DIOLUHTAN-suluhtani. Ini adalah gambaran cacing yang ditemukan pada ikan makarel yang sedang menjadi perbincangan, yang katanya mengandung protein. Cacing untuk pakan unggas memang telah dikenal sebagai pakan yang kandungan proteinnya sangat tinggi, bahkan bisa mencapai 75% akan tetapi bukan cacing anisakis melainkan cacing tanah atau cacing jenis lumbricus.
Protein memang penting bagi tubuh manusia, tapi tidak semua sumber protein bisa digunakan sebagai makanan, karena ada beberapa protein yang jika dianggap asing oleh tubuh, maka akan menyebabkan reaksi alergi.
Selain itu dalam agama islam cacing digolongkan dalam hewan hasyarat, yang oleh sebagian ulama mengharamkannya untuk dimakan. Tapi untuk pencinta kuliner “ekstrim” mungkin biasa dijadikan menu alternatif.
Keberadaan parasit cacing di dalam 27 produk olahan ikan makarel kaleng yang ditemukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), tidak bisa dianggap remeh.
Menurut
Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam.
mengatakan cacing itu bisa memicu penyakit Anisakiasis pada manusia. Produsen
dan importir diminta lebih waspada soal higinitas. Ari menjelaskan, nama parasit
cacing yang ada di dalam ikan makarel itu adalah Anisakis. ”Nama penyakitnya (pada manusia, red) anisakiasis,” katanya kemarin
(30/3).
Dia
mengatakan, penyakit anisakiasis terjadi ketika larva cacing tersebut masuk ke
dalam tubuh manusia dan menempel di dalam lambung. Keluhan yang bisa muncul
pada penderita penyakit anisakiasis adalah nyeri perut, mual, muntah, kembung,
diare disertai darah dan demam yang tidak terlalu tinggi.
Wakil
Ketua I Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam (PB Papdi)
itu mengatakan, penyakit anisakiasis sering terjadi di Jepang. Sebab di negeri
sakura itu terbiasa memakan ikan laut mentah atau setengah matang. Yang tidak
menutup kemungkinan di dalam ikan mentah atau setengah matang itu ada larva
cacing Anisakis. ”Di Amerika (kasus
penyakit Anisakiasis, red) juga meningkat karena ada trend (konsumsi, red)
daging mentah,” jelasnya.
Ari
menjelaskan, larva atau cacing di dalam olahan ikan makarel itu berbahaya
ketika masuk ke dalam tubuh manusia dalam keadaan hidup. Tetapi jika penyajian
olahan makarel itu dimasakah sampai suhu 100 derajat, bisa dipastikan larva
atau cacing Anisakis sudah mati kepanasan. Dia menegaskan cacing Anisakis itu
bukan seperti cacing pita atau cacing tambang yang bisa hidup dan berkembang biak
di dalam tubuh manusia. Ari mengatakan cacing Anisakis tidak bisa bertelur di
tubuh manusia.
Meskipun
cacing dipastikan mati ketika olahan makarel dimasak di suhu 100 derajat, Ari
mengatakan, aturan normatifnya tidak boleh ada parasit di dalam makanan. ”Tidak boleh ada larva. Berarti ini
terkontaminasi,” kata dia. Untuk itu, dia mendukung kebijakan BPOM supaya
produk makarel yang positif mengandung cacing itu ditarik. Ari juga mengatakan,
cacing memang memiliki kandungan protein. Pada orang tertentu, protein di
cacing bisa memicu alergi.
Kepala
Pusat Sistem Penerapan Standar Badan Standar Nasional (BSN), Wahyu Purbowastio,
mengatakan bahwa telah terjadi pelanggaran ketentuan Standar Nasional Indonesia
(SNI) untuk Sarden dan Makarel dalam Kemasan Kaleng. Di dalam poin sembilan
ketentuan SNI untuk produk sarden dan makarel dalam kemasan kaleng dinyatakan
bahwa produk akhir harus bebas dari benda asing yang dapat mempengaruhi
kesehatan manusia.
Kemudian
produk akhir harus bebas dari cemaran mikroba atau substansi asli dari mikroba
yang dapat membahayakan kesehatan sesuai dengan peraturan yang berlaku. ”Jika mengacu pada klausul sembilan,
seharusnya tidak ada dan tidak diperbolehkan adanya cacing dalam produk
tersebut,” kata Wahyu.
Terkait
pelanggaran ketentuan SNI tersebut, Wahyu mengatakan, produsen olahan makarel
kaleng yang sudah mendapatkan SNI, akan dicabut SNI-nya. Selain itu, lembaga
sertifikasi produk yang bertanggung jawab juga bisa dikenai sanksi pencabutan
akreditasinya. Sanksi ini, menunggu hasil audit yang dilakukan oleh BPOM.
Terkait
kasus munculnya cacing di dalam olahan ikan makarel, Wahyu mengatakan dalam
waktu dekat dilakukan revisi petunjuk teknis (juknis) ketentuan wajib SNI untuk
olahan sarden dan makarel kaleng. Di antara klausul baru yang akan dimasukkan
adalah bahan baku tidak boleh mengandung cacing atau larva cacing.
Kepala
BPOM Penny Lukito menuturkan bahwa balai besar POM di seluruh wilayah terus
melakukan sidak dam investigasi terkait makarel. Sebanyak 27 makarel yang sudah
ditetapkan BPOM mengandung cacing, akan ditarik. Selain itu, juga terus
dilakukan sosialisasi kepada pedagang maupun masyarakat.
Terkait
sanksi, Penny menjelaskan bahwa pihaknya sudah memberikan hukuman. ”Merek yang positif (mengandung cacing, red)
diberi sanksi administratif dengan menghentikan sementar kegiatan impor maupun
produksi,” ujarnya. Selain itu, produsen maupun distributor harus segera
menarik produk dari peredaran.
BPOM
belum berencana membawa ke ranah hukum. ”Belum
ada indikasi kesengajaan. Kan sudah ada sanksi administrasi,” ucapnya saat
dihubungi kemarin.
BPOM
menegaskan, untuk sementara waktu 16 merek ikan makarel kemasan impor dilarang
masuk ke wilayah Indonesia. Sedangkan 11 merek dalam negeri ditetapkan untuk
berhenti sementara, sampai audit selesai dilakukan. Terkait kasus ini
pemerintah juga memberikan notifikasi kepada pemerintah Tiongkok terkait dengan
bahan baku ikan makarel yang mengandung cacing parasit.
Editor
: Y.A. Yahya
Sumber-Foto
: www.fajar.co.id