DIOLUHTAN.
Komisi Penyuluhan Pertanian Nasional (KPPN) menggelar rapat dalam menyikapi
perkembangan penyelenggaraan penyuluhan pertanian di berbagai daerah Indonesia. Rapat tersebut
diselenggarakan pada tanggal 26 Agustus 2017 lalu, yang bertempat di Bogor, Jawa Barat.
Hasil
rapat KPPN yang dinahkodai oleh Prof. Sumardjo tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi sebagai masukan bagi Menteri
Pertanian RI dalam kebijakannya untuk penyelenggaraan penyuluhan pertanian
kedepan. Berikut hasil rekomendasi KPPN.
REKOMENDASI
KOMISI PENYULUHAN PERTANIAN NASIONAL (KPPN)
(Bogor, 26 Agustus 2017)
1.
Perlu memberdayakan Penyuluh pertanian Swadaya melalui peningkatan kapasitas figur tokoh petani
sebagai penyuluh dan insentif pendapatan dari margin peningkatan produktivitas petani.
Figur tokoh petani adalah petani yang memiliki sikap kepemimpinan dan keteladanan
di masyarakat, pengelola Pusat Pelatihan Pertaniah Penyuluh Swadaya (P4S) atau figur
KTNA teladan.
2.
Perlunya penguatan Penyuluh Swadaya dan Posluhdes.
3.
Upaya meningkatkan kesejahteraan penyuluh di luar APBN/APBD:
a. Penguatan
pengembangan ekonomi kawasan dengan kemitraan hulu-hilir;
b. Penyuluh
mendapatkan insentif yang berbasis profesionalitas pemberdayaan masyarakat.
4.
Memperkuat Kelembagaan Ekonomi Petani (KEP):
a. Memperkuat
kembali fungsi kelompoktani dan Gapoktan;
b. Memperkuat
peran dan fungsi P4S;
c. Mendorong kelompoktani
dan Gapoktan untuk menjadi Kelembagaan Ekonomi Petani;
d. Memperkuat manajemen
kewirausahaan petanilkoperasi/kelembagaan petani;
e. Mengendalikan
kualitas produk usahatani agar mendapat harga yang layak melalui kerjasama dengan
Dinas Ketahanan Pangan;
f. Mengembangkan
stok pangan yang berperan sebagai penyangga harga melalui kerjasama dengan Dinas
Ketahanan Pangan.
5.
Segera diselesaikan Peraturan Perundangan terkait tentang Balai Penyuluhan Pertanian
(BPP) yang mengikat (Grand design Revitalisasi Kelembagaan BPP):
a. Mendorong
Kemendagri untuk peduli pada kebedungsian BPP didukung memperkuat pemahaman pimpinan
daerah tentang peran BPP dan fungsi penyuluhan;
b. Mengembangkan
pedoman pengelolaan BPP (revitalisasi BPP, perencanaan pembangungan pertanian WKBPP,
sinergi peneliti-penyuluh-petani, sinergi masyarakat-pemerintah-petani);
c. Pedoman
pemberdayaan Penyuluh Swadaya melalui supervisi pelaksanaan penyuluhan dan penguatan
kapasitas Penyuluh Swadaya;
d. Kepastian pembiayaan
bagi berfungsinya BPP (balai penyuluhan pertanian); ,
e. Memperkuat fungsi
diseminasi teknologi melatui Bpp dan didukung perangkat IT Pertanian dan
pembenahan keberfungsian kelompok tani.
6.
Membangun penyuluh entrepreneur Pemberdayaan
penyuluh melatui penguatan kapasitas ketenagaan penyuluh :
a. Mengembangkan
jaringan kerjasama dan komunikasi antar penyuluh PNS, swadaya dan swasta untuk bersinergi
sesuai dengan peran dan kebutuhan masing-masing;
b. Mensinergikan
Penyuluh Swasta dengan petani dan penyuluh Swadaya melalui penguatan
kapasitas/keberdayaan Penyuluh Swasta dan penyuluh Swadaya;
c. Memperkuat konvergensi
peneliti (Perguruan tinggi dan Litbang)-penyuluh (ASN, swadaya dan swasta, serta
Perguruan Tinggi), pelaku utama dan pelaku usaha;
d. Memperkuat kapasitas
Penyuluh PNS berperan sebagai supervisor pelaksanaun penyuluhan di masyarakat/di
tingkat petani;
e. Sertifikasi
profesi Penyuluh Swadaya diimbangi dengan insentif dalam pengelolaan kelompok tani;
7.
Menggali sumber-sumber pendanaan atternatif untuk BPP dan KEP, dengan mengupayakan
alternatif pembiayaan penyuluhan :
a. Memperkuat
akses sumber-sumber pendanaan;
b. Peluang memanfaatkan
sumber pendanaan Bank Syariah pilar sosial;
c. Peluang memanfaatkan
dana BAZIS;
8.
Advokasi pengambil keputusan di daerah terkait kesadaran manfaat penyelenggaraan
penyuluhan.
9.
Menurunnya jumlah Penyuluh diimbangi dengan penggalian upaya penguatan jaringan
kerjasama lembaga dengan Perguruan Tinggi, widyaiswara dan peneliti untuk berperan
sebagai penyelenggara penyuluhan. (Y.A.Y)
Editor : Yusran A. Yahya