DIOLUHTAN. Sebuah
ekspedisi yang dilakukan tim gabungan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Kementerian
Pertanian menemukan sebaran jenis pisang istimewa sekaligus misterius di kaki
Gunung Galunggung, Jawa Barat, pada September 2017 lalu.
Disebut
istimewa dan misterius karena para ilmuwan meyakini tanaman tersebut aslinya
tumbuh di Maluku dan Papua dengan sebutan Pisang Tongka Langit. Adapun
masyarakat di kawasan Gunung Galunggung menyebutnya Pisang Ranggap.
Tinggi
tanaman pisang itu rata-rata lima hingga tujuh meter, batangnya tegak lurus,
sedangkan buahnya menengadah ke langit. Itulah sebabnya tanaman tersebut
dinamai Tongka Langit, kata Ketut Wikantika, kepala tim ekspedisi sekaligus
ahli penginderaan jauh untuk pertanian dan biodiversitas dari Fakultas Ilmu dan
Teknologi Kebumian ITB.
Buah
Pisang Tongka Langit, sambungnya, berukuran besar. Panjangnya sekira 20-30cm
dengan diameter 5-10 cm. "Kulitnya
tebal dan kalau kita makan langsung seperti mentega, lembut. Manisnya tidak
seperti Pisang Cavendish sehingga kalau orang suka dengan pisang yang nggak
terlalu manis, ini pas banget," ujar Ketut.
Paling
istimewa adalah daging Pisang Tongka Langit berwarna oranye. "Kenapa oranye? Karena mengandung
betakaroten yang sangat tinggi," cetus Ketut.
Betakaroten
merupakan zat kaya vitamin A yang jamak dijumpai pada wortel. Adapun pada
Pisang Tongka Langit terdapat sekitar 4960 µg betakaroten/100 gram. Artinya,
hanya dengan mengonsumsi 250 gram pisang tongka langit, kebutuhan akan vitamin
A perhari seseorang akan terpenuhi.
Oleh
sebab itu, Pisang Tongka Langit boleh jadi merupakan salah satu pisang tersehat
di Indonesia. Pisang ini berwarna kuning jingga. Warna itu disebabkan kandungan
betakaroten yang tinggi.
Misteri
yang Belum Terpecahkan
Keberadaan
Pisang Tongka Langit di kaki Gunung Galunggung hingga kini belum dipecahkan. Lewat
penelusurannya dan rekan-rekannya, Ketut Wikantika mendapati bahwa Pisang
Tongka Langit sudah berbuah di kawasan tersebut sebelum Gunung Galunggung
meletus pada 1982. “Tiga, empat tahun sebelum gunung meletus, pisang itu sudah
ada. Yang masih misteri adalah kenapa ada di Gunung Galunggung, padahal
original-nya ada di Maluku," ucap Ketut.
Menurutnya,
jawaban atas misteri itu sedang coba dipecahkan oleh ilmuwan etnobotani. Selagi
kajian dilakukan, peneliti lainnya berfokus pada kandungan betakaroten pada
Pisang Tongka Langit.
Fenny
Martha Dwivany, pakar Biologi Molekuler Tanaman dari Sekolah Ilmu dan Teknologi
Hayati ITB, mengatakan tingginya betakaroten pada Pisang Tongka Langit membuat
tanaman itu berpotensi dijadikan sumber pangan alternatif.
Pisang
Tongka Langit cukup tinggi dan buahnya menengadah ke langit sehingga dinamai
Tongka Langit. Namun, sebelum sampai pembudidayaan, pengumpulan data molekuler
Pisang Tongka Langit mesti dilakukan. Salah satu manfaatnya adalah untuk
memastikan pisang Tongka Langit bisa bertahan dari serangan hama dan penyakit. "Kita bisa mengetahui, pisang mana
sih yang tahan penyakit? Dari data itu, kita akan pilih pisang-pisang yang
potensial untuk bisa dibudidayakan. Ke depannya mungkin pisang yang tahan penyakit
bisa disilangkan dengan pisang yang betakarotennya tinggi seperti Pisang Tongka
Langit,". paparnya
Data
molekuler, imbuhnya, juga berguna untuk melihat reaksi buah pisang pada tubuh
manusia. Contohnya, apa efek bagi seorang pengidap diabetes ika dia mengonsumsi
pisang jenis tertentu. "Dari pola
ekspresi gen secara global, kita bisa tahu profil gen apa yang terpengaruh dan
tidak. Kita nanti bisa menyimpulkan pisang mana yang tepat untuk individu
tertentu,". Sambungnya.
Pemetaan
Pisang Tongka Langit
Sementara
itu, di ranah pemetaan dan penginderaan jauh, Ketut Wikantika dan timnya
berupaya memperoleh beragam data mulai dari sebaran pisang Tongka Langit di
Gunung Galunggung hingga seberapa banyak tanaman pisang yang terkena penyakit.
Dengan
menggunakan metode pengenalan pola pada pesawat nirawak (drone), Ketut bisa
mendapat pencitraan tiga dimensi terhadap pohon pisang atau lahan yang
ditelaah. Pola yang diamati, misalnya, pohon pisang dengan tandan yang
menghadap ke atas adalah pohon Pisang Tongka Langit.
Tekstur
buah Pisang Tongka Langit lembut seperti mentega, kata Ketut Wikantika dari
ITB.
Metode lainnya adalah dengan membaca spektra cahaya Matahari yang dipantulkan oleh tanaman pisang. Jika digabung dengan pengetahuan biologis mengenai pisang, maka spektra dapat dilabeli.
Metode lainnya adalah dengan membaca spektra cahaya Matahari yang dipantulkan oleh tanaman pisang. Jika digabung dengan pengetahuan biologis mengenai pisang, maka spektra dapat dilabeli.
Misal,
spektra yang dipantulkan oleh pohon pisang yang sakit tidak secerah spektra
yang dipantulkan oleh pohon pisang yang sehat. Hal ini dapat menjadi panduan
dalam pengukuran berikutnya, sehingga pertumbuhan serta kondisi fisik pada
pohon pisang dapat terus dipantau.
Beragam
metode ini menjadi sangat relevan karena dalam ekspedisi September 2017 lalu,
Ketut menemukan satu rumpun pisang Tongka Langit yang menunjukkan gejala
penyakit virus BBTV.
Hal
ini tentunya mengancam keberadaan pisang tersebut di wilayah Galunggung. "Dengan sistem monitoring drone yang
bisa membedakan pisang yang sakit dan tidak sakit, kita bisa segera
menganalisis karena drone bisa bergerak cepat dan mencover area yang luas.
Metode ini sangat penting sebagai sistem peringatan dini,". tutur Ketut
Kumpulan
data pemetaan sampai data molekuler ini bertujuan untuk memudahkan para
pemangku kepentingan untuk mengambil kebijakan. "Dengan big data ini, decision maker, apakah itu bupati, walikota,
gubernur, bahkan menteri dan presiden, bisa melihat potensi yang ada dalam
pengembangan lahan pisang. Karena kita meyakini pisang sebagai sumber
alternatif pangan,". lanjutnya. (BBC/DirektoratPerbenihan Hortikultura)
Editor
: Y.A. Yahya