DIOLUHTAN-suluhtani. Tahu, tentunya anda sudah sangat mengenalnya dengan baik, karena
merupakan salah satu makanan populer yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia selain produk kedelai lainnya yaitu tempe.
Tak perlu diragukan lagi
dalam soal kandungan gizi, karena tahu dan produk kedelai lainnya sarat akan
nutrisi, dan yang paling dikenal adalah jenis protein asam aminonya yang sangat
bermanfaat bagi kesehatan. Pada awalnya, tahu ini berasal dari China, yang dibuat
dari fermentasi jus kacang kedelai.
Kandungan Nutrisi Tahu dan Tempe
Kandungan Nutrisi Ampas tahu dan pemanfaatannya untuk makanan
Gizi Limbah dan ampas tahu
Akan tetapi proses pembuatan tahu ini juga menghasilkan limbah berupa
ampas dan air bekuan yang dikenal dengan whey. Walaupun sudah berupa
limbah, namun dalam hal komposisi kimia ia masih mengandung jenis nutrisi
termasuk protein,
karbohidrat, serat kasar, dll. Karena sebagai
limbah, biasanya ampas tahu dibuang ke sungai dan sudah tentu akan menyebabkan
pencemaran karena baunya yang terkenal luarbiasa.
Namun sebenarnya ampas ini
bisa menguntungkan apabila diolah jika pengusaha tahu atau siapapun mengetahui
bagaimana memanfaatkannya. Ampas tahu dikenal memiliki potensi untuk digunakan
sebagai media fermentasi bakteri, karena Air limbah yang dihasilkan oleh
industri tahu adalah sampah organik yang mudah diuraikan oleh mikroorganisme
alami. Dengan demikian Ampas tahu Bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak, pupuk
organik, dan bahkan makanan manusia.
Peran bakteri atau mikroorganisme
Sebuah penelitian yang diterbitkan oleh A Anggraeni di insightsociety.org
, menggunakan tiga Bacillus amyloliquefaciens dengan konsentrasi,
yaitu 5%, 10%, dan 15%, dan enam kali fermentasi, yaitu 2 hari, 3 hari, 4 hari,
5 hari, 6 hari, dan 7 hari. Berdasarkan analisis varians, pemberian Bacillus
amyloliquefaciens, konsentrasi, waktu fermentasi dan interaksi, memiliki
efek pada tingkat serat kasar dan total asam silase limbah tahu, tetapi tidak
memiliki efek pada kadar airnya. Semakin besar dosis Bacillus amyloliquefaciens
diinokulasi pada ampas tahu, maka semakin kecil nilai rata-rata serat kasar
tersebut; bertentangan dengan total laktat asam yang dihasilkan. Perlakuan
terbaik diperoleh pada dosis Bacillus amyloliquefaciens dari 15% fermentasi selama
5 hari dengan rata-rata tingkat serat kasar 17,3% dan total rata-rata asam
0,87%, yang berarti mereka memenuhi persyaratan SNI (Standard Nasional
Indonesia) untuk kriteria total asam yang ideal, yaitu 0,5-2,0%.
Penurunan tingkat silase serat kasar dari limbah tahu mencapai 44%, dibandingkan dengan ampas tahu bahan baku. Berdasarkan uji organoleptik, silase yang dihasilkan dari fermentasi Bacillus amyloliquefaciens dengan dosis 15% memiliki aroma, warna dan tekstur terbaik jika dibandingkan dengan dosis 5% dan 10%.
Penurunan tingkat silase serat kasar dari limbah tahu mencapai 44%, dibandingkan dengan ampas tahu bahan baku. Berdasarkan uji organoleptik, silase yang dihasilkan dari fermentasi Bacillus amyloliquefaciens dengan dosis 15% memiliki aroma, warna dan tekstur terbaik jika dibandingkan dengan dosis 5% dan 10%.
Pengolahan limbah tahu untuk Nata de Soya
Selama ini produsen hanya membuang semua limbah tahu secara langsung,
padahal jika dimanfaatkan limbah ini dapat meningkatkan pendapatan misalnya
diolah menjadi Nata de Soya. Nata
adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, bekuan dan berbentuk
putih, yang bisa dibuat dari bahan baku air kelapa dan air limbah tahu ini. Nata
yang terbuat dari air kelapa disebut dengan Nata de Coco(yang sudah
populer), dan yang terbuat ari whey tahu disebut dengan Nata de Soya.
Semuanya dibuat dengan cara fermentasi atau melibatkan bakteri atau
mikroorganisme bermanfaat.
Hasil analisis Gizi pada Nata de Soya
Menurut hasil analisis gizi, Nata de Soya diklasifikasikan sebagai produk
yang sangat bergizi, terutama karena kandungan karbohidrat,
protein dan serat kasar. Data sudah membuktikan bahwa bakteri
tertentu didalamnya mampu mengubah air limbah tahu menjadi
produk yang bernilai gizi tinggi.
Pengolahan Limbah tahu untuk Nata de Soya di Indonesia
Waste Treatment(pengolahan limbah hasil pertanian) telah dikembangkan di
beberapa daerah di Indonesia, termasuk di daerah Demangan, Pleret, dan Bantul,
terletak di provinsi Yogyakarta. Nata de soya sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan nata de coco yang terbuat dari air kelapa. Menurut seorang pembuat nata
de soya di Demangan, Siti Rukoyah, bahwa dulu orang sering mengeluh setiap kali
air limbah tahu sedang dialirkan kedalam sungai-sungai bahkan selokan,
karena menyebabkan bau yang cukup menyengat. Menurut Siti, ide pengolahan air
limbah tahu dimulai ketika desa tempat dia tinggal setelah kedatangan sejumlah
mahasiswa dari Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta untuk kerja lapangan
beberapa tahun yang lalu. Berbekal pengetahuan bagaimana proses nata de soya dari
mahasiswa, sejumlah orang yang tertarik dalam memanfaatkan air limbah dari
sekitar 10 produsen tahu di Demangan. Hingga saat ini, desa ini dikenal sebagai
pusat pembuatan nata de soya. (Rujukan : en.voi.co.id – Nata de Soya
from Tofu Waste, insightsociety.org –
improving the quality of tofu water for feed(PDF))
Sumber : www.resepcaramemasak.org