Sejumlah peternak dari Belanda
memberikan apresiasi kepada beberapa peternak sapi perah asal Lembang dan
Pengalengan, Jawa Barat, pada puncak acara Farmer 2 Farmer, program pengembangan kapasitas
peternak, di Jakarta, Jumat (24/3).
DIOLUHTAN. Jatim - ”Terima kasih, terima kasih!”
balas Usep saat peternak asal negeri kincir angin mr. Aad Caster menepuk keras bahu Usep Dadang (38). ”Congratulation!”
kata Caster, peternak sapi asal Belanda, sambil menyalami Usep Dadang (38),
peternak sapi perah asal Lembang, Jawa Barat, pada puncak program Farmer2Farmer
2017 di Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (24/3/2017).
Keduanya bercakap-cakap dalam
bahasa yang berbeda, tetapi interaksi segera terjalin dengan bantuan mimik dan
gerak tubuh. Caster berulang kali menepuk bahu Usep penuh bangga. Usep
membalasnya dengan senyum dan anggukan kepala. ”Saya
belajar banyak darinya (Caster),” kata Usep, salah satu dari 66 peternak sapi perah Indonesia yang ikut
dalam Farmer2Farmer 2017. Farmer2Farmer adalah program pelatihan dan
pembinaan yang yang digelar PT Frisian Flag Indonesia sejak 2013.
Hari Jumat itu merupakan hari
penting bagi peserta program. Selain Usep yang dinobatkan sebagai pemenang,
lima peternak lain dipilih sebagai peserta terbaik, setelah tiga bulan
menjalani pelatihan dan penilaian oleh tim peternak asal Belanda. Selain
Caster, ada Evert Jan Wijers dan Minne Holtrop yang mendampingi peternak sapi
di Lembang dan Pengalengan, Jawa Barat, pada program tahun ini.
Berbeda dengan di Belanda,
Wijers memahami segenap keterbatasan yang dihadapi para peternak sapi perah di
Indonesia, khususnya soal kandang, lahan pakan, dan modal. Namun, kalimat
sambutannya konstruktif dan penuh motivasi. ”Banyak
peternak pakai jerami (untuk pakan sapi), tidak apa-apa, tetapi jerami juga
perlu dijaga agar nutrisinya tak hilang, ya,” ujarnya.
Wijers menekankan perlunya
strategi agar keuntungan peternak, yang umumnya hanya memiliki 2-10 ekor sapi,
bisa bertambah besar. Hal-hal kecil, soal bagaimana mengatur aliran udara di
kandang, ketinggian tempat pakan, tempat rebahan sapi yang nyaman, hingga cara
memerah susu yang higienis, tak luput dari perhatiannya. Tak ketinggalan soal
pentingnya mencatat volume perahan susu, pengaturan dosis konsentrat, bahkan
soal periode berahi sapi.
Hal-hal yang semula dianggap
sepele itu ternyata mendongkrak produksi susu meskipun pada skala yang mikro.
Menurut perhitungan Usep, hasil perahan susu dari lima ekor sapinya bertambah
rata-rata 3-4 liter per ekor per hari. ”Bahkan,
menyiapkan kain kering untuk setiap sapi yang akan diperah pun bisa menambah
produksi susu, juga pemakaian desinfektan yang menekan jumlah bakteri sehingga
harga jual susu bertambah dari Rp 4.500 per liter menjadi Rp 4.700 hingga Rp
5.000 per liter,” ujarnya.
Impor susu
Seusai menjalani program, Usep
dipenuhi harapan, selalu ada jalan untuk setiap keterbatasan. Namun, butuh
kerja jauh lebih keras bagi Indonesia untuk lepas dari ironi persusuan
nasional: negeri agraris yang dilimpahi kesuburan, sumber pakan hijauan yang
beragam, tetapi 80 persen kebutuhan susunya masih impor!
Sebanyak 98 persen, dari
rata-rata produksi susu 847.090 ton per tahun dalam lima tahun terakhir,
berasal dari Pulau Jawa. Pulau yang didiami oleh separuh lebih penduduk
Indonesia ini menjadi basis peternakan sapi perah. Lahan akan menjadi problem
yang kian pelik di pulau ini.
Selain itu, menurut data Pusat
Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian, defisit susu diperkirakan
bertambah menjadi 71.000 ton hingga 103.000 ton per tahun pada 2020. Sebab,
pertumbuhan produksi susu dalam negeri hanya berkisar 3 persen per tahun,
sementara kebutuhan susu tumbuh lebih dari 4 persen per tahun.
Pasokan susu segar dalam
negeri hanya 798.000 ton atau sekitar 21 persen kebutuhan tahun lalu yang
mencapai 3,8 juta ton. Sebanyak 79 persen kebutuhan bahan baku susu segar pun
harus diimpor dalam bentuk skim milk powder, anhydrous milk fat, dan butter
milk powder dari berbagai negara, seperti Australia, Selandia Baru,
Amerika Serikat, dan Uni Eropa. Tanpa kerja ekstra menggenjot produksi, impor
susu bakal semakin besar.
Ketua Dewan Persusuan Nasional
Teguh Boediyana berpendapat, peternakan sapi perah di Tanah Air kini dalam
keadaan darurat. Dia meyakini, kontribusi susu segar dalam negeri terhadap
pemenuhan kebutuhan kini kurang dari 20 persen. Kondisi itu diperparah oleh
populasi dan produksi susu sapi perah yang terus berkurang.
Sejumlah peternak dan pelaku
usaha meragukan akurasi data produksi susu dan populasi sapi versi pemerintah.
Menurut Teguh, produksi susu segar menurut statistik Ditjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan tahun 2014 mencapai 707.873 ton. Namun, menurut Gabungan
Koperasi Susu Indonesia, produksi susu segar hanya 376.409 ton.
Dengan demikian, benar pesan
Wijers kepada peternak lokal, memang ada segenap keterbatasan yang melingkupi,
tetapi penting untuk mulai merubah pikiran dan keinginan bahwa situasi bisa
diperbaiki. Perubahan positif dialami oleh mereka yang mau dan terus belajar.
”Indonesia itu penduduknya besar, wilayahnya luas, jangan takut kehilangan
pasar (susu),” kata Wijers.
Editor : Y.A. Yahya
Sumber Artikel dan Foto : www.kompas.id