DIOLUHTAN. Fakultas
Peternakan Universias Hasanuddin (Unhas) mengembangkan jenis sapi baru hasil
perkawinan sapi Bali. Sapi jenis baru ini tidak memiliki tanduk sehingga mudah dalam
pemeliharaan. “Sapinya
tidak liar,” kata Dekan Fakultas Peternakan Unhas Sudirman Baco kepada Tempo,
kemarin.
Menurut
Sudirman, sapi tanpa tanduk ini ditemukan oleh dosen/peneliti di Fakultas Peternakan
Unhas. Diduga sapi jenis ini muncul karena ada mutasi genetik. “Sementara kami
sedang teliti sumber gennya,” katanya.
Sapi tidak bertanduk ini sebenarnya sudah ditemukan sejak 1987. Tapi baru dikembangkan pada 2005. Sapi diisolasi dalam kandang, dikawinkan, dan keturunannya juga tidak bertanduk. “Artinya sifat tidak bertanduk ini dominan,” kata Sudirman.
Sapi tidak bertanduk ini sebenarnya sudah ditemukan sejak 1987. Tapi baru dikembangkan pada 2005. Sapi diisolasi dalam kandang, dikawinkan, dan keturunannya juga tidak bertanduk. “Artinya sifat tidak bertanduk ini dominan,” kata Sudirman.
Sudirman
mengatakan, saat ini Unhas memiliki 12 ekor sapi tidak bertanduk yang berhasil
dikembangkan. Sapi sapi ini akan diberi nama sapi Unhas, karena hanya ada di
Unhas. “Kami sudah punya rencana mengembangbiakkan secara massal di Kabupaten
Enrekang. Baik dengan cara alami maupun dengan penyuntikan sperma,” kata
Sudirman.
Sapi
tidak bertanduk ini juga memiliki kelebihan. Sapi tanpa tanduk memiliki daging
yang empuk dan sedikit lemak. Sapi tanpa tanduk ini juga lebih mampu bertahan
dengan jumlah pakan sedikit serta punya umur sampai 10 tahun. “Sapi dengan umur
tiga tahun juga bisa memiliki bobot 400 sampai 450 kilo gram. Dengan persentase
daging 35 persen,” kata Sudirman.
Karena
tidak memiliki tanduk, maka para peternak tidak perlu repot memotong tanduk
sapi untuk mencegah perkelahian dalam kawanan. Sapi tanpa tanduk ini memiliki
karakter yang berbeda dengan sapi Bali yang merupakan keturunan banteng dan
sering berkelahi. “Sapi yang selalu berkelahi biasanya merusak fisik dan
dagingnya,” kata Sudirman.
Kelebihan
lain, pejantan sapi tanpa tanduk ini bisa mampu membuahi secara alami hingga
ratusan betina dalam satu musim kawin. Jika pembuahan dilakukan dengan
penyuntikan sperma, bisa sampai ribuan betina. “Bisa menjadi salah satu sumber
produksi daging di Indonesia,” kata Sudirman.
Rektor
Universitas Hasanuddin Prof. Dwia Aries Tina Pulubuhu mengatakan, Unhas terus
mendorong penelitian penelitian yang bisa diaplikasikan dan dimanfaatkan untuk
kesejahteraan masyarakat. “Kami sudah punya 40 hak paten dari hasil penelitian
mahasiswa dan dosen,” katanya.
Sumber : www.tempo.co dan video Metro TV in m.youtube