DIOLUHTAN. Jagung
produksi nasional pada 2016 seharusnya sudah dapat memenuhi kebutuhan industri
pakan ternak. Untuk memastikan industri ini tak perlu lagi tergantung pada
impor jagung, sejumlah langkah telah pula dilakukan. “Hal yang patut ditiru adalah industri pakan ternak di Kalimantan
Selatan dan Sulawesi Selatan seluruh bahan baku 100 persen dari jagung lokal,”
kata Pusat Data dan Informasi Kementan, Suwandi, Rabu (13/4/2016).
Pada
2015, angka produksi jagung nasional mencapai 19,83 juta ton atau naik 4,34
persen dibandigkan pada 2014. Targetnya, pada 2016 angka produksi jagung bisa
naik lagi menjadi 21,53 juta ton. “Besarnya
target tersebut agar dapat memenuhi sendiri kebutuhan jagung domestik,
khususnya untuk industri pakan ternak,” imbuh Suwandi. Pada 2016, diperkirakan kebutuhan jagung untuk industri pakan ternak selama setahun mencapai 8,6 juta ton. Menurut Suwandi, survei yang digelar Kementerian Pertanian pada Juni 2014 sampai Mei 2015 mendapati industri pakan ternak di Provinsi Banten, Sumatera Barat, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Kalimantan Barat, masih mengimpor lebih dari 50 persen jagung. Adapun di Lampung dan Jawa Timur, angka impor jagung di industri ini sekitar 48 persen.
Dari
survei yang sama, papar Suwandi, industri pakan nasional sebenarnya lebih
menyukai jagung lokal. Menurut mereka, jagung lokal memiliki lebih banyak
keunggulan, termasuk mutu.
Meski
demikian, ada sejumlah catatan datang dari para pelaku industri pakan, terutama
terkait pasokan dan kualitas. Pertama, jaminan keberlanjutan pasokan jagung.
“Mengingat jagung adalah tanaman musiman, sehingga butuh alat pasca-panen dan
penyimpanan (silo),” ujar Suwandi.
Kedua,
pelaku industri pakan berharap ada perluasan area penanaman jagung. Ketiga,
harga yang lebih kompetitif untuk jagung lokal. “Keempat, standardisasi mutu, agar memenuhi standar industri, seperti
kadar airnya,” kata Suwandi.
Kelima,
lanjut Suwandi, industri pakan menginginkan ada perbaikan infrastruktur,
pembiayaan untuk petani jagung, dan pola kemitraan. “(Yang semuanya itu) untuk memudahkan mereka (industri pakan) menyerap
jagung petani,” ungkap dia.
Langkah Kementerian
Pertanian
Berdasarkan
survei tersebut, Kementerian Pertanian telah melakukan sejumlah langkah sebagai
respons. Hasilnya, dari upaya yang dilakukan sejak 2015 itu, jagung lokal bisa
memenuhi 750.000 ton per bulan kebutuhan industri dan 1,55 juta ton kebutuhan
jagung nasional per bulan pada 2016.
Langkah
pertama yang sudah dilakukan kementeriannya, sebut Amran, adalah akselerasi
produksi. Upaya tersebut dilakukan di wilayah potensial untuk substitusi jagung
impor bagi pabrik pakan. “(Yaitu) di Banten,
Sumatera Barat, Jawa Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, dan Lampung,” sebut Amran.
Kedua,
terus meningkatkan produksi untuk memasok pabrik pakan di Kalimantan Selatan
dan Sulawesi Selatan, sekalipun industri di kedua wilayah telah 100 persen
menggunakan jagung petani setempat.
Ketiga,
meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha tani, mutu, serta kontinuitas
produksi dengan mekanisasi pertanian dan bantuan benih jagung gratis untuk 1,5
juta hektar kebun.
Keempat,
menata sistem distribusi dan logistik dari sentra produksi ke sentra pabrik
pakan. Dalam hal ini, Bulog berperan membeli jagung langsung di tingkat petani.
“Kelima, mengendalikan impor jagung pada
2016 yakni maksimal 1 juta ton dan pelaksanaan impor jagung hanya dilakukan
oleh Bulog,” ungkap Amran.
Sebagai
bagian dari upaya ini, lanjut Amran, ada pula kebijakan dan kemudahan bagi
pelaku industri pakan ternak untuk memproduksi jagung sendiri dan tidak
mengandalkan jagung impor.
“Ini mengingat potensi
lahan dan sumberdaya sangat luas, sehingga mampu memproduksi jagung sesusai
kebutuhan industri pakan,” tegas Amran.
Amran
menambahkan, Kementerian Pertanian dan instansi terkait telah menyediakan
500.000 hektar lahan hutan dan 265.000 hektar Perhutani untuk digarap sebagai
kebun jagung bagi pemenuhan kebutuhan industri pakan.
Dari
luasan lahan itu saja, sebut Amran, minimal dapat dihasilkan 3 ton jagung per
tahun. “(Angka produksi itu) lebih dari
cukup untuk industri pakan ternak,” tegas dia.
Bagi
pelaku industri pakan ternak, ada pula berbagai kemudahan untuk membangun
agribisnis jagung skala luas (corn estate) yang terintegrasi dan bermitra
petani. “(Semua upaya) ini merupakan
solusi permanen dalam rangka pemenuhan kebutuhan (industri) pakan ternak,”
tegas Amran.
Berdasarkan
data Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian, panen raya jagung pada
Maret 2016 menghasilkan lebih dari 5,2 juta ton. Karena itu, pada April 2016
diperkirakan tersedia 2 juta ton jagung pipilan kering. (sumber klik disini)
Industri Pakan Ternak
di Sulsel Diapresiasi Menteri Pertanian
Kementerian
Pertanian (Kementan) menempatkan jagung sebagai komoditas pangan strategis guna
meningkatkan produksi petani. Dari data Kementan, hasilnya produksi jagung di
tahun 2015 mencapai 19,83 juta ton atau naik 4,34 persen dari tahun 2014. Di
tahun 2016, Kementan menargetkan produksi jagung sebesar 21,53 juta ton.
Karenanya, produksi tersebut diharapkan dapat memenuhi sendiri kebutuhan jagung
domestik khususnya untuk industri pakan ternak. Akan tetapi, kenyataannya pada
Juni 2014 hingga Mei 2015, industri pakan ternak di Provinsi Banten, Sumatera
Barat, Jawa Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, seluruhnya membeli dari
jagung impor lebih dari 50 persen dan sisanya, jagung lokal.
Sementara
industri pakan di Lampung dan Jawa Timur menggunakan bahan baku jagung impor
sudah rendah yaitu dibawah 48 persen. “Hal yang patut ditiru adalah industri
pakan ternak di Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan seluruh bahan baku 100
persen diperoleh dari jagung lokal,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi
Kementan, Suwandi. Kata Suwandi, sebenarnya industri pakan berminat membeli
jagung lokal. Unggul dan bermutu alasannya. Olehnya, pelaku industri pakan
menginginkan keberlanjutan pasokan terjamin dan mengingat jagung tanaman
musiman, sehingga dibutuhkan alat pasca panen dan penyimpanan (silo).
Kedua,
supaya jagung mudah tersedia agar dikembangkan di areal luas, ketiga, agar
harga jagung lokal lebih kompetitif dan keempat, jagung lokal diharap memenuhi
standar industri misalnya kadar air sesuai dan lainnya. “Kemudian kelima, industri pakan menginginkan agar ada perbaikan
infrastruktur, pembiayaan petani, pola kemitraan dan lainnya dalam memudahkan
mereka menyerap jagung petani,” jelas Suwandi
Menteri
Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaman mengatakan, Kementan sejak 2015 telah
melakukan pelbagai upaya sehingga tahun 2016 ini mampu menyediakan pasokan
jagung yang dibutuhkan industri pakan 750.000 ton per bulan dan kebutuhan
jagung nasional 1,55 juta ton per bulan.
Dengan
terobosan kegiatan, Amran memprediksi produksi 2016 akan mencukupi kebutuhan
konsumsi dan bahkan neraca jagung 2016 diprediksi surplus 1,3 juta ton. Menurut
Amran, berbagai upaya yang telah dilakukan yakni, pertama, akselerasi
produksi di wilayah potensial untuk substitusi impor jagung bagi pabrik pakan
di wilayah Banten, Sumatera Barat, Jawa Barat, Sumatera Utara, Kalimantan
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lampung. Kedua, tetap meningkatkan
produksi untuk memasok pabrik pakan di Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan
yang sudah 100 persen dari jagung lokal. Ketiga, meningkatkan
produktivitas,efisiensi usahatani, mutu, keberlanjutan dengan mekanisasi
pertanian dan bantuan benih jagung gratis untuk 1,5 juta hektar. Keempat,
menata sistem distribusi dan logistik dari sentra produksi ke sentra pabrik
pakan. Dalam hal ini, Badan Urusan Logistik (Bulog) berperan membeli jagung
langsung di tingkat petani. “Kelima, mengendalikan impor jagung di
tahun 2016 yakni maksimal 1 juta ton dan pelaksanaan impor jagung hanya
dilakukan oleh Bulog,” terang Amran.
Amran
menegaskan kebijakan dan kemudahan lainnya adalah, pelaku industri pakan ternak
diminta bekerja keras memproduksi jagung sendiri dan tidak mengandalkan jagung
impor. “Ini mengingat potensi lahan dan
sumberdaya sangat luas, sehingga mampu memproduksi jagung sesusai kebutuhan
industri pakan,” tegas Amran. “Perlu
diketahui, kami bersama instansi terkait telah menyediakan 500 ribu hektar
lahan hutan dan 265 ribu hektar Perhutani serta memberi berbagai kemudahan bagi
industri pakan ternak untuk membangun agribisnis jagung skala luas yang
terintegrasi dan bermitra petani,” ungkap Amran. “Apabila areal tersebut
dikembangkan jagung dapat menghasilkan minimal 3,0 juta ton jagung pertahun
lebih dari cukup untuk industri pakan ternak. Ini merupakan solusi permanen
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pakan ternak,” pungkas Amran. Untuk diketahui,
berdasarkan data Pusat Data dan Informasi Kementan, panen raya jagung Maret
2016 menghasilkan lebih dari 5,2 juta ton dan April ini diperkirakan mencapai
2,0 juta ton jagung pipilan kering. (sumber klik disini)
Editor : Yusran A. Yahya