DIOLUHTAN. Siklus hidup cacing adalah cacing ditularkan
pada waktu ternak memakan rumput atau meminum air yang terkontaminasi atau
tercemar oleh ternak lain dengan telur cacing. Bisa juga cacing disebarkan dari
induk ke anaknya.
Cacing hidup di usus ternak dan memproduksi
banyak telur. Masalah ini biasa terjadi pada musim hujan. Cacing memang
memerlukan kondisi lingkungan yang basah, artinya cacing tersebut bisa tumbuh
dan berkembang biak dengan baik bila tempat hidupnya berada pada kondisi yang
basah atau lembab.
Penyuluh memberikan Demonstrasi Cara Pemberian Obat Cacing Bolus pada Sapi
Pada kondisi lingkungan yang basah atau
lembab, perlu juga diwaspadai kehadiran siput air tawar yang menjadi inang
perantara cacing sebelum masuk ke tubuh ternak. Dibawah ini diuraikan mengenai
jenis-jenis infeksi cacing, sebagai berikut :
Infeksi
C. Tambang (Ankilostomiasis)
Diagnosa dari
infeksi cacing Ankilostomiasis yaitu dengan memeriksa tinja, gejala diare
berdarah, penurunan aktifitas system imunitas, hingga anjing mudah menderita
parvovirus, hepatitis, dan distemper (Subronto., 2006).
Infeksi
C. Gelang (Askariasis)
Riwayat kennel
maupun cattery tempat penderita tumbuh dapat digunakan sebagai pegangan dalam
penentuan diagnosis antara lain berupa batuk, pilek, anoreksia, diare, perut
membesar, menggantung, dan konvulsi. Diagnosis pasca mati, seperti perdarahan
sub mukosa akibat larva ditemukan pada paru-paru dan hati. Untuk hewan dewasa
diagnosis cacingan oleh ketiga jenis ini dapat ditemuka didalam spesimen
(Subronto., 2006).
Infeksi
Cacing Pipih (Dypilidium caninum)
Rasa gatal di
daerah anus, menggosok-gosokkan bagian gatal tersebut serta berjalan dengan
tubuh tegak, adanya segmen cacing di tempat tidur, proglotid berupa trapezoidal
berbeda dari segmen taenia yang berbentuk segiempat.
Dicrocoelium
dendriticum (Trematoda)
Diagnosis
sepenuhnya didasarkan pada pemeriksaan telur dalam feses dan penemuan saat
nekropsi (Urquhart; et.all. 1996).
Paramphistomum
cervi dan Paramphistomum
microbothrium (Tremaoda)
Diagnosis
didasarkan pada gejala klinis yang kadang-kadang menyangkut hewan muda di
peternakan dan sejarah rumput disekitar habitat keong selama periode musim
panas. Pemeriksaan feses sedikit penting sejak penyakit terjadi selama periode
prepatent. Penegasan dapat diperoleh dari pemeriksaan posmortem dan penemuan
kembali cacing kecil dari duodenum (Urquhart; et.all. 1996).
Taenia
saginata (Cestoda)
Diagnosisnya
disebutkan bahwa dari tiap negara memiliki penanggulangan yang berbeda-beda.
Biasanya dilakukan pemeriksaan muskulus maseter, lidah, jantung, muskulus
intercostalis dan muskulus triceps (Urquhart; et.all. 1996).
Diagnosis : Gejala
klinis yang ditimbulkan, turunnya berat badan dan diare. Sejarah rumput jumlah
telur dalam feses. Penyakit tipe I sering ada lebih dari 1000 telur per gram
dan berguna untuk diagnosis awal, tipe I jumlahnya berubah-ubah, kadang tinggi,
negatif dan jumlahnya terbatas.
Pemeriksaan
post-mortem. Abomasum berbau busuk dikarenakan adanya akumulasi bakteri dan
tingginya pH. Cacing dewasa berwarna kemerahan dan panjangnya 1 cm, dapat
dilihat dengan pemeriksaan yang teliti pada permukaan mukosa (Urquhart; et.all.
1996).
Strongyloides (Nematoda)
Diagnosisnya,
sedikit atau banyaknya telur yang dapat dalam feses belum tentu hewan tersebut
terjangkit cacing Strongyloides (Urquhart; et.all. 1996).
Demikianlah
beberapa diagnosa penyakit kecacingan pada hewan, Juga beberapa kondisi lingkungan yang mendukung
penyebaran cacingan bahkan binatang lain seperti siput air tawar yang menjadi
inang perantara cacing sebelum masuk ke tubuh ternak. Semoga bermanfaat.
Source : Y.A. Yahya
REFERENSI
Subronto.,
2006. Penyakit Infeksi Parasit & Mikroba Pada Anjing & Kucing. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Sumartono.
2001. Parasitologi Umum. Yogyakarta: Bagian Parasitologi FKH UGM.
Urquhart
G.M., Armour J., Duncan J.L., Dunn A.m., and Jennings F.W. 1996. Veterinary
Parasitology 2nd Edition. ELBS, England.