DIOLUHTAN. Dalam hidup ini kita mengenal konsep kewajiban dan hak. Bahkan Islam telah
mengajarkan aturan ini sejak lama. Termasuk dalam hal ibadah qurban, ada
beberapa kewajiban yang harus ditunaikan. Apakah itu?
Kewajiban
pertama, untuk orang yang akan berqurban, apabila telah
masuk sepuluh hari awal dari bulan Dzulhijjah, tidak boleh mengambil sedikitpun
dari rambut dan kulitnya.
Dalilnya
adalah hadits Ummi Salamah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (1977) bahwa
Rasulullah saw. bersabda : “Apabila
telah masuk sepuluh hari (awal bulan Dzulhijjah) dan salah seorang dari kalian
ingin berqurban, maka janganlah dia menyentuh sesuatupun dari rambut dan kulitnya.”
Dan dalam riwayat lain: “Jangan mengambil sesuatupun dari rambut dan kukunya
sampai disembelih qurbannya.”
Syaikh
Abdul Aziz bin Bazz rohimahulloh berkata: “Tidak disebutkan dalam
hadits ini lafadz: dan orang yang diniatkan untuknya qurban tersebut.”
Tambahan
lafadz seperti ini adalah tambahan dari sebagian ahli fiqh atau sebagian ulama.
Yang benar adalah hanya orang yang berqurban sajalah yang tidak boleh mengambil
(rambut dan kulitnya) sampai menyembelih qurbannya. Adapun orang yang diniatkan
untuknya qurban tersebut seperti istri dan anak-anaknya, maka tidak berdosa
apabila melakukan hal tersebut, karena kepala keluarga dialah yang mengeluarkan
harta untuk berqurban, inilah pendapat yang benar. (Majmu’ Fatawa Syaikh bin
Bazz: 25/242).
Adapun
syaikhuna Yahya hafidzohulloh berpendapat bahwa larangan tersebut mencakup
istri, anak-anak beserta seluruh anggota keluarga, dan siapa saja yang
diniatkan pahala qurban untuknya. Beliau membawakan perkataan para ulama yang
berpendapat seperti ini (lihat At-Tajliyah:41).
Menukil
ucapan imam Asy-Syaukani tentang bolehnya satu kambing untuk satu keluarga
walaupun jumlah mereka seratus orang atau lebih, kemudian mengatakan: “Bagaimana
mungkin dari seratus orang tersebut yang dilarang hanya satu orang saja,
bukankah mereka semua dianggap berqurban dan sama-sama mendapat pahala.”
Hukum
mengambil rambut, kuku atau sebagian dari kulit dengan alat cukur, gunting kuku
atau dengan tangan dengan sengaja bagi orang yang akan berqurban adalah haram. Berkata
Syaikhuna Yahya hafidzohulloh ketika ditanya tentang masalah ini:“Apabila
mengambilnya dengan sengaja maka dia berdosa, akan tetapi kalau dia merasa
terganggu (kesakitan) dengannya maka boleh baginya untuk mengambilnya.”
Kewajiban
kedua, lemah lembut terhadap hewan qurban ketika
menyembelih.
Dalilnya
adalah hadits Syaddad bin Aus, bahwa Rasulullah saw. berkata:
“Sesungguhnya
Allah telah mewajibkan untuk berbuat baik kepada segala sesuatu. Apabila kalian
membunuh, perbaguslah cara membunuhnya dan apabila kalian menyembelih, perbaguslah
dalam menyembelih. Dan hendaknya setiap orang dari kalian menajamkan
parangnya dan menenangkan hewan sembelihannya.” (HR
Muslim: 1955).
Dari
Qurroh bin Iyas rodhiyallohu ‘anhu bahwa ada seseorang berkata:“Wahai
Rasulullah, saya ingin menyembelih seekor kambing tetapi saya kasihan
terhadapnya. Beliau menjawab: Kambing itu apabila kamu mengasihaninya maka
Allah akan mengasihanimu.” (HR Ahmad: 15592, dengan sanad shohih).
Dari
Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma- bahwa ada seseorang yang merebahkan seekor
kambing untuk disembelih sambil menajamkan parangnya, maka Rasulullah saw.
berkata kepadanya: “Celaka kamu! apakah kamu ingin membunuhnya
berkali-kali? Tidakkah kamu tajamkan parangmu sebelum membaringkannya?” (HR.
Abdurrozzaq: 8608 dan Hakim: 7563).
Dan
diperbolehkan untuk meminta bantuan orang lain untuk memegang qurbannya supaya
tidak banyak bergerak ketika disembelih.
Dari
seorang sahabat Rasulullah saw., dia adalah salah seorang dari kaum Anshor,
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. merebahkan hewan qurban untuk disembelih,
maka beliau berkata kepada seseorang: “Bantulah aku (untuk memegang)
hewan qurbanku!” maka dia membantu beliau. (HR Ahmad: 23169, dengan
sanad shohih).
Kewajiban
ketiga, tidak menjual sedikitpun dari daging qurban dan
tidak pula memberi tukang sembelih (jagal) dari daging tersebut sebagai upah.
Dari
Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anhu berkata: “Rasulullah saw.
memerintahkanku untuk mengurus unta (qurban)nya; dengan menyedekahkan
dagingnya, kulitnya dan kain penutupnya dan supaya tidak memberi sedikitpun
darinya untuk yang menyembelih, beliau berkata: “Kami akan memberinya upah dari
kami sendiri.” (Muttafaq ‘alaih, Bukhori: 1717 dan Muslim: 1317).
Berkata
Ibnu Qudamah rohimahulloh: “Akan tetapi bila tukang sembelih itu diberi
dari daging qurban karena kefaqirannya atau sebagai hadiah untuknya, maka yang
seperti itu tidak mengapa; karena dia berhak untuk menerimanya sebagaimana
orang lain, bahkan mungkin dia lebih pantas untuk mengambilnya; karena dialah
yang telah mengerjakan penyembelihan itu dengan tangannya sendiri, dan tentu
dia punya keinginan untuk mendapat bagian darinya.”
Dan
tidak boleh menjual sedikitpun dari qurbannya, baik dagingnya atau kulitnya.
Imam
Ahmad berkata: “Subhanalloh, bagaimana bisa dia menjualnya, bukankah
dia telah menjadikannya untuk Allah Tabaroka wa Ta’ala?” (Al-Mughni:9/450).
Wallahu a’lam bish-showwaab.
Yusran A. Yahya, sumber : artikel islampos/albayyinah/abatasa