
Bontomanai, Makassar.
Source : Yusran A. Yahya