DIOLUHTAN. Pada masa
pemerintahan Jokowi-JK, yaitu tahun 2015 dan 2016 Kementerian Pertanian RI melalui
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) telah
mengeluarkan rekomendasi ekspor obat hewan senilai Rp 26,357 Triliun.
Dalam keterangan
persnya, Dirjen PKH Kementan RI, drh. I Ketut Diarmita, MP menyebutkan, ekspor
obat hewan Indonesia sebesar Rp 7,843 triliun berhasil menembus pasar ekspor
pada tahun 2015, dan dengan dukungan yang disyaratkan pengimpor untuk jaminan
mutu dan keamanan obat hewan, sehingga ekspor pada tahun 2016 naik
menjadi sebesar Rp 18,514 triliun. “Artinya
terjadi peningkatan nilai ekspor obat hewan sebesar Rp 10,671 triliun atau
terjadi peningkatan sebesar 136%,” ungkap Dirjen PKH tersebut.
Foto : http://www.majalahinfovet.com
Lebih lanjut I
Ketut Diarmita memaparkan bahwa besarnya jumlah ekspor obat hewan tahun 2016
adalah sebesar 459.902 ton, sedangkan nilai ekspor tahun 2015 adalah sebesar
211.631 ton.“Angka ini menunjukkan
keberhasilan pemerintah dalam mendukung ekspor obat hewan dengan kenaikan yang
cukup signifikan yaitu sebesar 248,271 ton (46%) dibandingkan dengan jumlah
impor obat hewan tahun 2016 adalah sebesar 297.468 ton, sedangkan nilai impor
tahun 2015 adalah sebesar 395.656 ton, artinya terjadi penurunan impor sediaan
farmasetik dan premik sebesar 68,1 ton (17,5 %),” paparnya menjelaskan.
Lebih lanjut Dirjen
PKH ini menyampaikan, peningkatan nilai ekspor ini tentunya sangat
menggembirakan bagi dunia usaha di bidang obat hewan dan menunjukkan bahwa obat
hewan mempunyai kontribusi yang besar dalam peningkatan devisa negara,
sekaligus merupakan keberhasilan yang luar biasa dari Kementerian Pertanian
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat terutama di bidang obat hewan.
“Saat ini Pemerintah terus berusaha untuk
meningkatkan pendapatan negara melalui ekspor berbagai komoditi strategis dalam
rangka meningkatkan perekonomian negara. Ternyata obat hewan ini mempunyai
kontribusi yang luar biasa. Nilai ekspor bahan pangan dan obat hewan saat ini
didominasi oleh obat hewan dimana obat hewan menjadi primadona ekspor yang
mendatangkan devisa negara yang cukup besar,” ungkap I Ketut Diarmita.
Menurut I Ketut
Diarmita, pada era perdagangan bebas sekarang ini dan seiring pesatnya
perkembangan teknologi obat hewan, menyebabkan Indonesia menghadapi tantangan
untuk meningkatkan produksi dan ekspor obat hewan. Selain itu juga, dengan
diterapkannya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) pada tahun 2016, Pemerintah juga
terus berusaha untuk meningkatkan jumlah Produsen Obat Hewan dalam negeri untuk
tercapainya pemenuhan kebutuhan obat hewan baik di dalam negeri maupun ekspor
ke luar negeri.
Kesibukan
karyawan di salah satu pabrik obat hewan yang telah menerapkan CPOHB
Menjamin Mutu
Lewat CPOHB
Lebih lanjut
disampaikan, Kementerian Pertanian melalui Ditjen PKH berperan penting dalam
memberikan jaminan mutu obat hewan yang akan diekspor ke luar negeri.
Pemerintah selaku regulator tidak hanya melakukan peningkatan jumlah dari segi
kuantitas saja, akan tetapi juga kualitas mutu produk dengan melakukan
pengawasan obat hewan dari hulu yakni produsen obat hewan, distributor obat
hewan sampai dengan ke hilir yakni para peternak selaku pengguna produk obat
hewan. “Untuk itu, Ditjen PKH selaku
regulator terus berupaya untuk meningkatkan standar penerapan Cara Pembuatan
Obat Hewan yang Baik (CPOHB) kepada para produsen, sehingga kualitas mutu obat
hewan yang dihasilkan sesuai dengan standar Good Manufacturing Practices (GMP)
Internasional, dan mampu berdaya saing dalam perdagangan internasional,”
kata I Ketut Diarmita.
CPOHB merupakan
salah satu rambu pengaman dan sebagai salah satu bentuk sistem pengawasan
kualitas secara dini sejak produksi. “Dengan
menerapkan CPOHB akan diperoleh jaminan mutu obat hewan sehingga diharapkan
dapat meningkatkan daya saing obat hewan produk dalam negeri,” tuturnya
menambahkan.
Hasil yang telah
dicapai dari penerapan CPOHB pada dua tahun terakhir (2015 - 2016) yaitu adanya
perkembangan nilai ekspor di Kementerian Pertanian yang cukup signifikan,
khususnya di Ditjen PKH yang berasal dari obat hewan. Hal ini menunjukkan bahwa
produk obat hewan Indonesia memiliki kemampuan daya saing yang tinggi sehingga
produk tersebut dapat diterima atau diekspor ke luar negeri.
Obat Hewan
Harus Terdaftar
Selanjutnya
dijelaskan oleh I ketut Diarmita, untuk menjamin mutu obat hewan yang beredar
dalam masyarakat dan memudahkan dalam pengawasannya, maka obat hewan yang akan
diproduksi dan diedarkan harus didaftar dan diuji mutunya. “Semua obat hewan yang akan diedarkan di dalam wilayah Republik
Indonesia harus mendapatkan nomor pendaftaran (Registration Number) yang salah
satu komponen penting dalam pemberian jaminan mutu dan keamanan terhadap ekspor
obat hewan,” ujar I Ketut Diarmita.
Menurut Drh. Fadjar
Sumping Tjatur Rasa (Direktur Kesehatan Hewan), untuk mendapatkan nomor
pendaftaran semua obat hewan yang akan diedarkan harus memenuhi persyaratan
minimal pengujian mutu obat hewan. Pengujian mutu obat hewan dilakukan di Balai
Besar Besar Pengujian Mutu Obat Hewan (BBPMSOH), Gunungsindur Bogor.
Selanjutnya, BBPMSOH akan mengeluarkan Sertifikat Hasil Uji yang merupakan
upaya pemerintah dalam memberikan jaminan persyaratan kelayakan dasar dalam
sistem jaminan mutu dan keamanan obat hewan.
Fadjar Sumping Tjatur Rasa menjelaskan, BBPMSOH oleh negara lain dikenal sebagai National Veterinary Drug Assay Laboratory disingkat NVDAL adalah satu-satunya institusi pemerintah Indonesia yang mempunyai wewenang melakukan pengujian mutu dan sertifikasi obat hewan yang beredar di Indonesia. Selain itu, BBPMSOH juga berperan dalam pembinaan teknis kepada produsen obat hewan untuk meningkatkan jaminan mutu obat hewan produksi dalam negeri.
“Saat ini, peran Indonesia semakin penting dalam percaturan jaminan mutu obat hewan di kawasan Asia Tenggara. Hal ini karena BBPMSOH merupakan salah satu unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Ditjen PKH Kementan telah ditunjuk sebagai “vocal point” untuk vaksin hewan di tingkat ASEAN sejak tahun 1993” ungkap Fadjar. Lebih lanjut disampaikan, sebagai lembaga pengujian mutu obat hewan, BBPMSOH telah diakreditasi di tingkat nasional sejak Juni 1998 dan tingkat ASEAN sejak Agustus 2002.
Fadjar Sumping Tjatur Rasa menjelaskan, BBPMSOH oleh negara lain dikenal sebagai National Veterinary Drug Assay Laboratory disingkat NVDAL adalah satu-satunya institusi pemerintah Indonesia yang mempunyai wewenang melakukan pengujian mutu dan sertifikasi obat hewan yang beredar di Indonesia. Selain itu, BBPMSOH juga berperan dalam pembinaan teknis kepada produsen obat hewan untuk meningkatkan jaminan mutu obat hewan produksi dalam negeri.
“Saat ini, peran Indonesia semakin penting dalam percaturan jaminan mutu obat hewan di kawasan Asia Tenggara. Hal ini karena BBPMSOH merupakan salah satu unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah Ditjen PKH Kementan telah ditunjuk sebagai “vocal point” untuk vaksin hewan di tingkat ASEAN sejak tahun 1993” ungkap Fadjar. Lebih lanjut disampaikan, sebagai lembaga pengujian mutu obat hewan, BBPMSOH telah diakreditasi di tingkat nasional sejak Juni 1998 dan tingkat ASEAN sejak Agustus 2002.
Selanjutnya
setelah memperperoleh Sertifikat Hasil Uji tersebut Ditjen PKH melalui
Direktorat Kesehatan Hewan akan mengeluarkan Registration Number (Nomor
Pendaftaran) Obat Hewan. Keberadaan Sertifikat Hasil Uji dan Registration
Number bagi unit usaha obat hewan menjadi sangat penting dalam melakukan
eksportasi.
Direktur Keswan
ini kembali menegaskan, jaminan mutu obat hewan dari Pemerintah sangat
diperlukan dalam rangka peningkatan ekspor obat hewan Indonesia ke manca
negara. Dalam kurun waktu satu tahun ini nyatanya pemerintah telah berhasil
meningkatkan jumlah produsen obat hewan, sehingga peningkatan jumlah produsen
obat hewan dalam negeri berhasil menekan jumlah impor obat hewan secara
signifikan. Hal ini terlihat dari penurunan angka impor obat hewan dari tahun
ke tahun. Pada tahun 2016 tercatat 90 perusahaan dimana 79 perusahaan merupakan
Perusahaan PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) dan 11 perusahaan merupakan
Perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing).
Berdasarkan data
rekomendasi ekspor dari Direktorat Kesehatan Hewan Ditjen PKH Kementerian
Pertanian, memperlihatkan bahwa produsen obat hewan dalam negeri telah berhasil
menembus pasar Internasional, tidak hanya ekspor ke negara berkembang, tetapi
telah menembus negara maju seperti negara bagian Eropa dan Amerika.
Pada tahun 2016
Indonesia telah berhasil melakukan ekspor obat hewan ke 57 negara, yang tersebar
di 4 benua yaitu Eropa, Amerika, Asia dan Afrika. Negara bagian Eropa seperti
Belgia, Bulgaria, Croatia, Perancis, Jerman, Hungaria, Italia, Lithuania,
Belanda, Norwegia, Polandia, Serbia, Slovenia, Rumania, Yunani, Albania,
Georgia, Yordania, Kroasia, Ukrania dan Rusia. Negara Amerika, Brazil,
Guatemala dan Argentina merupakan empat negara di bagian benua Amerika yang
berhasil ditembus. Untuk benua Afrika seperti Negara Mesir, Montenegro, Maroko,
Tunisia, Nigeria, Tanzania, Ethiophia, Bhutan, Uganda, Zimbabwe, Zambia dan
Kenya. Sedangkan di benua Asia Negara tujuan ekspor obat hewan kita adalah
Jepang, China, India, kamboja, libanon, Malaysia, Nyanmar, Nepal, Pakistan,
Bangladest, Fhilipina, Thailand, Timor Leste dan Vietnam, Arab Saudi, Iran, Irak,
Lybia, Taiwan, Yaman dan Yordania.
Negara tujuan untuk eskpor sediaan-sediaan farmasetik antara lain China, Ethiophia dan Filiphina. Sedangkan sediaan biologik ke Negara Albania, Hongkong, Libanon, Malaysia, Myanmar, Pakistan, Syria, Timor Leste dan Zambia. Selain itu adalah Negara tujuan untuk sediaan premix. “Dari banyaknya negara yang berhasil kita tembus menunjukkan bahwa obat hewan Indonesia telah mampu bersaing dengan negara maju baik dari segi mutu, khasiat serta keamanannya. Target Pemerintah dalam hal ekspor obat hewan adalah di tahun 2026 Indonesia mampu memenuhi kebutuhan obat hewan dalam negeri dengan target pengurangan jumlah impor sampai dengan kurang dari 30%,” ujar I Ketut Diarmita. (DitjenPKH/WK)
Negara tujuan untuk eskpor sediaan-sediaan farmasetik antara lain China, Ethiophia dan Filiphina. Sedangkan sediaan biologik ke Negara Albania, Hongkong, Libanon, Malaysia, Myanmar, Pakistan, Syria, Timor Leste dan Zambia. Selain itu adalah Negara tujuan untuk sediaan premix. “Dari banyaknya negara yang berhasil kita tembus menunjukkan bahwa obat hewan Indonesia telah mampu bersaing dengan negara maju baik dari segi mutu, khasiat serta keamanannya. Target Pemerintah dalam hal ekspor obat hewan adalah di tahun 2026 Indonesia mampu memenuhi kebutuhan obat hewan dalam negeri dengan target pengurangan jumlah impor sampai dengan kurang dari 30%,” ujar I Ketut Diarmita. (DitjenPKH/WK)
Editor : Yusran
Yahya
Sumber :
www.majalahinfovet.com