DIOLUHTAN – Pertanian berbasis agribisnis belum dilakukan atau dinikmati oleh petani di
seluruh negeri agraris ini. Seperti Petani di Desa Tanjungkupang Baru Kecamatan
Tebingtinggi Kabupaten Empatlawang Provinsi Sumatera Selatan misalnya. Mereka
memilih menjadi petani subsisten. Mereka enggan menjual hasil panennya ke
pasar, hanya dijadikan konsumsi sehari-hari. Padahal, produktivitas padi mereka
mampu mencapai 6,7 ton beras per hektarnya.
Mereka
menganggap kualitas beras mereka kalah bersaing di pasaran lantaran hasil dari
penggilingan yang buruk. Sekalipun jumlahnya banyak, tetapi beras yang
dihasilkan tidak layak untuk dijual ke pasar. Hal ini karena petani dikawasan
tersebut masih menggunakan mesin penggilingan manual yang berdampak pada
kualitas beras yang kurang baik, banyak patah, dan tidak bersih.
“Kami
menggunakan gilingan padi biasa, beras kami kebanyakan untuk kami konsumsi
karena untuk dijual kalah bersaing dengan beras lain,” ungkap Sarmadi, petani
padi diareal persawahan Sungaijambu Desa Tanjungkupangbaru Kecamatan
Tebingtinggi Kabupaten Empatlawang, saat panen perdana warga bersama anggota
Koramil 405-01/Tebingtinggi, Kamis (24/03/2016).
Sarmadi
mengaku pernah mencoba untuk menjual berasnya di pasar. Akan tetapi beras yang
dijajakkannya hanya dihargai maksimal Rp 8.500 per kilogramnya. Harga yang jauh
lebih rendah dibanding beras lain yang ada di pasar. Kendatipun murah,
berasnyapun susah laku lantaran banyak patah dan tidak bersih.
Pemerintah
setempat bukannya berdiam diri. Salah seorang penyuluh pertanian setempat, Rije
Nicerd SP mengaku telah menyampaikan masalah ini ke pemerintah Kabupaten
Empatlawang. Dirinya sangat menyayangka keadaan yang dialami petani yang
mengelola persawahan seluas 80 ha tersebut.
“Kendala
petani adalah pada saat penggilingan padi yang hasilnya masih kalah bersaing.
Dulu sudah saya sampaikan ke Dinas Pertanian bahwa harapan petani disini ada
mesin penggilingan yang bagus,” ungkapnya.
Kepala
Desa Tanjungkupangbaru Kecamatan Tebingtinggi Kabupaten Empatlawang, Kurini
mengatakan, hal ini memang sudah seperti demikian sejak dahulu, pihaknya akan
bermusyawarah dengan petani untuk menyampaikan hal ini ke instansi terkait. “Karena
memang sejak dulu kami makan beras dari mesin giling biasa,” ungkapnya. (Sumber : Media Tani, klik DISINI)
Editor : Y. A. Yahya