DIOLUHTAN. FMA adalah salah satu kegiatan inti dalam Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP/FEATI). Dalam program inilah Kelompok Tani HARAPAN II Desa Curugsulanjana Kecamatan Gunungsari yang merupakan salah satu lokasi P3TIP di Kabupaten Serang Provinsi Banten membuktikan bahwa dengan kemauan yang menggebu, dengan bimbingan para penyuluh pertanian dalam transfer ilmu dan keterampilan, bisa menjadikan lahan yang tadinya kurang produktif dan sempit menjadi lahan yang produktif dan memberi harapan untuk dijadikan sumber penghasilan tetap.
Petani lahan sempit di
Serang Banten
Walaupun
hanya dengan lahan seluas 500 m2, petani di kabupaten Serang Banten bisa hidup
layak. Per hari mereka bisa mendapatkan keuntungan minimal Rp 50 ribu dengan
menanam sayuran. Penerapan teknik budidaya berwawasan agribisnis ini mereka
lakukan melalui pembejalaran beragribinsis FMA.
Lahan
yang sempit itu, hanya 500 M2, mereka bagi menjadi 30 petak, sehingga dalam
satu bulan para petani bisa menanam sayur dan akhirnya bisa panen sayur setiap
hari. Model tanam sayur seperti ini diperkenalkan Pemda Kabupaten Serang
melalui program penyuluhan yang dikelola oleh para petani (FMA).
Mereka
menanam sayuran dataran rendah di lahan itu. Jenis sayuran yang ditanam adalah
jenis sayuran yang sehari-hari dikonsumsi masyarakat.
Meski
hanya dengan lahan 500 m2 para petani bisa mendapatkan penghasilan Rp 50 sd 75
ribu setiap hari setelah menanam kurang lebih 20-30 hari. Modalnya pun hanya Rp
25.000. Mereka menanam sayuran di lahan itu setiap hari. Setelah umur 20-30
hari sudah ada yang bisa dipanen per harinya. Untung yang didapatnya setiap
hari rata-rata Rp 60.000/hari atau 1.800.000/bulan dengan hanya bekerja 4 jam
per hari, bagi rumah tangga dengan anak satu pendapatan ini sudah cukup jadi
andalan dan ini sudah di atas UMK yang telah ditatapkan Bupati Serang, belum
lagi kalau diusahakan oleh tenaga sendiri bayaran yang tadinya untuk tenaga
kerja Rp. 10.000/hari bisa ditabung.
Belajar Menerapkan
Agribisnis
Edi
Suhardiman dari Feati Serang mengatakan banyak hal yang dipelajari para petani
di Serang dalam beragribisnis melalui program FMA ini. Selain mereka ada yang
belajar menerapkan agribisnis sayuran dan ada juga yang bergerak di industri
olahan hasil perkebunan. “Rata-rata ada
2-3 pembelajaran agribisnis/ desa untuk komoditas budidaya dan ada juga yang
menggunakan untuk pembelajaran agribisnis gender,” tambah Edi Suhardiman
yang juga Kabid Pengembangan Kelembagaan dan SDM Penyuluhan Badan Pelaksana
Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Serang. Ada 40 desa yang tersebar di
15 kecamatan di kabupaten Serang yang memperoleh bantuan program FEATI.
Dia
mencontohkan ada petani FMA yang belajar agribisnis timun dan kacang panjang
dengan menerapkan teknologi yang lebih maju dan efisien dibanding biasanya.
Hasil produktivitasnya meningkat menjadi 30-40 ton/ha untuk lahan 1000-2000 m2,
sebelum menggunakan teknologi ini rata-rata produktivitasnya antara 15-20
ton/ha. Teknologi yang diperbaiki adalah penggunaan benih unggul bermutu
bersertifikat, pemupukan berimbang ditambah pupuk organik dan pemakaian mulsa
plastik.
Di
agribisnis gender, ibu-ibu petani mencoba usaha industri emping melinjo. Mereka
melakukan pengolahan, pengemasan hingga pemasarannya. Selain itu juga ada yang
mengusahakan telur asin. Untuk emping melinjo, harga jual bila sedang panen
raya berkisar Rp 15 ribu/kg, biaya produksinya Rp 10 ribu/kg. Namun saat
melinjo susah didapatkan yakni tidak sedang panen raya harga emping melinjo
melonjak menjadi Rp 20 ribu/kg.
Di
antara komoditas sayuran yang ditanam petani serang dalam program FEATI yakni
sawi, kangkung dan bayam. Mereka menanam di lahan seluas 500 m2, dibuat menjadi
30 petak atau 15 m2/petak. Dengan membagi menjadi 30 petak, mereka bisa menanam
tiap hari dan pada hari tanam ke – 30 mereka sudah bisa panen. Biaya
produksinya hanya Rp 25 ribu meliputi biaya benih, pupuk kandang dan tenaga.
Mereka bekerja hanya 4 jam/hari. Dari setiap panen mereka bisa mendapatkan 300
ikat. Ada yang dijual langsung ke warung dan ada juga yang dijual langsung ke
rumah tangga dengan harga Rp 500/ikat. Bila dijual ke tengkulak harganya Rp
300/ikat. Untungnya rata-rata 65 ribu/ hari. ”Ada lima desa yang memilih melakukan usahatani sayuran model ini,”
tambah Edi Suhardiman.
Sinergi
Setelah
para petani paham praktek beragribisnis, mereka perlu modal untuk menerapkannya
di usaha taninya masing-masing. Dengan adanya Program Pengembangan Usaha
Agribisnis (PUAP) dengan bantuan dana Rp 100 juta/ desa, para petani peserta
FEATI terbantu permodalannya.
Menurut
Edi Suhardiman ada sekitar 13 desa FEATI yang juga sekaligus desa PUAP. ”Dana
dari PUAP yakni Rp 100 juta digunakan untuk pengembangan permodalannya,”
tambahnya. Sedangkan di FEATI mereka belajar beragribisnis dengan menerapkan
teknologi yang lebih maju, meningkatkan efisiensi usaha dan melakukan kemitraan
serta rekayasa kelembagaan untuk meraih pasar komoditi yang diusahakan.
Para
petani di kabupaten Serang merasakan dengan adanya FMA ini: perilaku,
keterampilan dan sikap (PKS) mereka berubah dan memberikan dampak positif dalam
pengembangan usaha tani di lahannya masing-masing. Contohnya apa yang mereka
lakukan di lahan percontohan FMA diterapkan di lahannya sendiri.
Feati
di Kabupaten Serang ini mulai dilaksanakan pada Oktober 2007 di 15 kecamatan,
40 desa. Kegiatannya meliputi sosialisasi di tingkat kabupaten dengan dinas dan
instansi terkait, aparat Pemda, sosialisasi di tingkat kecamatan, hingga ke
desa.
Pada
tahun 2008 mulai melatih Penyuluh PNS dan penyuluh swadaya. Setiap desa ada dua
orang penyuluh swadaya yakni satu laki-laki dan satu perempuan. Juga dilatih 55
orang tim penyuluh lapangan dari 15 kecamatan, melatih 120 petani pengurus FMA.
FMA adalah wadah bagi para petani melakukan pembelajaran agribisnis.
Dalam
FMA mereka melakukan pembelajaran beragribisnis yang dikelola oleh petani
sendiri. Kegiatan itu didahului dengan melakukan identifikasi potensi yang ada
di setiap desa, kondisi SDM dan kondisi Sumber Daya Alamnya. Mereka mencoba
menemukan permasalahan yang ada, peluang yang ada di desanya dengan menggunakan
metode PRA (survey potensi desa).
Berbekal
hasil survey itulah mereka menyiapkan program penyuluhan di desanya dan
menyiapkan rencana kerja dan akhirnya membuat proposal pembelajaran
beragribisnis melalui wadah FMA.
Editor
: Yusran Yahya
Sumber Foto dan News : FarmerINA