DIOLUHTAN. Perubahan
iklim yang ekstrim dalam dekade terakhir telah menyebabkan kenaikan permukaan air
laut, gelombang tinggi, perubahan pola hujan dan kemarau, serta perubahan
salinitas air laut.
Lahan Persawahan yang Mengalami Bencana Kekeringan
Bencana
akibat perubahan iklim (bencana klimatologi) menunjukkan ciri yang berbeda
dibandingkan dengan bencana geologi seperti gempa, tsunami, dan sebagainya. Bencana
yang dipahami secara umum adalah bencana geologi yang bersifat mendadak dan
bervariasi, baik dapat diprediksi atau tidak. Sementara bencana klimatologi
terjadi secara perlahan dan dalam jangka yang relatif panjang. Pantai dan
pulau-pulau kecil merupakan wilayah yang terlebih dahulu terkena dampak
perubahan iklim dibandingkan wilayah-wilayah lain.
Bencana
hidrometeorologi atau yang disebabkan oleh perubahan iklim menjadi bencana yang
paling sering terjadi di Indonesia. Dampak perubahan iklim juga timbul karena
ulah manusia itu sendiri diantaranya kerusakan hutan dan lingkungan.
Pencegahan
dan antisipasi bencana perlu menjadi prioritas untuk meminimalisir jumlah
korban dan kerugian, selain upaya penanganan saat bencana terjadi.
Menurut
salah satu Penyuluh Pertanian sub Peternakan Kec. Bontocani dan Kec. Patimpeng,
Kab. Bone, Provinsi Sulawesi Selatan, yang wilayah tugasnya di dominasi Lembah,
Hutan dan Pegunungan, berdasarkan apa yang beliau ketahui bahwa bencana yang
disebabkan oleh perubahan iklim pada dasarnya dipicu oleh kerusakan hutan dan
lingkungan, sehingga upaya mengatasinya hanya bisa dilakukan dengan memperbaiki
kerusakan lingkungan yang terjadi. “Penyebabnya
jelas dan sangat mudah, hutan yang di gunung sana itu digunduli, dan memang
hanya itu (penyebabnya). Kan bisa dibandingkan begini, jadi pada waktu ada
hutan tadi, sebenarnya kan air itu, air hujan semusim itu bisa masuk ke dalam
tanah terus keluar secara perlahan-lahan dalam setahun menjadi mata air
terus-terusan, kalau itu ada hutan. Tapi kalau itu hutan tidak ada, ya seperti
(kepala) kita gundul, bila begitu disiram air langsung lari/jatuh semua, tidak
ada yang meresap, otomatis yaa kekeringan karena air tanah yang di dalam tanah
itu tidak tersedia,” jelas Yusran, SPt, MSi.
Menurut
Yusran, pemerintah pasti telah berupaya mengurangi resiko bencana, bersama
dengan upaya penanggulangan bencana. Tindakan ini untuk mengurangi potensi
resiko bencana yang dapat menimpa penduduk di Indonesia, yang tercatat mencapai
205 juta jiwa tinggal di daerah rawan terjadinya bencana.
Khusus
yang terjadi di Kabupaten Bone, Yusran mengatakan, kesadaran dan pemahaman
masyarakat mengenai bencana tergolong masih sangat rendah, sehingga pihaknya terus melakukan edukasi dan penyuluhan mengenai antisipasi bencana, apalagi bisa merusak sektor pendapatan
petani yaitu pertanian (tanaman pangan, peternakan, perkebunan)
Musibah
banjir merupakan bencana yang paling banyak terjadi dan memakan banyak korban dari berbagai negara setiap tahun. Banjir terjadi karena curah hujan ekstrim
akibat gangguan cuaca, seperti siklon tropis.
Berikutnya
adalah musibah kekeringan yang mengancam keamanan pangan dunia. Pada dasarnya,
fenomena perubahan iklim menimbulkan curah hujan ekstrim dalam waktu makin
singkat, kemudian menjadikan masa kekeringan makin panjang. Ketidakpastian alam
menjadi semakin tinggi.
Selain
banjir dan kekeringan, perubahan iklim juga dapat menimbulkan bencana longsor
dan kebakaran lahan gambut. “Peningkatan
aktivitas gempa bumi berhubungan dengan pemanasan global” lanjut Yusran
Yusran
lanjut menguraikan sebuah laporan dari program Ilmu Pengetahuan Perubahan Iklim
AS (sumber : alternet.org) yang disusun oleh banyak badan pemerintah, pemanasan
global akan menyebabkan kondisi cuaca menjadi semakin parah, dengan kekeringan
dan banjir yang meningkat baik dalam tingkat keparahan maupun lamanya. “Laporan
tersebut meramalkan frekuensi terjadinya keesktriman ini menjadi semakin cepat,
dan memberi peringatan bahwa tindakan pencegahan harus memperhitungkan
kecenderungan perubahan iklim agar efektif melindungi masa depan” urainya
Di
sisi lainnya, seperti yang dilansir earthtimes.org.
Dr. Tom Chalko, kepala geofisika di Peneliti Teknik Ilmu Pengetahuan Austria
telah mencatat peningkatan aktivitas gempa bumi yang saat ini lebih besar lima
kali daripada dua puluh tahun lalu. Dengan mengutip data NASA, dimana es di
Bumi saat ini menyerap lebih banyak energi panas dari Matahari daripada radiasi
yang dibalikkan ke angkasa, Dr. Chalko menyatakan, “Ketidakseimbangan panas ini telah menciptakan panas di dalam perut
bumi tidak dapat keluar sehingga perut bumi terlalu panas. Peningkatan
aktivitas gerakan seismik, tektonik, dan vulkanik adalah akibat yang tak
terabaikan dari panas yang terperangkap akibat ketidakseimbangan.” Paparnya
Dr.
Chalko juga mendesak komunitas ilmuwan internasional untuk membagikan info ini
dengan publik dan berkata, “Konsekuensi
dari kelambanan kita akan menjadi malapetaka. Tidak ada waktu untuk gerakan setengah-setengah.”
desaknya agar bencana bisa diantisipasi.
Berbagai
bencana itu menimbulkan kerentanan sosial, di antaranya ancaman kelaparan.
Bahaya kelaparan saat ini mengancam 800 juta penduduk dunia. Dari jumlah itu,
170 juta orang berusia di bawah lima tahun. Artinya, kini banyak kasus gizi
buruk yang merusak harapan bagi generasi mendatang.
Kementrian
Pertanian RI seperti yang dilansir Pusat Penyuluhan Pertanian (Pusluhtan),
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) telah mangantisipasi
hal tersebut dengan program Aksi Tanggap
Bencana, yaitu :
No
|
Program AKSI TANGGAP BENCANA Kementrian Pertanian
RI
|
|
1
|
Upaya Penanganan Kekeringan
|
Pompanisasi
|
Pemberian
Pupuk Kompos Kandungan Humus Tinggi
|
||
Pengaturan
Pola Tanam
|
||
Penanaman
Varietas Tahan Kekeringan
|
||
2
|
Upaya Pengangan Banjir
|
Melakukan
Pengerukan dan Pembersihan Saluran
|
Menanam
Varietas Tahan Genangan
|
||
3
|
Upaya Pemanfaatan Lahan Sub Optimal
(Gambut dan Rawa)
|
Pembuatan
saluran Air Long Storage untuk Cadangan Air Musim Kemarau dan untuk Menampung
Air saat Musim Hujan
|
Menurut Kepala Pusluhtan BPPSDMP, DR. Ir. Sitti Munifah, MSi
dalam rilisnya mengatakan bahwa perubahan iklim dapat menyebabkan bencana alam,
bahkan berkurangnya pasokan air karena adanya perubahan pola hujan yang
berdampak pada jatuhnya korban jiwa serta kerusakan
infrastruktur. “Saatnya kita melakukan
upaya nyata dalam membantu petani serta masyarakat yang terkena musibah akibat
bencana.Ayo Dukung Aksi Tanggap Bencana" rilis Kapusluhtan melalui Fanspagenya
Dari
kita lahir, bumi telah “menjaga”
kita. Kini saatnya kita “menjaga”
bumi dengan melakukan tindakan-tindakan yang ramah lingkungan, seperti
mengurangi sampah, mengurangi polusi, menghemat air, menghemat energi, dan
lain-lain
Source : Yusran A. Yahya
Disarikan dari Berbagai Sumber
1 komentar:
Click here for komentarterimakasih infonya sangat bermanfaat, jangan lupa kunjungi web kami http://bit.ly/2QQMNIX