Petani
dalam mengusahakan tanaman pangan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan,
sehingga perlu menerapkan efisiensi, sementara efisiensi dapat diterapkan
melalui teknologi, yang dalam menerapkan teknologi membutuhkan modal. Dari segi
teknis pertanaman padi untuk mendapatkan produktivitas tinggi, selain
membutuhkan ilmu dan teknologi perlu masukan saprodi, masukan saprodi tentunya
memerlukan modal, sementara sebagian besar petani tidak mempunyai modal untuk
membeli saprodi, sehingga penting dan perlu dibantu pemerintah, dalam bentuk
kredit.
Di
masa orde baru kredit untuk petani khususnya pangan dikucurkan lewat Kredit
Usaha Tani (KUT), di mana kredit diberikan oleh pemerintah melalui bank
pelaksana seperti BRI ke petani melalui kelompok tani atau koperasi, dengan
segala resiko kegagalan berapa pada pemerintah. Dalam perkembangannya KUT
diubah dengan KKP-E yang penyaluran dana sepenuhnya dan pemilikan dana oleh
perbankan, sehingga resiko ditanggung oleh perbankan. Dengan sistem KKP-E ini
pemerintah hanya mensubsidi tingkat besaran bunga bank sesuai yang diinginkan,
dengan selisih tingkat bunga ditanggung oleh pemerintah.
Persoalan
mendasar dalam penyaluran oleh bank pelaksana, dengan tingkat resiko kegagalan
yang besar, nasabah kecil-kecil dan terpencar, keuntungan bank yang relatif
kecil, kurang atau tidak memenuhi persyaratan kredit dan kesulitan dalam
mengumpulkan pembayaran hutang dari petani, maka hampir dapat dipastikan pihak
bank kurang berminat menyalurkan KKP-E ini dibanding program kredit lainnya
skala besar. Sementara itu menerapkan aturan perbankan sesuai aturan kredit
umum, akan sangat sulit diterapkan bagi petani kecil, sehingga perlu adanya
tahapan pemberian kredit bagi petani sesuai kemampuan dan keadaan usaha
taninya, yang salah satunya melalui Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP–E).
Gambaran
Umum KKP-E
Pengertian
KKP-E; khusus untuk tanaman pangan adalah kredit investasi dan atau kredit
modal kerja yang diberikan kepada petani, dalam rangka pembiayaan intensifikasi
padi, jagung kedelai, ubi kayu dan ubi jalar, kacang tanah dan atau sorgum,
serta kepada koperasi dalam rangka pengadaan pangan berupa gabah, jagung dan
kedelai.
Tujuan
pemberian KKP-E adalah untuk : (1). Mendukung pelaksanaan Program
Ketahanan Pangan dan Energi, (2). Mendukung pendanaan pelaksanaan Program
Ketahanan Pangan dan Program Pengembangan Tanaman Bahan Baku Bahan Bakar
Nabati.
Manfaat
KKP-E adalah: (1). Kredit dapat diberikan kepada petani, peternak, nelayan
dan pembudidaya ikan, (2). Penyaluran dapat dilakukan secara langsung maupun
melalui kelompok, (3). Suku bunga bersaing, mendapat bantuan subsidi
pemerintah.
Persyaratan KKP-E mencakup:
(1). Dokumen legalitas pemohon; (2). Mengisi formulir permohonan kredit,
penerima KKP-E dengan persyaratan tambahan seperti; (3). mempunyai identitas
diri yang masih berlaku; (4). Telah melakukan usaha minimal 1 (satu) tahun;
(5). Penerima KKP-E tidak tercatat sebagai debitur atau nasabah bermasalah,
(6). Apabila penerima KKP-E berupa kelompok, maka kelompok harus terdaftar pada
dinas terkait, dengan jaminan kekayaan usaha.
Sasaran
penerima KKP-E adalah: (1). Petani yang tergabung dalam kelompok
tani/kelompok usaha bersama/kelompok; (2). Petani sebagai anggota koperasi;
(3). Koperasi primer dalam rangka pengadaan pangan.
Fitur
KKP-E antara lain (1). Limit kredit maksimal Rp. 100 juta; (2). Jangka
waktu kredit modal kerja sesuai siklus usaha dan tidak dapat diperpanjang dan
jangka waktu kredit investasi sesuai siklus usaha dan maksimum 5 tahun; (3).
Suku bunga lebih ringan dari kredit umum karena mendapat subsidi dari
pemerintah.
Keuntungan
KKP-E ini antara lain: (1). Kredit dapat diberikan kepada petani, (2).
Penyaluran dapat dilakukan secara langsung maupun melalui kelompok, (3). Suku
bunga bersaing, mendapat bantuan subsidi pemerintah.
Kebijakan
Pelaksanaan
Dalam
pelaksanaan KKP-E ini, pemerintah memberi subsidi bunga pada penyaluran Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) melalui skema KKP-E sebagaimana yang diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 79/PMK.05/2007.
PMK
Nomor 79/PMK.05/2007 menyebutkan bahwa subsidi bunga adalah bagian bunga yang
menjadi beban pemerintah sebesar selisih antara tingkat bunga KKP-E yang
berlaku dengan tingkat bunga yang dibebankan kepada peserta KKP-E.
Tingkat
bunga yang menjadi beban peserta KKP-E ditetapkan oleh Menteri Keuangan
berdasarkan usul menteri teknis dan pendapat Komite Kebijakan atas hasil kajian
Komite Teknis. Komite Kebijakan dan Komite Teknis adalah komite yang dibentuk
oleh Menkeu yang beranggotakan wakil Departemen Keuangan, departemen teknis, Kantor
Menko Perekonomian dan Kantor Menneg Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas.
Permintaan
pembayaran subsidi bunga KKP-E diajukan oleh bank pelaksana kepada Menkeu u/p
Dirjen Perbendaharaan. Jika disetujui, subsidi bunga itu akan dibayarkan setiap
3 bulan sekali. Pemerintah hanya akan memberikan subsidi bunga selama masa
jangka waktu KKP-E, tidak termasuk perpanjangan waktu pinjaman.
Pemerintah
menetapkan skim KKP-E dalam rangka penyediaan, penyaluran dan
pertanggungjawaban pendanaan upaya peningkatan ketahanan pangan dan energi
nasional.
Kegiatan
usaha yang dapat didanai melalui KKP-E bisa dilakukan secara mandiri atau
bekerjasama dengan mitra usaha, antara lain meliputi: i). Pengembangan padi,
jagung, kedelai, ubi jalar, tebu, ubi kayu, kacang tanah, dan sorgum, ii).
Pengadaan pangan berupa: gabah, jagung dan kedelai.
Selain
itu, pendanaan KKP-E yang berasal dari bank pelaksana dapat diberikan kepada
peserta KKP-E melalui kelompok tani dan/atau koperasi.
Tingkat
bunga KKP-E ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang berlaku untuk kredit
sejenis dengan ketentuan, yaitu: i) Untuk KKP-E pengembangan tebu paling tinggi
sebesar suku bunga penjaminan simpanan pada bank umum yang ditetapkan oleh
lembaga penjamin simpanan ditambah 5 persen dan ii). Untuk KKP-E lainnya paling
tinggi sebesar suku bunga penjamin simpanan pada bank umum yang ditetapkan oleh
lembaga penjamin simpanan ditambah 6%.
Tingkat
bunga KKP-E ditinjau dan ditetapkan kembali setiap 6 bulan pada tanggal 1 April
dan 1 Oktober berdasarkan kesepakatan antara pemerintah dan bank pelaksana
dengan mendengar pendapat komite kebijakan atas hasil kajian komite
teknis.
Subsidi
bunga KKP-E diberikan pemerintah setelah bank pelaksana mengajukan permintaan
kepada Menkeu u.p Dirjen Perbendaharaan dengan dilampiri: i) Rincian
perhitungan tagihan subsidi bunga KKP-E; ii) Rincian mutasi rekening pinjaman
masing-masing penerima KKP-E dan iii) tanda terima pembayaran subsidi bunga
KKP-E yang ditandatangani Direksi Bank Pelaksana atau pejabat yang dikuasakan.
Plafon
individual KKP-E untuk petani paling tinggi Rp 25 juta sedangkan untuk koperasi
dalam rangka pengadaan pangan (gabah, jagung dan kedelai) ditetapkan paling
tinggi Rp 500 juta. Jangka waktu KKP-E ditetapkan oleh bank pelaksana berdasar
siklus tanam atau siklus usaha namun ditetapkan paling lama 5 tahun.
Resiko
KKP-E ditanggung oleh bank pelaksana, tetapi sebagian resiko KKP-E tertentu
yang ditetapkan pemerintah dapat dijaminkan oleh bank pelaksana dengan membayar
premi kepada lembaga penjamin yang didukung oleh pemerintah.
Jangka
waktu KKP-E ditetapkan oleh bank pelaksana berdasarkan siklus tanam atau siklus
usaha, paling lama lima tahun. Bank pelaksana KKP-E tidak mengenakan provisi
kredit dan biaya komitmen kepada peserta KKP-E.
Ditulis oleh : Ir.
Ali Bosar Harahaf, MM (Penyuluh Pertanian Pusat) dalam Tabloid Sinar Tani