DIOLUHTAN. Meski sering dicirikan sebagai
subsistem, peternakan di negara-negara tropis memiliki sumbangsih yang besar
terhadap kedaulatan pangan. Hal itu dikatakan oleh Dekan Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas
Gadjah Mada (UGM), Ali Agus saat menyambut peserta the 7th International
Seminar on Tropical Animal Production (ISTAP), di Fakultas Peternakan UGM,
Yogyakarta – Selasa (12/9).
Menurut Ali Agus mayoritas petani di negara tropis tidak memiliki
kekuatan untuk mengontrol mekanisme produksi pangan dan kebijakannya. Hal ini
disebabkan petani di daerah tropis seringkali dicirikan dengan skala usaha yang
kecil dan subsisten.
Kegiatan "the 7th International Seminar on Tropical Animal Production (ISTAP)", di Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta (Selasa/12/9) Foto: dok.ntr
Ali Agus menyatakan peran peternakan di negara-negara tropis menjadi
penting untuk membangkitkan kemandirian karena fungsi peternakan sebagai
tabungan, akumulasi modal, serta untuk menyuplai input bagi tanaman pangan
melalui produksi kotoran yang dapat diolah menjadi pupuk. “Upaya mengukur kontribusi peternakan pada kedaulatan pangan di
negara-negara tropis sangat penting untuk mengidentifikasi keunggulan dan daya
saing komoditas dan produk turunannya,” ungkap dia pada seminar yang
bertema “Contribution of Livestock Production on Food Sovereignty in Tropical
Countries yang berlangsung dari 12-14/9.
Bahkan, Ali melanjutkan, hewan ternak telah melekat pada kehidupan petani
kecil di negara-negara tropis. Oleh karena itu, melibatkan rumah tangga petani
kecil dalam mekanisme produksi dan kebijakan berarti ikut mengamankan
kedaulatan pangan sebuah negara.
Vu Dinh Ton dari Vietnam National University of Agriculture pada plenary
session mengungkapkan hal senada dengan Ali Agus, di Vietnam produksi ternak
tak hanya menyumbang bahan pangan namun juga membuka lapangan kerja dan
menyumbang 14% penghasilan bagi 6,5 juta rumah tangga, atau setara 42% rumah
tangga di pedesaan.
Seperti di negara lain – tak terkecuali Indonesia, menurut Vu Dinh Ton
pembangunan peternakan di Vietnam pun menghadapi persimpangan jalan untuk
mengejar pertumbuhan permintaan produk pangan hewani yang terus meningkat.
Antara menerima investasi kapital dari raksasa industri asing yang modern, atau
terus melanjutkan pemberdayaan peternak. Selain itu, peternak setempat juga belum
berhasil melakukan pengorganisasian melalui koperasi.
Memaknai Ulang Kedaulatan Pangan
Pada pidato pembukaannya, Rektor Universitas Gadjah Mada Panut Mulyono
mengungkapkan, kedaulatan pangan harus dimaknai secara lebih komprehensif,
tidak hanya diartikan sebagai ketersediaan pangan, tetapi juga aksesibilitas
terhadap pangan yang berbasis potensi lokal. “Indonesia dan negara-negara tropis lain kaya akan sumberdaya ternak
lokal dan keanekaragaman ternak. Ini adalah aset potensial yang berguna dalam
pasar domestik maupun internasional di masa mendatang,” kata Prof. Panut
ketika membuka acara yang dihadiri lebih dari 250 peserta yang berasal dari 11
negara yang terletak di wilayah tropis.
Di negara-negara tropis, Panut menjelaskan, produksi ternak masih dijalankan
oleh peternak kecil. Sehingga muncul permasalahan-permasalahan yang menjadi
tantangan kedaulatan pangan. Seperti ketidakseimbangan supply dan demand produk
ternak tropis di pasar, kapasitas dan kapabilitas peternak yang masih rendah,
dan kurangnya inovasi dan teknologi.
Bedah Teknologi
ISTAP kali ini menghadirkan Metha Wanapat dari Fakultas Pertanian Khon
khaen University Thailand untuk membahas teknologi sederhana menurunkan emisi
gas methan pada ruminansia.
Menurut Wanapat, pemberian pakan hijauan yang mengandung tannin dan
saponin secara signifikan mengubah komposisi mikrobia rumen. Mikrobia
methanogenik bisa ditekan sehingga produksi gan methan dari rumen pun turun.
Pembicara lainnya, John Moran, pakar Profitable Dairy System Victoria –
Australia memaparkan tentang metode perbaikan nutrisi untuk meningkatkan
produksi susu peternak skala rumah tangga, berdasarkan studi yang dilakukannya
di Bangladesh.
Liang Chou Hsia dari Pingtung University Of Science and Technology,
menyajikan presentasi panjang yang selalu disambung dengan motivasi bagi
mahasiswa dan peneliti muda. Diuraikannya tentang revolusi manajemen
perkandangan dan budidaya ruminansia kecil (kambing dan domba) dengan prinsip
teknologi modern yang bisa dirakit sendiri oleh peternak. “Seminar ini memperkenalkan ilmu dan perangkat baru yang diperlukan
dalam mempertahankan lingkungan yang aman dan menemukan upaya yang lebih
efektif untuk menjawab tantangan di masa mendatang,” jelas Ali.
Artikel Sumber : www.trobos.com