DIOLUHTAN. Yogyakarta. Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktur Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, mengajak semua pihak untuk
menatap prospek dan tantangan bisnis peternakan kedepan dengan positif dan bahu
membahu antar semua stakeholder untuk memajukan subsektor peternakan dan kesehatan hewan. Hal tersebut
disampaikannya pada saat menjadi Keynote Speaker pada Seminar Ikatan Sarjana
Peternakan Indonesia (ISPI) yang
mengangkat tema "Outlook
Peternakan 2017 : Prospek dan Tantangan Bisnis Peternakan” yang
diselenggarakan di kampus Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta, Kamis 26 Januari
2017. "Kita semua harus saling bahu
membahu dan harus bisa menjawab dengan positif semua tantangan bisnis
peternakan kedepan", ungkap Dirjen PKH.
Ketua
Pengurus Besar (PB) ISPI Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA mennyambut positif
ajakan Dirjen PKH dengan siap mengerahkan anggotanya di ISPI baik dari
akademisi maupun praktisi dibidang peternakan untuk berperan memberikan
masukan-masukan dan bahu membahu untuk pembangunan peternakan dan kesehatan
hewan. "ISPI siap, baik pengurus
cabang berkoordinasi dengan dinas di daerah maupun Pengurus pusat untuk
berkordinasi dengan jajaran pemerintahan berkoordinasi bahu membahun dalam
pembangunan peternakan kedepan menjawab tantangan global", ungkap Ali
Agus.
Hadir
pada pertemuan dimaksud dari asosiasi peternakan seperti Gapuspindo, Pinsar
Ayam petelur nasional, Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan Indonesia (ISMAPETI),
perwakilan dari dinas, akademisi dan mahasiswa.
Mencermati
kondisi industri peternakan Indonesia ke depan, Dirjen PKH memiliki beberapa
catatan yang perlu mendapatkan perhatian. “Untuk industri sapi dan daging sapi,
saat ini masih lebih berkembang ke arah hilir, terutama ke bisnis penggemukan
dan impor daging. "Secara umum
memang kita masih mengandalkan pasokan impor untuk menutupi kebutuhan daging
sapi di kota-kota besar, terutama untuk wilayah Jabodetabek", ungkap I
Ketut Diarmita.
Dirjen
PKH menjelaskan bahwa dalam rangka pengendalian harga daging sapi, pemerintah
juga akan tetap melakukan diversifikasi negara asal impor untuk menjamin ketersediaan daging di pasar. Lebih
lanjut disampaikan bahwa hal yang perlu diantisipasi adalah apabila terjadi
pelemahan nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing, terutama dollar AS yang dapat mendorong semakin mahalnya harga
daging sapi di kemudian hari. “Oleh
karena itu, Pemerintah berkeinginan untuk mendorong industri peternakan sapi
dan kerbau lebih ke arah hulu, yaitu ke arah perbibitan dan pengembangbiakan.
Pemerintah juga akan memperkuat aspek perbenihan dan perbibitan melalui keberadaan
Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari dan Balai Inseminasi Buatan
(BIB) Lembang, serta 8 Balai Perbibitan lingkup Ditjen PKH untuk menghasilkan
benih dan bibit unggul berkualitas. Selain itu, pemerintah juga terus melakukan
langkah percepatan peningkatan populasi melalui Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib
Bunting (UPSUS SIWAB) pada tahun 2017 ini", ungkap Dirjen PKH.
Lebih
lanjut I Ketut Diarmita menyampaikan bahwa dalam rangka percepatan peningkatan
populasi sapi, pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian
(Permentan) Nomor 49 Tahun 2016 Tentang Pemasukan Ternak Ruminansia Besar Ke
Dalam Wilayah 1
Negara
Republik. Dimana pada Permentan tersebut mewajibkan importir sapi bakalan
untukjuga memasukkan sapi indukan dengan rasio 20 persen (10 : 1) bagi pelaku
usaha dan 10 persen (5 : 1) bagi Koperasi Peternak dan Kelompok Peternak.
Pemenuhan rasio tersebut dilakukan secara bertahap dan diaudit pada tanggal 31
Desember 2018.
Terkait
dengan perunggasan khususnya ayam ras, faktor kritis yang menjadi titik
perhatian pemerintah adalah pengaturan keseimbangan suplai dan demand dalam
rencana produksi nasional. Rencana produksi tersebut tentunya
memperhatikan eksistensi dan
keberlangsungan usaha para pebisnis perunggasan
yaitu pelaku usaha integrasi, pelaku usaha mandiri, koperasi dan peternak.
Pemerintah
telah menetapkan regulasi terkait hal tersebut melalui Permentan Nomor 61 Tahun
2016 Tentang Penyediaan, Peredaran dan
Pengawasan Ayam Ras. Faktor lain yang perlu dicermati di sektor perunggasan ke
depan adalah target Kementerian Pertanian untuk zero impor jagung sebagai bahan pakan ternak tahun 2017 melalui upaya
khusus penambahan luas areal penanaman jagung di lahan khusus 2 juta Ha dan
melakukan kerjasama penyerapan dan pembelian hasil panen jagung oleh pabrik
pakan.
Dampak
dari kebijakan pengendalian impor dan program pengembangan jagung di lahan
khusus, serta upaya lainnya yang dilakukan oleh Kementan tersebut menyebabkan
impor jagung sebagai bahan pakan ternak menurun sangat signifikan pada tahun
2016.
Berdasarkan
data pemberian rekomendasi impor jagung sebagai bahan pakan ternak yang
dikeluarkan oleh Kementan, jumlah impor
jagung sebagai bahan pakan ternak
sampai tanggal 31 Desember 2016 tercatat sebesar 884.679 ton, sedangkan data
yang sama pada 31 Desember 2015 adalah 2.741.966 ton. Dengan kata lain telah
terjadi penurunan impor mencapai 68 persen. "Saya
berharap kerjasama antara manajemen pabrik pakan dengan petani jagung semakin
diperkuat dalam rangka penyerapan hasil panen jagung petani sesuai dengan harga
acuan yang ditetapkan dan menjaga kontinuitas pasokan jagung bagi industri
pakan", tambah Dirjen PKH.
Dalam
kerangka penguatan aspek IPTEK ini, peran organisasi profesi seperti Ikatan
Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) menjadi sangat vital. Dengan tingkat
pemahaman IPTEK yang lebih baik, ISPI
diharapkan semakin berperan dalam proses pembangunan peternakan dengan
bersinergi dengan para pemangku kepentingan lainnya. "Saya harap organisasi profesi seperti ISPI semakin berperan dalam
proses pembangunan subsektor peternakan dan kesehatan hewan",
tutupnya.
Editor
: Yusran Yahya
Sumber
Artikel dan Foto : website Kementan (www.pertanian.go.id)