DIOLUHTAN.
Badan Pusat Statistik (BPS) memaparkan bahwa nilai tukar petani (NTP) per
Januari 2018 mencapai 102,92 atau 0,14 %. Catatan angka ini mengalami penurunan
dari periode Desember 2017 sebesar 103,06.
Kepala
BPS Suhariyanto mengatakan, penurunan NTP disebabkan indeks harga hasil
produksi pertanian mengalami kenaikan yang lebih kecil daripada kenaikan indeks
harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan
produksi pertanian. “Hampir seluruh
subsektor mengalami penurunan, kecuali subsektor tanaman pangan,” ungkap
Suhariyanto dalam keterangan pers yang dilansir fakta.news kemarin.
Suhariyanto
memaparkan bahwa NTP subsektor hortikultura terpantau turun 0,57%, NTP
subsektor perkebunan rakyat memiliki nilai 98,82 atau turun -1,55%, NTP subsektor
peternakan tercatat 106,60 atau turun -0,57%, dan NTP subsektor perikanan
dengan nilai 104,75 atau turun -0,24%.
Meski
demikian, ada juga NTP subsektor yang mengalami kenaikan, yaitu tanaman pangan.
NTP subsektor tanaman pangan diketahui naik 1,42% dengan nilai 104,34. “Menilik regional, NTP tertinggi periode
Januari 2018 berada di Provinsi Aceh sebesar 0,89%,” jelasnya.
Untuk
diketahui, NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan
atau daya beli petani di perdesaan. Dari NTP dapat pula diketahui daya tukar
(terms of trade) produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun
untuk biaya produksi.
Secara
garis besarnya, semakin tinggi NTP maka secara relatif semakin kuat tingkat
kemampuan atau daya beli petani. NTP Januari 2018 didorong indeks harga yang
diterima petani (It) naik sebesar 0,92%, sedangkan indeks harga yang dibayar
petani (Ib) turun sebesar 1,05%.
Februari
2018 Berpotensi Deflasi
Sementara
itu, dilaman yang sama (fakta.news), Kepala Badan Pusat Statistik juga memperkirakan harga
beras pada Februari 2018 ini akan mengalami penurunan. Hal itu tidak lepas dari
panen raya di sejumlah daerah. Oleh sebab itu diperkirakan pada Februari andil
beras terhadap inflasi Februari akan jauh lebih kecil dibandingkan pada periode
Januari 2018. “Februari panen akan
bertambah, biasanya mencapai puncak di Februari dan Maret. Dengan ini, harga
beras kita harapkan akan kembali menurun. Jadi kalau harga beras masih naik di
Januari memang belum musim panen. Tapi harga beras dan gabah di beberapa daerah
sudah mulai turun, sehingga kita harap di Februari tidak berkontribusi lagi
(terhadap inflasi),” tutur Kepala BPS ini
Deputi
Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa, Yunita Rusanti, membenarkan bahwa
kemungkinan Februari akan terjadi deflasi. Hal itu karena potensi andil harga
bahan pangan utamanya beras akan mengecil. Terlebih pada Februari ini, beras
impor sudah mulai beredar di pasaran. Sehingga tekanan terhadap lonjakan harga
akan mengecil. Namun pihaknya enggan memberikan angka prediksi berapa deflasi
atau inflasi pada Februari ini. “Kita
tidak tahu, tapi tren sebelumnya memang kalau Februari itu deflasi, tapi kita
nggak tahu gimana nanti, tapi memang beras itu mempengaruhi, kalau ada panen
biasanya turun (deflasi),” ucap Yunita.
Editor dan Foto : Y.A.Yahya / Admin
Sumber : www.fakta.news.com
Sumber : www.fakta.news.com