Tanaman
hortikultura, khususnya buah dan sayur merupakan sumber vitamin dan mineral
utama bagi kebutuhan diet manusia. Di samping itu juga menjadi sumber
karbohidrat seperti pisang dan sukun pada komoditas buah, serta kentang dan
labu pada komoditas sayur. Sedikit sekali dari tanaman hortikultura buah dan
sayur yang menghasilkan protein, kecuali sayuran dari kelompok kacang-kacangan
dan kandungan yang lebih sedikit lagi pada komoditas buah.
Indonesia
sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman tanaman terbesar kedua
di dunia, memiliki potensi yang besar untuk menyediakan berbagai jenis tanaman
(khususnya hortikultura) sebagai sumber pangan penyedia karbohidrat, protein
dan vitamin. Namun demikian, tanaman
budidaya yang berkembang luas sekarang umumnya berkisar pada jenis-jenis yang
sudah lama dibudidayakan dan mengikuti permintaan konsumen.
Upaya
peningkatan gizi masyarakat secara tidak langsung berarti upaya memberikan
kemudahan bagi setiap kalangan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangan
sebagai sumber gizi. Kemudahan berarti mudah memperolehnya, cukup jumlahnya dan terjangkau harganya.
Sehingga inovasi teknologi yang harus disediakan dalam upaya peningkatan gizi
masyarakat.
Langkah-langkah
penyediaan inovasi teknologi tersebut dimulai dari penggalian potensi dan
peningkatan penggunaan sumberdaya genetik sayuran lokal. Sayuran yang berkembang
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat didominasi oleh sayur introduksi yang
umumnya berasal dari wilayah sub-tropis.
Sebagaimana
diketahui, sayuran introduksi ini harus ditanam di dataran tinggi. Di samping
areal yang terbatas, sistem pertanian dataran tinggi juga terbukti berakibat
buruk pada konservasi lahan. Sebaliknya, sayuran lokal merupakan tanaman tropis
yang tumbuh di dataran rendah, akan memberikan kelebihan pada ketersediaan areal yang lebih luas dan lebih aman terhadap konservasi
lahan.
Langkah
selanjutnya melakukan tropikasinasi sayuran dataran tinggi, yakni melakukan
rekayasa agar tanaman sayuran yang biasa tumbuh di dataran tinggi dapat tumbuh
di dataran rendah. Salah satu caranya adalah dengan melakukan perakitan
varietas, baik secara pemuliaan konvensional maupun transgenik/cysgenik dengan
gen ketahanan terhadap suhu panas pada sayuran dataran tinggi (contoh: gen
Tuf).
Dilakukan
juga seleksi dan perbaikan sumberdaya genetik buah lokal. Produksi buah lokal
umumnya masih bergantung pada tanaman pekarangan atau hutan. Di samping
produksinya yang terbatas, kualitasnya juga masih rendah. Dengan seleksi dan
perbaikan varietas diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas
tanaman buah. Perbaikan varietas dapat ditempuh melalui pemuliaan konvensional
dibantu dengan teknologi marka molekuler.
Di
samping itu, dilaksanakan juga penggalian potensi nilai gizi buah lokal. Masuk
dan berkembangnya komoditas buah dari luar seperti buah naga tidak lepas dari
promosi yang gencar berkaitan dengan kandungan gizi dan manfaatnya untuk
kesehatan. Dengan iming-iming untuk penyembuhan berbagai penyakit inilah,
pertumbuhan permintaan buah naga menjadi tinggi, padahal dari sisi cita rasa
buah naga bukanlah selera Indonesia. Demikian juga meningkatnya permintaan buah
sirsat dan manggis juga tidak lepas dari promosi manfaat buah-buah ini untuk
kesehatan. Oleh karena itu, upaya peningkatan konsumsi buah lokal perlu
didorong dengan penelitian pada fakta-fakta nutrisi dari buah-buahan yang akan
dikembangkan.
Pengembangan
produk pangan fungsional dari buah dan sayur lokal. Tanaman buah dan sayur
memiliki potensi sebagai makanan fungsional untuk memenuhi permintaan konsumen
berkebutuhan khusus. Dalam masalah ini, beberapa pihak telah memberikan
perhatian yang cukup tinggi. Sebagai teladan: sebuah lembaga nirlaba seperti
Bill Gates Foundation telah mengeluarkan biaya puluhan miliar membiayai
sekelompok peneliti untuk mendapatkan buah pisang yang memiliki kandungan
bheta-karoten yang tinggi. Padahal untuk yang ini di Indonesia justru tersedia
sumberdaya genetik yang memiliki kandungan yang tinggi secara alami. Demikian
juga beberapa tanaman lain memiliki kandungan gizi yang ekstra yang dapat
digunakan untuk makanan fungsional.
sumber : www.tabloidsinartani.com