DIOLUHTAN-suluhtani. Di Indonesia
kerbau telah berkembang sejak dahulu. Dimana telah tersebar di seluruh
Indonesia termasuk Sulawesi. Kerbau yang berasal di Indonesia didominasi oleh
kerbau lumpur dengan jumlah populasi sekitar 2 juta ekor dan kerbau perah
terdapat 5 ribu ekor. Kerbau-kerbau tersebut dipelihara oleh peternak kecil.
Untuk kerbau lumpur dengan pemeliharaan secara tradisional dengan jumlah
kepemilikan 2-3 ekor induk peternak, sedangkan kerbau perah dipelihara atau
digembalakan secara berkelompok pada areal sekitar para peternak berdiam.
Foto : agrobisnisinfo.com
Walaupun demikian pada beberapa tempat tertentu terdapat kepemilikan dalam
jumlah besar sepeti di pulau Moa (Maluku), Sumba (NTT), dan Sumbawa (NTB)
dimana jumlah kepemilikan kerbau per peternak sapat mencapai 100 ekor per
induk. Dengan majunya otonomi daerah dan adanya permentan tentang penetapan SDG
(sumber daya genetik) ternak lokal maka beberapa daerah mengklaim kerbau-kerbau
lumpur yang ada di daerahnya untuk ditetapkan sebagai bangsa atau sub bangsa
kebau di Indonesia kerana kemampuan adaptasinya pada lingkungan tertentu yang
cukup berbeda dengan kawasan kerbau lainnya di Indonesia seperti kerbau Sumbawa
(NTB), dan kerbau Moa (Maluku) yang diusulkan oleh daerah masing-masing untuk
ditetapkan sebagai rumpun kerbau yang adaptif pada kondisi daerah spesifik pada
iklim mikro masing-masing. (Rusastra, 2011)
Kerbau memiliki
beberapa peranan utama secara nasional yaitu sebagai penghasil daging yang mendukung
program pemerintah dalam hal swasembada daging selain daging sapi, sebagai
ternak kerja, penghasil susu dan pupuk. Murtidjo (1992) menjelaskan bahwa
potensi kerbau sebagai ternak potong ternyata cukup tinggi, meskipun kerbau
sebagai ternak potong tidak sepopuler sapi karena dagingnya berwarna lebih tua
dan keras dibanding daging sapi, seratnya lebih kasar dan lemaknya berwarna
kuning. Ternak kerbau yang digemukkan, umumnya memiliki kemampuan pertambahan
bobot badan rata-rata per hari lebih tinggi dibanding ternak sapi.
Daging kerbau dan
kontribusinya dalam pangan sumber protein hewani masih dikesampingkan dan
menempati urutan kedua sesudah susu di negara yang banyak terdapat kerbau tipe
sungai atau sesudah kerja di negara yang banyak terdapat kerbau tipe rawa.
Di Indonesia
harga per kilogram daging kerbau barangkali sangat mahal jika diperoleh dari
kerbau belang (Tedong bonga) di Tanah Toraja, Sulawesi. Daging kerbau (buff)
biasanya diperoleh dari penyembelihan (15-20 tahun) dengan berat 380 kg setelah
masa kerja. Jika sengaja diternakkan untuk pedaging, maka kerbau dapat dipotong
pada umur 8 bulan (Murti, T.W., 2006).
Selain menurut
Murtidjo (1992) manfaat kerbau sebagai ternak kerja ternyata sangat besar. Hal
ini terbukti dengan digunakannya kerbau sebagai tenaga kerja oleh 0,25 milyar
petani di negara-negara berkembang. Bahkan sampai tahun 2000 pun, sebagian
besar petani masih sangat tergantung pada ternak kerja. Ditinjau dari segi
teknis dan ekonomis, penggunaan ternak kerbau sebagai tenaga kerja pengolah
tanah di Indonesia mutlak perlu, karena sekitar 85% rumah tangga petani
Indonesia rata-rata memiliki lahan kurang dari 2 ha. Sedangkan mekanisasi
dengan traktor hanya dimungkinkan untuk petani yang memiliki lahan 5 ha atau
lebih. Bila digunakan pagi hari atau sekali sehari, kerbau sebagai tenaga kerja
pengolah tanah sanggup bekerja selama 3,5 jam. Jika digunakan pagi dan sore
hari atau dua kali sehari, kerbau sanggup bekerja sampai 6 jam. Jadi, sepasang
kerbau memiliki kesanggupan menyelesaikan tanah sawah seluas 2,3 ha per musim
bila dipekerjakan sekali sehari dan 3,2 ha per musim bila dipekerjakan dua kali
sehari. Kerbau juga sanggup mengolah sawah berlumpur dalam.
Di Indonesia,
kerbau sebagai ternak perah sudah cukup lama dikenal oleh masyarakat Aceh,
Tapanuli Utara, Palembang, Sulawesi dan Timor. Bila dibandingkan dengan susu
sapi, susu kerbau hasil pemerahan, tidak banyak mengandung air tetapi lebih
banyak mengandung bahan padat, lemak, laktosa dan protein. Kandungan lemak pada
susu kerbau adalah 50%, jadi lebih banyak dibandingka susu sapi. Begitu juga
halnya dengan kandungan protein. Di Indonesia, umumnya susu kerbau tidak
dikonsumsi langsung dalam keadaan segar, tetapi diolah untuk berbagai
keperluan. Di Aceh, susu kerbau dibuat mentega dan minyak samin, sedangkan d
Sumatera Utara dibuat dadih (Murtidjo, 1992).
Konsumen susu
kerbau memang masih terbatas, namun peluang pengembangbiakan produk olahan dari
susu kerbau cukup besar karena kerbau memiliki kadar lemak tinggi. Bibit kerbau
penghasil susu cukup tersedia dan dapat diimpor dalam bentuk semen atau embrio,
sedang teknologinya telah dikuasai (Triwulaningsih, 2006).
Manfaat lain dari
ternak kerbau menurut Murtidjo (1992), adalah meski tanpa didukung pengetahuan
ilmiah, sejak dahulu andil keterpaduan usaha pertanian dan peternakan cukup
besar dalam mempertahankan hasil produksi pertanian. Keterpaduan ini juga tidak
terlalu mengeksploitasi kemampuan tanah. Menggunakan ternak kerbau untuk
mengolah tanah pertanian dan membuang kotoran kerbau di lahan berarti
mengembalikan dan mempertahankan kesuburan tanah.
Hasil akhir
pelapukan bahan-bahan organik, berkat adanya mikroorganisme yang disebut humus,
mempunyai kegunaan antara lain menyerap air untuk kebutuhan tanaman, serta
menjaga kelembaban dan menyerap zat-zat makanan yang dibutuhan tanaman.
Demikian pula
jika kebutuhan berlaku secara efektif sesuai yang dibutuhkan peternak maka
tentu existensi kerbau akan terus dipertahankan. Tetapi jika sebaliknya yang
terjadi maka tentulah populasi kerbau akan menurun, karena kebutuhan tentu
driveb by market and farmers need. Populasi kerbau tidak akan menurun jika ada
nilai tambah yang dilakukan dan berdampak nyata secara ekonomi bagi perbaikan
penghasilan para peternak (Rusastra, 2011).
Inilah Daftar
Sepuluh provinsi di Indonesia dengan jumlah kerbau terbanyak
Provinsi
|
Tahun
|
||||
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
|
Nanggro
Aceh Darussalam
|
409,071
|
338,272
|
371,143
|
390,334
|
280,662
|
Sumatera
Utara
|
263,435
|
259,672
|
261,794
|
189,167
|
155,341
|
Sumatera
Barat
|
322,692
|
201,421
|
211,531
|
192,148
|
196,854
|
Sumatera
Selatan
|
86,528
|
90,300
|
86,777
|
90,160
|
77,271
|
Banten
|
139,707
|
135,041
|
146,453
|
144,944
|
153,004
|
Jawa
Barat
|
149,960
|
148,003
|
149,444
|
149,030
|
145,847
|
Jawa
Tengah
|
122,482
|
123,815
|
112,963
|
109,004
|
102,591
|
NTB
|
156,792
|
154,919
|
155,166
|
153,822
|
161,450
|
NTT
|
136,966
|
139,592
|
142,257
|
144,981
|
148,772
|
Sulawesi
Selatan
|
161,504
|
124,760
|
129,565
|
120,003
|
130,109
|
Ciri petenakan kerbau yang mendominasi keragaman usaha ternak kerbau di Indonesia, identik dengan ketergantungan pada pakan serat alami antara lain; rumput alam, jerami, berbagai tanaman pangan dan holtikultura serta perkebunan dengan skala usaha antara 2-3 unit ternak. Kerbau ini dapat digembalakan secara terus menerus maupun hanya digembalakan pada siang hari (Talib 2010) dan dikandangka. Kuswandi (2011) dan Prawiradigdo et, al (2010) mengatakan bahwa pakan seperti ini umumnya rendah kualitasnya sehingga membutuhkan teknologi pengkayaan nutrisi untuk meningkatkan kualitas nilai gizinya, apalagi kalau ditambah dengan masalah pemberian pakan dalam jumlah yang tidak mencukupi, maka produktivitas kerbau akan sangat sulit diperoleh.
Sumber News : www.agrobisnisinfo.com/2016/