DIOLUHTAN. Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla
(Jokowi-JK) genap berusia dua tahun. Slogan Kerja-Kerja-Kerja dan Agenda
Nawacita yang diusungnya pada awal pemerintahan memberikan spirit baru bagi
Indonesia. Rakyat Indonesia yang haus perubahan pun menaruh harapan yang begitu
besar terhadap pemerintahan Jokowi-JK. Pemerintahan baru, harapan baru,
Indonesia maju.
Pembangunan sektor pertanian (pangan) menjadi salah satu tujuan utama
pemerintahan Jokowi-JK dan masuk dalam Agenda Nawacita. Jokowi-JK ingin
mewujudkan kemandirian (kedaulatan) pangan dalam lima tahun pemerintahannya.
Kedaulatan pangan dimaknai sebagai pemenuhan melalui produksi lokal. Di
dalamnya menyangkut pemenuhan hak atas pangan berkualitas, bergizi baik, dan
sesuai budaya, yang diproduksi dengan sistem pertanian berkelanjutan dan ramah
lingkungan.
Meski belum sempurna, sedikit demi sedikit tujuan pembangunan pertanian
Jokowi-JK mulai tercapai. Hal ini setidaknya terlihat dari indikasi produksi
pangan. Pada 2015, mengatu pada angka tetap (atap) yang dilansir Badan Pusat
Statistik (BPS), produksi padi mencapai 75,55 juta ton gabah kering giling
(GKG). Kenaikan produksi karena naiknya luas panen seluas 0.51 juta hektare
(3,71%) dan kenaikan produktivitas 1,45 kuintal/ha (2,82%). Di Pulau jawa naik
1,83 juta ton dan di luar Jawa 2,88 juta ton.
Angka itu bukan saja lebih tinggi dari target dalam Rencana Strategis 2015-2019
yang menulis 73,40 juta ton GKG untuk 2015. namun juga produksi paling tinggi
dalam 10 tahun terakhir. Apabila melihat capaian produksi 2010-2014 di era
pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono-Boediono, capaian itu memang patut
diapresiasi. Pada 2010, produksi hanya 66,47 juta ton GKG, pada 2011 sebesar
65,76 juta ton GKG, 2012 sebesar 69,06 juta ton GKG, 2013 sebesar 71.28 juta
ton GKG, dan 2014 sebesar 70,25 juta ton GKG.
Kenaikan produksi pada 2015 tersebut diyakini akan berlanjut pada tahun
ini. Fenomena La Nina yang terjadi sejumlah sentra padi di Tanah Air justru
menjadi berkah bagi Tanaman pangan terutama padi karena areal tanam menjadi
lebih luas. Kementerian Pertanian (Kementan) memasang target produksi padi
tahun ini sebesar 75,13 juta ton GKG, sebelumnya dalam Rencana Strategis
2015-2018 dipatok 76,20 juta ton GKG. Sepanjang Januari-Juli 2016, produksi
padi telah tembus 51,69 juta ton GKG.
Kebijakan Hulu Hilir
Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, upaya mewujudkan kemandirian
ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik seperti
Nawacita ketujuh yang dicanangkan Jokowi-JK menitikberatkan pada upaya
mewujudkan Kedaulatan pangan dan mensejahterahkan petani. Melalui visi
tersebut. Jokowi-JK menegaskan komitmen dan perhatian serius pada sektor
pertanian. Komitmen itu oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dituangkan dalam
kebijakan strategis dan program hulu-hilir. JD Kebijakan itu adalah
meningkatkan produksi komoditas strategis yang menguasai hajat hidup masyarakat
Indonesia, baik dari sisi produksi dalam hal ini pemberdayaan petani (farmers
empowering) maupun kepuasan konsumen (consumers satisfaction). Lalu, menekan
biaya produksi per satuan, luas komoditas strategis tersebut dan melakukan
pengendalian harga.
Untuk mencapai sasaran itu, kata Mentan, pihaknya langsung tancap gas
dengan melaksanakan Program Upaya Khusus (Upsus) peningkatan produksi. Target
Swasembada pangan difokuskan pada padi, jagung, kedelai, gula, bawang merah,
Daging, cabai, kakao, karet, kopi, dan kelapa sawit. "Tentunya untuk mewujudkan Kedaulatan pangan dan Kesejahteraan
petani tidaklah semudah membalikkan telapak tangan," kata Amran
Sulaiman di Jakarta beberapa waktu lalu.
Amran mengakui, upaya peningkatan produksi dan pengendalian harga
dihadapkan pada berbagai faktor penghambat, di antaranya anomali perubahan
iklim, jaringan irigasi rusak, kepemilikan lahan petani yang sempit, dan
Teknologi Pertanian yang belum siap dimanfaatkan, serta adanya intervensi
kepentingan pihak-pihak tertentu di hilir. "Tapi, kami optimistis dapat mewujudkan Kedaulatan pangan dan
Kesejahteraan petani tersebut. Karena itulah, saya mengeluarkan kebijakan yang
mampu mengubah wajah pertanian yang kusut ke pertanian yang maju dan modern,
serta jaminan Kesejahteraan petani," jelas Mentan.
Memang, kata Mentan, kebijakan itu sering dianggap kontroversial, namun
kebijakan yang diterapkan saat ini merupakan sebuah radikalisasi paradigma
dalam meletakkan posisi penting sektor pertanian dalam pembangunan nasional.
Karena itu pula, Kementan juga menegakkan perlawanan atas praktik kartel pangan
yang terbukti memiskinkan petani, sekaligus merugikan konsumen.
Menurut Amran, Kementan telah mengubah regulasi dari tender menjadi
penunjukan langsung (PL), perbaikan infrastruktur irigasi pada 3 juta hektare
(ha) sawah dan pemberian bantuan alat mesin pertanian (Alsintan) 180 ribu unit,
peningkatan penanganan on farm dan pascapanen, perbaikan Tata niaga dengan
memotong rantai pasok yang terlalu panjang dari sembilan menjadi tiga. "Kami juga melakukan peningkatan
investasi dan hilirisasi, serta mengendalikan impor dan mendorong ekspor
pangan," ungkap dia.
Kebijakan hulu-hilir tersebut, kata Mentan, akhirnya sukses meningkatkan
produksi pangan. Selain peningkatan produksi padi pada 2015 yang tertinggi
dalam 10 tahun terakhir, ekspor pangan juga meningkat. Ekspor padi, jagung,
kedelai, bawang merah, dan cabai pada 2015 mencapai 290.035 ton, sedangkan pada
2014 hanya sebesar 115.617 ton. "Artinya,
sangat jelas terlihat upaya pemerintah untuk mewujudkan Kedaulatan pangan
mempunyai perkembangan yang signifikan," jelas Mentan.
Di sisi petani, Kementan bersama lembaga terkait fokus menekan biaya
produksi dan pengendalian harga produksi. Untuk menekan biaya produksi,
berbagai kebijakan telah diluncurkan, seperti pengadaan infrastruktur,
Alsintan, serta subsidi benih dan pupuk. Lalu, bersama Perum Bulog dan
Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah ditetapkan harga pembelian pemerintah
(HPP) dan harga referensi (floorprice dan ceiling price) melalui Permendag No
63 Tahun 2016 yang diimplementasikan melalui operasi pasar (OP) di Toko Tani
Indonesia (TTI), Rumah Pangan Kita (RPK), dan intervensi di pasar becek.
Kedua kebijakan itu berhasil mendongkrak Kesejahteraan petani. Terbukti,
Nilai Tukar Usaha Pertanian (NTUP) pada 2015 meningkat dibandingkan 2014. NTUP
2015 mencapai 107,45, sedangkan 2014 hanya 106,05 dan pada September 2016
terpantau naik mencapai 109,76. "NTUP
mengindikasikan kemampuan petani untuk membeli input produksi dan tingkat
Kesejahteraan petani," kata Amran.
Kementan juga meluncurkan program Asuransi pertanian yang akan menjamin
Kesejahteraan petani mana kala terjadi gagal panen akibat bencana. Pemerintah
mensubsidi premi yang harus dibayar petani sebesar Rp 144 ribu per ha per musim
tanam (MT) sehingga petani hanya membayar Rp 36 ribu per ha per MT. Sedangkan
nilai klaim yang diterima petani sebesar Rp 6 juta per ha per MT.
Keberhasilan program pertanian saat ini, lanjut Mentan, telah mampu
meningkatkan Ketahanan Pangan Indonesia dibanding negara lain. Dalam data The
Economist Intelligence Unit yang menunjukkan indeks Ketahanan Pangan global
atau Global Food Security Index (GFSI) tahun 2016, posisi Indonesia meningkat
dari peringkat ke 74 menjadi ke 71 dari 113 negara. Pencapaian tersebut
mengindikasikan perhatian besar yang diberikan pemerintah di sektor pertanian,
termasuk pemberdayaan petani. "Indonesia
merupakan salah satu negara yang mengalami perubahan terbesar pada indeks
keseluruhan (2.7)," kata Amran.
Impor dan Harga Pangan
Meski dari sisi produksi pangan menunjukkan prestasi yang luar biasa,
dalam dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, impor pangan masih saja terjadi. Pada
2015, pemerintah merilis izin impor beras medium sebesar 1,5 juta ton yang
pemasukkannya mulai akhir 2015 hingga awal 2016. Hingga saat ini, Jokowi-JK
memang belum mengeluarkan lagi izin impor beras. Selain beras, impor Daging
sapi dan Daging kerbau juga masih dilakukan. Bahkan impor Daging kerbau
sepanjang 2016 tercatat hingga 80 ribu ton dari India.
Dalam catatan Serikat Petani Indonesia (SPI) yang dikutip dari BPS,
sepanjang Januari-Juni 2016, impor Gandum juga telah menembus 5,85 juta ton.
Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) bahkan memperkirakan impor Gandum
Indonesia 2016 akan mencapai angka 8,10 juta ton. Dengan impor sebanyak itu,
Indonesia merupakan importir Gandum terbesar nomor dua di dunia setelah Mesir
yakni 11,50 juta ton. Hal ini patut dimaklumi karena Indonesia memang bukan
produsen Gandum.
Hingga kini, harga sejumlah komoditas pangan juga masih relatif tinggi.
Harga Daging sapi misalnya, hingga kini masih di atas Rp 100 ribu per kilogram
(kg). Dalam satu minggu terakhir, harga cabai keriting dan cabai merah besar
juga naik masing-masing 18,4% dan 21,5%. Harga cabai keriting pada 14 Oktober
2016 sebesar Rp 43.800 per kg dan cabai besar Rp 42.950 per kg, lebih tinggi
dibanding harga acuan Rp 28.500 per kg. Pemerintah memang berjanji untuk segera
menstabilisasi harga komoditas tersebut Harapannya, janji tersebut segera bisa
terealisasi agar konsumen tidak terbebani.
Sumber Original : Investor Daily dalam www.pertanian.go.id