DIOLUHTAN.
Presiden Joko Widodo didesak segera membentuk Badan Pangan Nasional (BPN)
sebagai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dan UU
Pangan telah mengamanatkan pembentukan badan tersebut paling lambat November
2015. Jika tidak, pemerintah melanggar UU.
Direktur
Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati
mengatakan, sejak tahun 2012, UU Pangan mengamanatkan pembentukan BPN atau
apalah namanya. Tetapi sampai saat ini, belum ada sinyal sedikit pun dari
pemerintah. “Amanat UU ini sudah ada
sejak 2012. Sampai sekarang belum ada tanda-tanda pemerintah akan membentuk
lembaga pangan baru. Tetapi itulah pemerintah kita, selalu tidak prepare, selalu reaktif dan
terburu-buru,” kata Enny di Jakarta, Senin (13/7).
Enny
pun meminta media massa untuk terus mendesak pemerintah agar segera membentuk
BPN. “Tujuannya baik agar nanti jika
tinggal satu minggu pemerintah jangan bingung atau terburu-buru, yang akibatnya
salah semua,” katanya.
Tentang
BPN, Enny berpandangan, buatlah badan itu sesuai perintah UU Pangan, dimana BPN
ini akan berfungsi sebagai regulator dan Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai
operator. BPN ini akan menjalankan fungsi sebagai koordinator, karena diisi
oleh orang-orang dari lintas kementerian, seperti Kementerian Perdagangan,
Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan Kementerian BUMN. “Kementerian terkait tetap ada di badan ini.
Mereka yang membuat regulasi dan memerintahkan Bulog untuk menjalankannya,”
katanya.
Enny Sri Hartati - Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF)
Enny
memberi contoh, ketika stok beras berkurang, representasi Kementerian
Perdagangan yang ada di BPN memerintahkan Bulog untuk melakukan pembelian beras
petani atau impor sekali pun jika kondisinya darurat.
Kementerian
Pertanian juga lewat BPN memerintahkan penyerapan beras dan sebagainya. Begitu
juga dengan Kementerian Perindustrian terkait distribusi dan sebagainya. “Jadi BPN ini akan berfungsi sebagai
koordinasi dan BPN akan menjadi lembaga pemerintah non departemen (LPND),”
katanya.
Sementara
itu, pengamat ekonomi dan pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Arif
Satria mengatakan, pemerintah harus segera membentuk BPN yang akan berfungsi
sebagai regulator dan Bulog sebagai operator. “Badan inilah yang akan menetapkan kebijakan terkait pangan, misalnya
kebutuhan pangan kita berapa, lalu badan ini memerintahkan Bulog untuk membeli
berapa banyak beras, tergantung perintah BPN,” katanya.
Arif
melanjutkan, posisi BPN akan menarik, karena banyak wilayah kementerian yang
ada selama ini diambil-alih oleh badan ini.
Misalnya,
soal distribusi, stok pangan, pengadaan dan penyerapan pangan yang menjadi
kewenangan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian
Pertanian otomatis menjadi kewenangan BPN. “BPN
pun akan menjadi LPND yang berada satu level di bawah menteri. Nah, di sinilah
orang mulai ragukan efektivitas badan ini, karena posisi menteri lebih tinggi
dari kepala atau ketua BPN. Ada keraguan intervensi yang kuat,” katanya.
Tetapi,
lanjut Arif Satria, masalah ini mudah di atasi, dengan ditunjuk orang kuat
untuk memimpin BPN. Seperti antara Menko Ekonomi dan Kepala Staf Kepresidenan,
siapa yang lebih kuat? “Tentu Luhut
Panjaitan lebih kuat karena punya hubungan langsung dengan presiden. Demikian
juga dengan BPN, Presiden harus mencari figur yang kuat dan bisa dipercaya,”
katanya.
Arif
juga senada dengan Enny bahwa unsur-unsur yang ada di BPN nanti berasal dari
berbagai kementerian terkait. Tetapi, mereka akan menjadi pegawai BPN.
http://sp.beritasatu.com/ekonomidanbisnis/presiden-didesak-segera-bentuk-badan-pangan-nasional/91592