DIOLUHTAN. Sektor pertanian masih dipandang sebagai sebuah pekerjaan dengan masa depan
suram. Banyak sarjana pertanian yang memilih kerja di sektor lain daripada
menjadi petani. Perlu terobosan agar sarjana mau memajukan pertanian dalam negeri.
Kepala
Pusat Studi Dinamika Pedesaan Fakultas Pertanian Universitas Padjdjaran, Ganjar
Kurnia, mengatakan Indonesia menghadapi masalah serius di bidang pertanian,
khususnya regenerasi petani.
Saat
ini jumlah petani yang ada di sawah kebanyakan sudah berusia lanjut. Mestinya
para sarjana pertanian lah mengganti peran mereka, kata Ganjar, saat berbincang
dengan Merdeka Bandung.
Padahal
menurutnya, Indonesia memiliki banyak lulusan sarjana pertanian. Tiap kampus
pertanian menghasilkan banyak lulusan setiap tahunnya. Fakultas Pertanian
Universits Padjdjaran contohnya, tiap tahun dibanjiri 5.000-10.000 peminat
jurusan pertanian. Dari total keseluruhan yang diterima fakultas hanya 300
orang. Tetapi dari jumlah itu, hanya sedikit lulusan pertanian yang memutuskan
menekuni pertanian. Sebagian menganggap pertanian hanya batu loncatan. Banyak
yang ke sektor lain di luar pertanian, misalnya ke bank, kata mantan Rektor
Unpad ini.
Doktor
Sosiologi Pedesaan lulusan Universitas Paris X Nanterre, Perancis, ini
mengungkapkan banyak faktor yang membuat minimnya minat sarjana pertanian
berkiprah di sektor pertanian, salah satunya kurikulum di masa lalu.
Diaa
menuturkan, kurikulum tersebut memunculkan ego keilmuan. Waktu itu Unpad
sendiri memiliki banyak program studi pertanian, meliputi hama penyakit, prodi
tanah, sosial ekonomi pertanian, agronomi dan teknologi pertanian. Kurikulum
tersebut seolah-olah memperlakukan satu lahan pertanian memerlukan lima
keilmuan. Sehingga banyak sarjana yang enggan bertani karena merasa bukan
bidangnya.
Padahal,
lanjut dia, mestinya seorang sarjana pertanian mampu melakukan usaha tani dari
mulai menanam hingga menjual hasil taninya berdasarkan keilmuan. Maka Unpad
melakukan merger prodi menjadi tiga saja, yakni Agribisnis, Agroteknologi dan Fakultas
Teknologi dan Industri Pertanian. Setelah merger itu jumlah peminat semakin
meningkat, terangnya.
Selain
itu, Unpad juga mulai meningkatkan program praktik lapangan. Sehingga mahasiswa
bisa mendalami masalah-masalah pertanian di lapangan.
Cara
lain yang dilakukan Unpad adalah bekerja sama dengan masyarakat petani.
Tujuannya untuk mendekatkan dunia kampus dengan pertanian. Misalnya di bidang
agribisnis atau hortikultura, Unpad memberdayakan petani sayur Pangalengan yang
hasil panennya langsung dijual ke pasar swalayan.
Dengan
cara tersebut, masa tunggu panen yang menjadi kendala petani dalam menghasilkan
pemasukan bisa disiasati karena swalayan mau membayar secara mingguan. Model
pemberdayaan seperti inilah yang harus dikembangkan untuk petani pangan,
katanya.
Namun
masalahnya model tersebut belum bisa diterapkan di sektor pertanian pangan. Ia
mengakui, sektor pangan nasibnya tidak semujur sektor hortikultura. Meski
sebenarnya sektor pertanian pangan memiliki sisi keuntungan jika tekun
mendalaminya. Masalahnya banyak sarjana pertanian maupun petani yang mengalami
kesulitan saat menghadapi masa tunggu panen. Untuk bertani padi diperlukan
waktu 3,5 bulan masa tanam.
Panen
padi hasilnya bisa lumayan. Tapi untuk menghadapi masa tunggunya bagaimana?
dari mana bisa makan karena waktu tunggu itu yang kadang membuat petani juga
tidak tahan, ujar dia.
Sumber : http://mediatani.com/ini-alasan-sarjana-pertanian-ogah-kembali-bertani/3/