DIOLUHTAN. El Nino yang berlangsung pada 2015 tergolong yang terkuat yang pernah
tercatat, seperti dinyatakan pakar iklim dan cuaca dari mancanegara.
Perubahan cuaca, yang dipicu oleh peningkatan suhu permukaan laut di
Samudra Pasifik, telah memecahkan rekor 1997 dalam tiga bulan terakhir.
Hal ini merujuk pada laporan yang dilansir oleh National Oceanic AS dan
Badan Atmosfer (NOAA) bahwa air di Samudera Pasifik Tengah mencapai 3,1° C di
atas rata-rata pada 18 November. Yang secara signifikan lebih tinggi dari 2,8°C yang tercatat selama El
Nino pada 1997-1998.
El Nino pada 2015 mengakibatkan lapisan air hangat yang biasanya menumpuk
di sekitar Australia dan Indonesia secara drastis menipis, sementara iklim
tropis melanda Samudera Pasifik bagian timur, membuat permukaan perairan yang
biasanya dingin kini diselimuti lapisan tebal air hangat.
Meningkatnya suhu panas menyebabkan suhu air laut meningkat dari Pasifik
tengah ke Amerika. Hal ini mengakibatkan penurunan intensitas hujan di Asia Tenggara,
mengurangi curah hujan di Indonesia dan memberikan kontribusi terhadap
meningkatnya kebakaran hutan yang berlangsung masif tahun lalu.
Upaya Kementan
Kendati dihantam El Nino dan ancaman La Nina menghadang di depan mata,
Kementerian Pertanian RI menegaskan komitmen meningkatkan produksi pangan
strategis: padi, jagung dan kedelai disingkat Pajale, dan Menteri Pertanian RI
Andi Amran Sulaiman menyebut Pajale selama ini tergantung pada produk impor,
dan apabila tidak ditangani segera dan secara serius melalui program Upaya
Khusus (Upsus Pajale) akan mengancam ketahanan pangan nasional.
Hasilnya? Angka Tetap (Atap) pada 2015 yang dilansir Badan Pusat
Statistik (BPS) menyebutkan bahwa produksi padi 2015 naik 6,42%; jagung
meningkat 3,18%; dan kedelai naik 0,86% dibandingkan 2014. "BPS juga mengumumkan bahwa impor jagung turun 47,5% pada Januari
hingga Mei 2016 dibandingkan periode yang sama pada 2015. Demikian pula dengan
bawang merah, yang tidak ada impor atau turun 100% dibandingkan periode sama
pada 2015," kata Mentan Amran Sulaiman.
Apresiasi FAO
Kerja keras Kementan bukan hanya diapresiasi oleh kepala perwakilan
negara asing di Indonesia seperti dilontarkan oleh Dubes Iran, Valiollah
Mohammadi; Dubes Libya, Sadik Mohammed Oathman; Dubes Spanyol, Fransisco Jose
Viqueira Niel belum lama ini, namun juga diakui oleh lembaga riset independen
the Economist Intelligence Unit (EIU).
Kinerja Indonesia diakui oleh EIU yang merilis data terbaru tentang
Global Food Security Index (GFSI) pada 9 Juni 2016, yang menyatakan bahwa
peringkat Indonesia pada Indeks Ketahanan Pangan Global (GFSI) secara
keseluruhan (overall) naik dari 74 ke 71 dari 113 negara yang disurvai.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menyampaikan apresiasi kepada
Pemerintah RI yang mampu mengatasi ancaman ketahanan pangan, karena perubahan
iklim seperti El Nino tahun lalu, dan ancaman La Nina tahun ini. "Di kacamata FAO tuh program ketahanan
pangan di Indonesia sudah on the track. Kalau iklim normal dan produksi
meningkat itu sih biasa, tapi di tengah perubahan iklim kita mampu memperbaik
indeks ketahanan pangan global khususnya pada aspek ketersediaan atau
availability dan FAO mengapresiasi kinerja Indonesia," kata Sekretaris
Jenderal Kementan, Hari Priyono mengutip pernyataan Representatif FAO di
Indonesia, Mark Smulders setelah keduanya melakukan pertemuan formal di kantor
pusat Kementan pada Senin (1/8)
Editor : Y. A. Yahya
Sumber : www.berita2bahasa.com